40. Shameless

7 2 0
                                    

You can not please everyone and you can not force yourself to do it. You will just find yourself unhappy if you try to do that.







***

*06.20 PM*

Bryan mendesah lega sesampainya di rumah setelah mengantar Dila pulang. Tak terhitung berapa banyaknya waktu yang sudah dihabiskan oleh Bryan untuk menjelaskan segala sesuatunya, beradu mulut dan menyetir bersama Dila.

Bryan merebahkan dirinya di ranjangnya yang besar.

“Tapi kenapa juga gue yang selalu santai jadi kesusahan begini gara-gara Dila?” gumamnya penasaran.

Akhirnya Bryan masuk ke kamar mandi untuk mandi, setelah selesai dia pun mengeringkan rambutnya.

“Apa gue.. benar-benar harus melakukan ini? Gue nggak tau kenapa gue harus melakukan ini. Tapi, kalau gue nggak seperti ini, mereka semua akan terluka.” Kata Bryan memandangi dirinya di depan cermin besar kamar mandinya.

“Kenapa juga Chelsea tiba-tiba muncul bahkan sampai berdebat dengan Dila?” lanjutnya mengeluh.


***

*09.39 AM*

Keesokan harinya, di kampus.

“Gue tau lo seperti itu. Tapi, gue nggak tau kalau lo akan bertindak sejauh itu. Gue hanya.. yah, lo tau sendirilah Bryan, gue suka sama Dila sudah sejak lama. Apa kali ini lo juga bakal nikung gue?” ucap Harry menggerutu kepada Bryan yang duduk di sampingnya di kelas sambil menunggu dosennya masuk.

Bryan bercerita bahwa dia akan segera dijodohkan dengan Dila dan itu membuat Harry menjadi semakin galau karena kali ini sahabat dekatnya yang mendekati Dila setelah Johan dan Joshua.

“Gue pengen mengejutkan lo dengan kabar baik. Tapi, malah jadi buruk. Lo lebih sensitif dan rapuh dibandingkan capung. Apa lo berpikir gue akan merebut Dila dari lo juga? Justru kalau Dila lepas dari Joshua dan juga Johan, itu bakal jadi kesempatan bagus buat lo. Ini semua juga buat lo, Har. Bagaimana?” ujar Bryan dengan serius.

“Hah?”

Harry menatap Bryan tanpa berkedip.

“Makanya, lo jangan berpikiran buruk dulu. Justru lo seharusnya bantuin gue buat misahin mereka. Oke?” Kata Bryan sambil mengeluarkan bukunya.

"Lo suka Dila, nggak?" Tanya Harry tiba-tiba.

Bryan menyeringai.

“Astaga Harry! Lo ngeraguin gue? Gue janji, Dila pasti jadi milik lo. Apa-apaan pertanyaan lo tadi? Gue ngelakuin ini hanya karena gue nggak pengen sahabat-sahabat gue yang termasuk musuh lo itu berseteru mulu. Itu pertanyaan konyol yang nggak masuk akal. Gue nggak ada perasaan apa-apa sama Dila. Lo percaya kan sama gue, Har?” Ujar Bryan menatap Harry dengan tersenyum.

“Gue tau baru-baru ini. Lo sangat sombong dan suka membuat orang salah paham. Gue akan coba percaya sama lo.” komentar Harry.

“Tentu saja harus.” Kata Bryan menepuk bahu Harry.

“Pasti! Lagi pula kita juga udah cukup lama berteman.” ucap Harry sambil merangkul bahu Bryan.

Mereka berdua lalu tertawa kecil. Walau terkejut mendengar pernyataan seperti itu dari Bryan, Harry masih sempat menyunggingkan sedikit senyuman.

'Hmm... apa boleh buat. Mungkin gue harus mengandalkan bantuan Bryan juga untuk menjauhkan Dila dari kedua cowok itu.' Pikir Harry.


***

*12.41 PM*

Saat makan siang di kantin, Bryan mendapat telepon dari Johan.

Semicolon ; MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang