2

1K 177 10
                                    

Sosok cowok itu mengingatkan Claudia pada seseorang. Bertubuh tinggi dan tegap, berbahu lebar, serta bersuara berat. Dan pertemuan mereka di toko buku sore itu seperti adegan film yang diulang sekali lagi, dengan karakter cowok berbeda yang sekilas terlihat sama. Setelah Claudia berterima kasih atas bantuannya mengambil novel di rak yang tinggi, cowok itu pergi entah ke mana, dan kini mereka bertemu lagi di antrean depan kasir.

"Hai. Ketemu lagi," sapa Claudia sambil menepuk bahu cowok ganteng itu.

"Hai." Cowok berkaus hitam itu berpaling dan tersenyum kepadanya. Senyum asimetris yang menggemaskan. "Mau duluan?"

Claudia menggeleng. "First come first served."

"Oke," angguk cowok yang Claudia belum tahu namanya itu. Dia lantas melirik kantong belanjaan Claudia yang berisi tiga novel dan sebuah buku pelajaran SMA. "Ngeborong, nih?"

Claudia mengangguk, lalu menatap sebuah buku yang ditenteng cowok itu. "Lo anak perfilman?"

Melirik buku How to Make a Short Film in 7 Ways di tangannya, cowok itu menjawab, "Bukan. Gue anak DKV yang tertarik sama dunia perfilman."

"Kenapa nggak sekolah film aja sekalian?"

"Panggilan jiwanya baru datang setelah gue kuliah DKV," jawab cowok bersuara berat itu. "Dan, by the way, Joko Anwar juga dulu kuliahnya ngambil Aerospace Engineering di ITB."

"Oh ya? Wah, gue baru tahu kalau Joko Anwar anak ITB dan nggak ngambil kuliah perfilman."

"Passion dan pengalamannya di dunia perfilman yang membentuk dia jadi sutradara dan penulis naskah yang keren kayak sekarang."

"I see," angguk Claudia. Sebagai aktris, pengetahuannya tentang orang-orang di dunia perfilman memang kurang.

"Lo pernah casting buat filmnya Joko Anwar?" Cowok itu rupanya tahu kalau Claudia seorang aktris. Meski sudah membintangi lima judul film layar lebar dan delapan FTV, Claudia tidak serta-merta dikenal masyarakat sebagai aktris karena belum pernah mendapatkan peran utama. Wajah dan nama Claudia Amanda mungkin sedikit lebih familier di kalangan para pencinta film seperti cowok itu.

"Belum," jawab Claudia.

"Hm... next time lo mesti coba. Sayang banget bakat dan kemampuan akting lo yang bagus itu jadi nggak worth it cuma karena lo main di film-film sampah... ups, sori. Maksud gue...."

Claudia tertawa. "Nggak apa-apa. Gue suka kejujuran lo."

"No offense, ya. Gue nggak ngatain akting lo, tapi filmnya emang sampah," lanjut cowok yang semakin lama semakin menarik itu. "Well, menurut gue, aktris yang bagus kalau main di film yang bagus hasilnya bakalan jauh lebih-lebih bagus daripada aktris yang bagus tapi main di film-sorry to say-busuk. Dan terbukti, penampilan lo di film Cinta Akhir Pekan bener-bener keren banget. Bahkan, lo lebih keren dari Zefanya Putri."

"Jangan lebay, deh!" Claudia terkikik. Baginya, Zefanya Putri bak seorang permaisuri di kerajaan perfilman Indonesia, sedangkan dirinya hanya dayang-dayang istana. "Terima kasih buat pujiannya. Tapi lo nggak perlu bilang gitu cuma karena lo nggak enak udah ngatain film-film gue sebelumnya sampah."

"Gue jujur, kok. Seperti yang tertulis dalam review film Cinta Akhir Pekan di akun Instagram gue, lo layak buat masuk nominasi aktris pendukung terbaik tahun ini."

Claudia mendapatkan cukup banyak mention di media sosial terkait film Cinta Akhir Pekan usai gala premiére tiga hari lalu, tetapi dia merasa tak asing dengan kata-kata cowok itu barusan. Serta-merta, dia mengeluarkan ponsel dari saku celana jinsnya, dan mencari-cari ulasan itu di Instagram sampai menemukannya. "Oh... elo yang ini, ya? Ahimsa Wiraguna?"

Broken BadlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang