"AAARGH...!!!" teriak Ahimsa di pinggir sebuah bendungan yang sepi entah di mana. Sesaat setelah melihat video itu, Ahimsa menyambar kunci motor lalu pergi tanpa tujuan. Mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi selama kurang-lebih satu jam, akhirnya dia berhenti di tepi bendungan itu dan meluapkan semua amarahnya.
"AAARGH...!!!" Sekali lagi Ahimsa berteriak, sambil melontarkan batu sekuat yang dia mampu. Napasnya tersengal. Jantungnya berdegup kencang. Amarahnya masih bergemuruh, membakar seluruh tubuh. Kemudian dia berjalan menuju sebuah tiang listrik, dan meninjunya berkali-kali. Membayangkan wajah si brengsek Banyu membuatnya semakin bersemangat meninju tiang listrik tersebut. Hingga tangannya terluka dan berdarah.
"AAARGH...!!!" Yang terasa sakit bukan hanya tangan, melainkan juga seluruh. Dan jiwanya jauh lebih sakit lagi.
Ahimsa meremas kepalanya lalu memukulinya. Berharap bisa melepaskan ingatannya tentang video itu. Video yang menayangkan adegan Claudia sedang bercinta dengan Banyu di sebuah kamar hotel. Video yang direkam Banyu tanpa sepengetahuan Claudia. Kali ini, ingatan tentang video itu benar-benar membuatnya muntah.
Merasa lelah, Ahimsa lantas berbaring di hamparan rumput. Hatinya lebih gelap daripada langit malam yang sedang dia tatap. Hancur sudah dunia yang cerah dan berwarna yang selama ini tercipta dari kebersamaannya dengan Claudia. Semua asa indah yang dia bangun seketika lebur. Dan bayangan cantik Claudia yang selama ini menghiasi hari-harinya pun perlahan sirna, tergantikan siluet gelap yang tak ingin dia lihat.
Sebagian amarahnya mulai mereda, menyisakan ruang yang kemudian diisi kesedihan. Kemarahan dan kesedihan melahirkan derita. Mengalirkan air mata di kedua pipinya. Air mata kehancuran, yang setiap molekulnya menyimpan luka yang sulit disembuhkan. Seperti lahar panas yang dimuntahkan gunung berapi usai letusan besar, yang menghancurkan segala hal yang dilaluinya.
Dering ponsel tak cukup mampu menginterupsi kesedihannya. Ahimsa mengabaikannya sampai bunyi itu berhenti dengan sendirinya, lalu terdengar kembali beberapa saat setelahnya.
Mengeluarkan ponsel dari saku celananya, Ahimsa melihat nama si penelepon yang tertera di layar. Si brengsek itu! Seandainya saat ini Banyu sedang berada di Jakarta, Ahimsa pasti sudah mendatangi dan menghajarnya tanpa ampun.
*
Selamat Idulfitri ya, Him. Mohon maaf lahir dan batin.
Maaf kalau selama ini gue udah banyak bikin salah sama lo.
Claudia mendesah, dan tak berharap chat-nya akan segera dibalas Ahimsa. Pesan-pesan dia sebelumnya baru dibalas berjam-jam kemudian dan sekadarnya. Ya. Nggak. Lumayan. Atau hanya dengan emotikon. Panggilan video dan teleponnya pun sering diabaikan.
Lo lagi sibuk ya, Him? tanya Claudia suatu ketika.
Lumayan, balas Ahimsa beberapa jam kemudian. Membuat Claudia semakin ciut untuk menghubunginya.
Claudia berusaha berpikiran positif. Menjelang Lebaran, biasanya memang ada banyak agenda keluarga yang tak bisa diganggu orang luar. Atau seperti yang pernah Ahimsa bilang, sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan merupakan waktu yang paling baik untuk diisi dengan ibadah. Nilai pahalanya berkali-kali lipat lebih banyak dibanding dua puluh hari sebelumnya. Jadi, mungkin saja sisa waktu yang Ahimsa punya setelah mengisinya dengan agenda keluarga, dia gunakan untuk beribadah dengan khusyuk.
Claudia sendiri lumayan sibuk. Selain masih melakukan pemotretan virtual dengan para fotografer terkenal, mengerjakan foto dan video endorsement, mengikuti casting film dan iklan secara virtual, menonton film-film yang direkomendasikan Ahimsa---yang sebelumnya dijadwalkan untuk ditonton bersama, hingga mengunjungi Om Hengki di lapas. Setelah beberapa kali hanya bisa melakukan panggilan video, akhirnya Claudia bisa mengunjungi Om Hengki secara langsung.
Him, tadi pagi gue jenguk Om Hengki bareng Tante Meri, ketik Claudia dalam pesan chat-nya kepada Ahimsa sore itu. Puji Tuhan, Om Hengki sehat, dan kasusnya udah ada tindakan dari kuasa hukumnya. Mereka ngajuin asesmen rehabilitasi. Sidangnya dimulai setelah Lebaran nanti. Doain ya, semoga permohonan kami dikabulkan dan Om Hengki nggak perlu dipenjara sampai empat tahun.
Alhamdulillah, balas Ahimsa setengah jam kemudian, lalu dia mengutip chat terakhir Claudia dan membalas, Aamiin.
Sementara itu, Banyu semakin intens mengirim pesan dan menelepon Claudia. Mulai dari membicarakan dan menanyakan hal-hal basa-basi dan sepele, hingga ujung-ujungnya membahas motivasi utamanya untuk mendapatkan kembali hati Claudia.
"Jadi gimana, Di, kamu udah bisa kasih jawaban dan keputusan?" tanya Banyu suatu malam, lewat panggilan telepon. "Aku udah ngobrol sama Mami dan Papi. Mereka seneng banget dan udah langsung semangat aja nentuin tanggal pernikahan. Aku bilang, jangan terlalu terburu-buru begitu. Kita bisa tunangan dulu, nikahnya nunggu kamu siap aja. Tapi, Papi agak mendesak. Mengingat kondisi Papi yang udah nggak sebaik dan sesehat dulu, apalagi Papi rawan terkena strok, atau lebih buruknya serangan jantung."
Claudia mendesah gundah. Setelah dia berusaha memikirkan, merenungkan, dan mempertimbangkan pertanyaan Banyu dua minggu sebelumnya, dia belum siap membuka hatinya kembali untuk Banyu. Dan pertanyaan itu semakin sulit untuk dia jawab karena Banyu melibatkan orangtuanya. Bagaimanapun, orangtua Banyu selalu bersikap baik terhadap dirinya. Sungkan rasanya untuk menolak, tetapi dia juga enggan membohongi kata hatinya sendiri.
"Maaf, Mas. Aku belum bisa kasih jawaban soal itu. Aku harap Mas ngerti kondisiku saat ini. Beberapa kerjaanku banyak yang batal, dan sekarang aku berusaha berjuang sendirian tanpa Om Helmi buat merintis kembali karierku. Energi yang kukeluarkan tentunya lebih banyak, dan aku belum bisa fokus ke hal-hal lain." Claudia menggigit bibir. Seharusnya dia tidak perlu lagi mengulur-ulur waktu memberi jawaban. Seharusnya dia langsung tolak saja permintaan Banyu.
"Oh... gitu." Banyu terdengar menghela napas berat, lalu terdiam beberapa saat. "Baiklah kalau itu yang kamu mau, Di. Aku bakalan coba jelasin ke Mami sama Papi agar mereka bisa memahami dan lebih bersabar lagi."
Sesaat, Claudia merasa sedikit lega. "Makasih atas pengertiannya, Mas."
"Aku cuma bisa mendoakan yang terbaik buat kamu. Buat kehidupan dan karier kamu. Semoga setelah kamu bisa meraih semuanya dan fokus dengan hubungan kita, Mami-Papi masih hidup di hari pernikahan kita."
Claudia semakin merasa terbebani. Setelah empat tahun mereka berpacaran dan akhirnya putus, Claudia baru menyadari sesuatu. Di balik sikap baik dan pengertiannya Banyu, ada sosok penuntut yang diam-diam menekan dan membebaninya.
TING!
Bunyi notifikasi pesan di ponselnya menyadarkan Claudia dari lamunan. Buru-buru dia memastikan. Berharap itu adalah balasan pesan dari Ahimsa.
Makasih, Di. Mohon maaf lahir dan batin juga.
Claudia menatap layar ponselnya dengan hampa membaca balasan pesan Ahimsa yang terasa dingin dan hambar itu. Ada apa lagi? pikirnya. Apa mungkin Ahimsa ngambek lagi karena sesuatu yang berkaitan dengan Mas Banyu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Badly
RomantiekJatuh cinta pada aktris idola itu sah-sah saja, tapi jangan pernah bermimpi untuk memilikinya. * Ahimsa Wiraguna jatuh cinta pada Claudia Amanda, aktris berbakat yang sayangnya tak pernah menjadi pemeran utama di setiap film layar lebar dan FTV yan...