1. Shining Diamond

33 7 0
                                    

*06.07 AM*

Suara musik berdentum keras melaui earphonenya, kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama musik. Kakinya menghentak-hentak sesuai irama.

Dino sedang menyantap sarapannya bersama keluarganya. Setelah itu, Dila, Dino dan Diba berangkat bersama ke sekolah diantar oleh ayahnya.

Dino dan Dila sekolah di SMA yang sama, sedangkan Diba bersekolah di SMP sebelahnya yang satu yayasan dengan SMA kakak-kakaknya.

*07.13 AM*

Setibanya di sekolah, Dila berlari segera ke kelasnya menggunakan payung padahal matahari bersinar terang tak tertutupi awan sama sekali.

“Ah, mataharinya!” seru Dila lalu menutup payungnya saat sampai di dalam gedung sekolah.

“Kulit gue nggak terbakar, kan?”

Dia memeriksa tangan dan kakinya apakah ada tanda ciuman matahari.

“Syukurlah enggak.”

Dila menghela nafas lega lalu berjalan ke kelasnya sambil menenteng payung kesayangannya yang seperti sudah wajib dibawa ke mana saja itu.

***

Helai-helai daun kering terdampar di halaman sekolah. Dino berjalan dengan santainya masih mendengarkan musik seperti biasa tanpa menghiraukan sekitarnya.

Tiba-tiba seseorang menabraknya dari belakang dengan keras. Dino mengaduh kesakitan memegang bahunya yang disambar lalu melihat siapa pelakunya.

“Lo? Ngapain lo nabrak gue? Lo sengaja?”

“Siapa suruh jalan santai banget, terus jalannya di tengah pula, emang lo pikir ini jalan nenek moyang lo?” balas Dicky, musuh bebuyutan Dino.

Meskipun Dino kalem dan kaku namun saat berhadapan dengan Dicky, dia akan berubah 180°.

***

Sementara itu, Diba baru saja turun dari mobil.

“Syukurlah, makasih Ayah, aku masuk dulu ya. Hati-hati.” Seru Diba lalu mencium tangan Ayahnya dan melambaikan tangannya sambil melihat mobil Ayahnya yang semakin menjauh.

Diba lalu berjalan masuk ke sekolahnya dengan ceria dan terhenti karena melihat sosok yang sedang dikerubuni banyak siswi. Ya, Eza.

Teman kelas dan cowok terpopuler di sekolahnya yang terkenal karena kegantengan dan kecerdasannya. Sosok sempurna yang tak mungkin Diba gapai.

Dia menggeleng-gelengkan kepalanya lalu melangkahkan kakinya kembali.

***

Di kelas XII IPA 1, Dila masuk ke dalam kelasnya dan duduk di bangkunya. Jaket jinsnya yang berwarna abu-abu masih melekat di badan.

Dia menyimpan tasnya di samping mejanya.

“Halo, Picasso!” seru Harry, sahabat Dila dari kecil.

Picasso adalah julukan Dila karena keahliannya dalam melukis maupun menggambar sangat luar biasa.

“Dil, kita selfie dulu yuk.”

Indah, salah satu sahabat Dila juga lalu duduk di dekatnya dan mengarahkan kamera pada mereka.

“Dia sudah datang tuh, gayanya kayak cewek murahan, ih.” Bisik salah satu siswi sambil menatap Dila dengan jijik.

“Apaan sih?” bisik Dila ke Harry.

“Lo nggak ingat?”

“Ingat gimana? Maksud lo? Apa yang ku lakukan?”

Semicolon ; MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang