6

494 113 20
                                    


"Lo nggak apa-apa?" tanya Ahimsa, begitu dia membuka mata dan menatap Claudia di sampingnya.

"Harusnya gue yang nanya gitu, Him." Perasaan Claudia campur aduk, antara terkejut, khawatir, lega, dan sedikit ingin tertawa. Beberapa saat setelah keluar dari studio bioskop, dia melihat Ahimsa. Cowok itu tampak kebingungan seperti sedang mencari-cari seseorang, dan tiba-tiba saja terjatuh lalu pingsan. Sontak Claudia berlari ke arahnya, meminta bantuan orang-orang untuk menggotong tubuh Ahimsa ke tempat duduk terdekat. Tak lama setelah diberi aromaterapi, Ahimsa terbangun kembali. "Lo kenapa?"

"Gue baik-baik aja." Ahimsa meyakinkan Claudia dan orang-orang yang mengerumuninya. "Thanks buat bantuan kalian."

"Gue cariin air mineral, ya?" Claudia menawarkan bantuan setelah kerumunan kecil itu bubar. "Kayaknya, lo dehidrasi. Bibir lo pucet gitu."

"I'll take care of myself." Ahimsa menggeleng, dan tiba-tiba berkata, "Di, gimana perkembangan kasus om lo? Lo kena imbasnya? Lo nggak kenapa-kenapa?"

Menatap Ahimsa, Claudia berpikir, apa mungkin cowok itu sedang mengkhawatirkannya? Apa mungkin cowok itu tadi kebingungan mencari-cari dirinya? Apa mungkin cowok itu pingsan karena terlalu stres mencemaskannya?

"Him, sori. Gue masih ada sedikit kerjaan." Claudia mengeluarkan ponsel dari saku celana jinsnya lalu menyerahkannya kepada Ahimsa. "Masukin nomor lo, nanti kita ketemu setelah kerjaan gue selesai. Oke?"

Dan di sinilah mereka sekarang. Duduk berhadapan di sebuah kedai kopi yang tidak terlalu ramai di kawasan Epiwalk.

"Semalem, setelah lo nganter gue pulang, tante gue nelpon, ngabarin berita buruk itu." Claudia memulai ceritanya setelah matcha latte pesanannya tiba, menemani caffe americano yang hampir habis di cangkir Ahimsa. "Saat itu juga gue langsung ke kantor polisi, nemenin tante gue, dan ikut diperiksa petugas. Gue sempet ketemu Om Hengki, tapi dia nggak banyak bicara. Gue juga bingung harus bilang apa. Gue sama sekali nggak nyangka kalau ternyata Om Hengki udah pake sabu sejak lama, dan mengonsumsi pil apalah-apalah itu gue nggak paham lagi...."

Claudia teringat kembali saat-saat menyedihkan yang dia alami tadi malam. Tak pernah terbayangkan sebelumnya dia akan berada di kantor polisi untuk diperiksa petugas atas sebuah kasus yang sangat serius. Saat ditilang polantas di pinggir jalan saja, dia bisa berkeringat dingin dan deg-degan setengah mati meskipun omnya yang menyetir. Dan malam itu, sensasinya lebih dari sekadar berkeringat dingin dan jantung yang berdegup bukan main. Apalagi tantenya sempat bilang kalau Om Hengki dan temannya yang seorang aktor senior itu terancam hukuman paling sedikit empat tahun penjara dan denda uang satu miliar rupiah. Membayangkannya saja kepala Claudia serasa mau pecah. Semalaman dia tak bisa tidur memikirkan banyak hal. Bagaimana nasib omnya? Bagaimana nasib pekerjaannya? Bagaimana nasib keluarganya?

"Sementara kasusnya diproses, Om Hengki dan kedua temennya ditahan di rutan," lanjut Claudia dengan nada sedih. "Mudah-mudahan tim kuasa hukum Om Jimmy bisa bantu nyelesein kasus ini dengan sebaik-baiknya."

"Aamiin," ucap Ahimsa. "Terus, gimana kerjaan-kerjaan lo ke depan?"

"Om Hengki sempet nge-forward schedule gue. Ada beberapa kerjaan yang kayaknya bisa gue handle sendiri. Sisanya... antara gue nggak pede bisa kerjain sendiri atau gue nggak begitu paham gimana cara kerjanya." Claudia menyesap matcha latte-nya lalu mendesah.

"Lo jangan sungkan kalau butuh bantuan gue. Tinggal bilang aja." Ahimsa menatap Claudia dengan sungguh-sungguh. Seolah kata-katanya itu bukan sekadar janji atau omong kosong belaka, melainkan sesuatu yang benar-benar akan dia tepati dan lakukan dengan sepenuh hati. "Apa pun itu, gue bakal berusaha bantu lo semampu gue."

Broken BadlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang