"... Jadi, logo Unilever ini menganut prinsip proximity dalam teori Gestalt, di mana objek-objek yang posisinya berdekatan akan dikelompokkan sebagai satu kesatuan yang membentuk huruf U." Ahimsa mengeklik slide selanjutnya. "Objek-objek tersebut terdiri dari dua puluh empat ikon yang masing-masing mewakili aspek bisnisnya. Ada ikon es krim, tangan, rambut, bibir, pakaian, partikel, hingga DNA dan lain-lainnya, yang masing-masing memiliki makna tertentu...."
Ahimsa mempresentasikan tugas kelompoknya dengan baik dan lancar. Semua mahasiswa menyimak dengan saksama. Begitu pun Bu Santi, dosen mata kuliah Psikologi Persepsi yang dikenal sebagai dosen yang murah senyum itu. Keramahannya membuat mata kuliah yang diajarkannya tidak semembosankan kedengarannya. Bahkan, beliau juga punya metode belajar yang menarik dan tidak membuat ngantuk.
Salah satu caranya dengan membuat kelompok belajar yang harus mencari data dan menganalisis materi yang akan mereka bahas dan diskusikan bersama. Dengan demikian, semua mahasiswa akan berperan aktif dan lebih memahami materi tersebut. Seperti yang mereka lakukan pada Senin pagi itu.
Lima kelompok sudah mempresentasikan tugas menganalisis desain logo produk dan perusahaan terkemuka dengan pendekatan teori Gestalt. Ahimsa, Andra, Abe, dan ketiga temannya yang lain merupakan kelompok terakhir yang tampil.
"Kemarin lo ke mana?" todong Abe yang tiba-tiba menghampiri tempat duduk Ahimsa, setelah Bu Santi pamit meninggalkan kelas. "Bolos futsal nggak bilang-bilang."
"Ya namanya juga bolos," sahut Ahimsa sambil memasukkan laptop ke ranselnya. "Kalau bilang-bilang dulu namanya izin."
"Di-WhatsApp nggak dibales. Ditelpon nggak diangkat," omel Abe.
"Posesif amat, lo!" cengir Ahimsa sambil mencuil dagu Abe yang kasar karena janggutnya yang baru tumbuh.
"Nggak lucu!" tepis Abe. "Lo inget kan, kemarin itu pertandingan penting. Tim kita kehilangan striker hebat tapi nggak bertanggung jawab."
"Sori, sori. Kemarin gue ada urusan," jawab Ahimsa, tak enak hati. "Urgent."
"Urusan apa?" desak Abe.
"Ya... adalah."
"Apa? Ada calling-an syuting mendadak di channel YouTube-nya Rafi Ahmad?" sindir Abe, dengan memberi penekanan pada nama Rafi Ahmad.
"Atau jalan sama Claudia?" tebak Andra yang duduk di samping Ahimsa dan baru angkat bicara.
"Gue bisa jelasin...." Ahimsa terdiam sesaat dan menghela napas panjang. Dia tahu kedua sahabatnya masih kesal atas kealpaannya kemarin. "Jadi, kemarin Claudia tiba-tiba nelpon waktu gue lagi siap-siap pergi futsal. Dia panik banget karena tiba-tiba dapurnya bau gas bocor, dan di rumahnya cuma ada dia sendirian. Nyokap sama adek-adeknya lagi pergi ke rumah tantenya. Claudia nggak ngerti gimana cara benerinnya. Jadi, gue ke sana saat itu juga."
"Ngecek bau gas emangnya sampai berjam-jam, ya?" cibir Abe. "Atau, gara-gara bau gas itu, lo mabok dan jadi lupa pergi futsal atau sekadar ngasih kabar?"
"Gue akui gue salah. Udah bolos futsal dan nggak ngabarin kalian. Sori ya, Guys." Ahimsa menatap kedua sahabatnya. "Sekali lagi, gue minta maaf."
"Pertanyaan gue masih gantung, nih," kata Abe lagi, dengan nada kesal. "Lo ngapain aja di rumah Claudia selain jadi tukang benerin kompor dan tabung gas dadakan?"
"Be," tahan Andra. "Udahlah. Si Himsa kan udah minta maaf dan ngasih tau alesan kenapa dia nggak datang ke pertandingan kemarin. Selebihnya, itu bukan urusan kita."
"Thanks, Ndra." Ahimsa merangkul Andra, lalu menatap Abe yang berdiri di depannya. "Gue janji, next time gue nggak bakal lepas tanggung jawab lagi. Kalau ada urusan yang urgent lagi, gue bakalan ngabarin kalian. Oke?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Badly
RomanceJatuh cinta pada aktris idola itu sah-sah saja, tapi jangan pernah bermimpi untuk memilikinya. * Ahimsa Wiraguna jatuh cinta pada Claudia Amanda, aktris berbakat yang sayangnya tak pernah menjadi pemeran utama di setiap film layar lebar dan FTV yan...