38. Anxiety

5 2 0
                                    

Sometimes, it is not bad memory which makes you sad, but beautiful memory that you know it will never be repeated.




***

*09.00 AM*

“Gue benar-benar nggak ngerti, kenapa orang tuanya nggak ngapa-ngapain? Kita hanya bisa melihat saja. Kita hanya bodoh dan nggak mampu. Jadi apa yang bisa kita lakukan?” kata Dicky menggerutu kepada Dino.

Mereka sedang duduk di bangku koridor rumah sakit. Mereka tadinya ingin menjenguk Debby tapi ternyata Debby sudah dipulangkan dan orang tuanya menolak perawatan lanjut.

“Lo memang hebat, taunya cuma mengeluh aja. Lo harus ingat, ini semua nggak akan terjadi kalau bukan karena kelalaian lo. Lo yang menyebabkan Debby seperti itu. Ngerti?” ucap Dino dengan sinis.

Dicky terdiam dan menunduk lalu Dino meninggalkan Dicky.


***

*12.05 PM*

Di SMA Diba, Jun menghampiri Ernest yang baru saja selesai Ujian Semester.

“Bagaimana ujiannya?” tanya Jun menyapa Ernest.

“Tidak masalah.” Jawab Ernest dengan santai.

Melihat senyuman Ernest, Jun bisa menebak cowok itu betul-betul puas menyelesaikan soal ujiannya dengan baik.

“Minta maaf? Kenapa harus gue? Lo melakukan pelecehan seksual. Semua siswa di sini lihat, benar kan? Kelakuan lo itu sudah terlihat sangat jelas!”

Jun dan Ernest melihat Eza yang sedang beradu mulut dengan salah satu siswa. Mereka berdua pun mencoba mencari tau apa yang terjadi.

Siswa itu tertawa pahit. Hidungnya berdarah akibat tinju keras dari Eza

Di belakang Eza berdiri seorang siswi, Diba, yang merasa ketakutan.

“Ada apa ini? Kok berantem?” tanya Ernest yang ikut berdiri di tengah-tengah Eza dan siswa itu.

“Lo nggak usah ikut campur, kak. Lo nggak tau apa-apa.” Ujar Eza dingin sambil tetap menatap siswa yang habis ditinjunya itu.

“Tunggu sebentar. Biar Diba yang jelasin.” Jun menginterupsi.

Diba terkejut dan semua mata mengarah padanya.

“Gu-gue rasa.. tadi ada yang mencolek pan-pantat gue jadi gue otomatis berbalik dan melihat dia di belakang gue malah senyum-senyum. Gu-gue langsung teriak dong, dan tiba-tiba E-Eza datang.” Ujarnya pada siapapun yang ada di situ  dengan gugup.

“Oh.. Baiklah. Begitu ya.. benar-benar lo!” Kata Ernest lalu menambah luka lebam di wajah siswa itu.

'Benar-benar menjijijkkan. Beraninya dia menyentuh Diba.' Batin Ernest kesal.

Siswa itu seketika jatuh tersungkur. Jun segera menahan Ernest agar tidak berbuat lebih.

“Bawa dia ke ruang BK.” Ucap Ernest tegas memerintah siswa yang ada di situ untuk menggiring ‘tersangka’ ke ruang BK.

Raut tak senang tergambar di wajahnya.

“Eza, gue sangat takut sampai-sampai kaki gue nggak bisa digerakkin.” Ujar Diba setengah berbisik pada Eza

“Lo masih bisa jalan?” tanya Eza.

Diba mengangguk.

“Hah.. Lo nggak apa-apa kan?” tanya Ernest pada Diba khawatir sambil memegang kedua bahu Diba.

Semicolon ; MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang