"Sayang aku datang lagi"
"Kenapa rumput ditempatmu sangat cepat tumbuhnya?" Tanya Yeri sambil mencabut rumput yang mulai panjang.
Mata Yeri memanas mengingat kembali kenangannya bersama suaminya itu dulu saat masih hidup. "Aku merindukanmu" Bisik Yeri.
"Kau tau? Aku akan segera menikah. Aku berharap dia bisa sepertimu Jungkook." Yeri menghapus air matanya yang lancang jatuh mengalir dipipinya. Ia tidak ingin menangis didepan makam Jungkook. Ia tidak mau terlihat lemah disana karena ia yakin Jungkook akan merasa sedih jika ia masih menangisinya.
"Kak?" Yeri menoleh ke adik laki-lakinya Haechan. "Mau ke makam kak Jihoon juga?"
Yeri mengangguk mengiyakan ajakan Haechan. "Aku pergi. Semoga kamu bahagia disana"
Ia bangkit, berjalan beberapa langkah kemudian ia berjongkok kembali disamping makam yang sudah tertutupi daun yang terawat.
"Jihoon"
"Apa kau bahagia disana?" Lagi-lagi matanya memanas mengingat kembali kenangannya bersama mantan calon tunangannya itu. Seharusnya mereka sudah menikah dua tahun lalu. Namun naas tepat saat hari pernikahan mereka, Jihoon terlibat kecelakaan beruntun yang membuatnya kehilangan nyawa.
"Apa kau sudah bertemu dengan Jungkook disana? Bertemanlah dengannya." Yeri merasakan tepukan dilengannya. Haechan merangkulnya. "Dia pasti senang melihat kak Yeri sekarang bahagia."
"Lindungi kak Yeri dari atas sana ya kak." Yeri ikut tersenyum mendengar perkataan Haechan.
"Dan kakak gak perlu khawatir, calon suaminya kak Yeri mukaknya sekarang sangar pasti dia bisa lindungin kak Yeri disini" Perkataan Haechan membuat kakak perempuannya itu terkekeh.
Ponselnya bergetar. Yeri segera mengeceknya dan ternyata ada panggilan masuk.
"Hallo?"
"kamu dimana?" Yeri tersenyum sambil menatap makam Jihoon.
"Aku dimakam Jungkook dan Jihoon"
"Tunggu disana aku akan menyusulmu" Setelah itu panggilan tersebut terputus.
"Jihoon, calon suamiku akan kesini. Kau masih ingatkan? Dia pernah kesini mengunjungimu dan juga Jungkook. Dia melamarku dan kami akan menikah bulan depan. Aku berharap dia yang terakhir."
Terpaan angin yang keras membuat rambut Yeri berterbangan, ia menutupi matanya karena ia merasakan angin itu membawa tanah yang bisa saja masuk ke matanya.
"Anginnya kenceng banget kak!" Haechan ikut menutupi wajahnya dengan tangannya.
Angin tersebut berhenti tepat dengan ponsel Yeri yang kembali bergetar. Calon suaminya kembali menelfon.
Dengan senyumnya yang merekah, Yeri menerima panggilan itu. "Apa kau sudah disi—
"Dengan nyonya Yeri?"
Yeri mengerjit. Ia kembali melihat layar ponselnya memastikan bahwa itu memang nomor calon suaminya dan ternyata memang benar. "Iya benar. Ini siapa?"
"Saya dari rumah sakit ××× menginformasikan bahwa tuan Hangyul menjadi korban kecelakaan dan sekarang keadaannya sedang kritis."
"A-apa?"
Kaki Yeri mendadak lemas ia hampir terjatuh kalau tidak ada Haechan yang menahannya. "Hangyul ko-koma?"
"Iya benar. Kami berhasil membuatnya melewati masa kritis namun sesaat kemudian keadaannya koma. Bantulah dia dengan doa agar bisa kembali sadar. Saya permisi"
"Kenapa terjadi lagi?"
Sudah beberapa hari Hangyul tidak kunjung menunjukan tanda akan sadar. Keluarganya sudah ikhlas namun tidak dengan Yeri. Ia tidak ingin kembali merasakan kehilangan orang yang ia cintai.
Hari ini ia akan kembali ke rumah sakit. Kemarin calon mertuanya menyuruhnya untuk pulang beristirahat. Yeri hendak menolak namun calon mertuanya memohon yang membuatnya terpaksa pulang.
Yeri hendak menyebrang namun matanya menyorot pria tua yang membawa banyak barang yang membuatnya kesusahan. Tanpa ragu ia menghampiri pria tua itu.
"Biar saya bantu kek" Yeri mengambil alih barang bawaan Pria tua itu lalu membantunya menyebrang.
"Terima kasih. Semoga kau selalu bahagia nak" pria itu menepuk kepala Yeri pelan yang membuat Yeri tersenyum.
"Tidak perlu mendoakan saya kek. Cukup doakan saja calon suami saya agar cepat sadar kek"
Pria itu tersenyum membuat guratan muncul disekitar matanya. "Aku pasti akan mendoakan calon suamimu itu. Tapi sepertinya orang yang dibelakangmu tidak menyukai doa ku nanti"
"Dibelakangku?" Yeri menoleh namun tidak ada orang satupun. "Maksudmu siapa kek?"
"Suamimu"
"Tapi suamiku sud—
"Aku tau" kakek itu menepuk pundak Yeri. "Dan aku tau kau juga mempunyai calon tunangan yang sudah meninggal. Apa kau tau sebuah rahasia besarnya?"
Yeri menggeleng. "Arwah suamimu itu sampai detik ini masih ada disisimu. Mengawasimu. Aku bisa melihat rasa cintanya sangat besar sampai-sampai ia tidak ingin ada yang menggantikan posisinya sebagai suamimu."
Yeri menutup mulutnya tak percaya. "Ja-jadi selama ini?"
Pria tua itu menggangguk "Iya ini semua perbuatan suamimu. Dan besok hari terakhir untuk calon suamimu yang saat ini. Besok ia akan dijemput oleh suamimu itu dan mengikatnya."
"Tidak! A-aku tidak percaya apa yang kau katakan! Suamiku tidak mungkin seperti itu!"
Lagi-lagi pria tua itu tersenyum. "Terserah dirimu nak. Aku hanya memberi tau dirimu saja. Dan saat ini sudah tugasmu untuk melindungi calon suamimu itu. Datanglah ke makam suamimu saat tengah malam. Jelaskan padanya bahwa ia tidak boleh terus berada disini. Dunia kalian sudah berbeda."
Yeri menunduk. Kepalanya mendadak pusing memikirkan perkataan pria tua ini. "Tapi apakah be—
Yeri terkejut, pria tua itu sudah tidak ada dihadapannya. "Kek? Kakek? Kau dimana?!" Yeri melihat ke segala arah namun tak kunjung melihat jejak si kakek.
Jadi apa Yeri harus mempercayai perkataan kakek itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
ONLYERI
FanfictionBosan? Anda butuh hiburan? Baca aja ini, siap-siap oleng disetiap chapternya! Semoga suka!♡