17

291 78 8
                                    

"Di, aku seneng kamu masih care sama Mami dan Papi," ujar Banyu dalam panggilan teleponnya malam itu. "Thanks, ya."

"Sama-sama, Mas. Tante Alice dan Om Bagas juga baik sama aku, masih mau nerima aku di rumah kalian," sahut Claudia sambil berbaring di tempat tidurnya. Malam itu dia sedang membaca novel sebelum tidur saat Banyu meneleponnya.

"Mereka selalu wellcome buat kamu, Di. Kamu kan tahu sendiri, Mami tuh udah sayang banget sama kamu." Banyu mendesah. "Seandainya aku nggak ngelakuin kesalahan itu ya, Di, mungkin sekarang situasinya nggak awkward kayak gini. Dan seandainya waktu bisa diputar ulang, aku pasti nggak akan ngelakuin kebodohan itu. Sumpah, aku nyesel banget."

"Udahlah, Mas, nggak perlu ngungkit hal itu lagi. Aku udah berusaha keras buat ngelupainnya. Jangan ingetin aku sama rasa sakit itu lagi. Please...."

"Sorry. Aku nggak bermaksud begitu, Di. Aku justru ingin memperbaiki kesalahanku waktu itu. Setelah kita putus, aku merenungkan dan menyadari banyak hal. Dan kesimpulannya, aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Di. Aku nggak bisa hidup dengan orang lain. Aku masih dan akan selalu cinta sama kamu."

Claudia terdiam. Tidak tahu harus berkata apa. Rasanya tidak pantas membicarakan hal ini di tengah suasana berduka. Dia sendiri pun masih bingung dengan perasaannya. Dia masih perlu waktu untuk menata ulang hatinya yang hancur akibat perbuatan Banyu beberapa bulan lalu.

Seharusnya bulan Agustus itu menjadi bulan terbaiknya, mengingat hubungan mereka yang genap berumur empat tahun. Selama tiga tahun sebelumnya, selalu Banyu yang memberi kejutan pada peringatan hari jadi hubungan mereka. Di tahun keempat itu, Banyu semakin sibuk mengerjakan proyek-proyek pembangunan vila dan hotel di Bali, sampai-sampai dia lupa. Claudia yang sudah terbiasa dengan kesibukannya sebagai aktris dan bintang iklan itu pun cukup memakluminya. Namun, tiba-tiba dia mendapat ide untuk memberi kejutan usai menjalani syuting FTV hari terakhir yang selesai lebih cepat dari perkiraan.

Malam itu, tepat pada peringatan hari jadi hubungan mereka yang keempat tahun, Claudia terbang ke Bali. Sesampainya di Denpasar, dia langsung mencari toko kue untuk membeli cake dan beberapa pernak-pernik pesta perayaan. Meski fisiknya lelah usai syuting seharian, Claudia tetap melanjutkan perjalanannya dengan hati riang. Empat tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menjalin sebuah hubungan. Sesuatu yang patut disyukuri dan dirayakan bersama.

Setelah membeli barang-barang yang dbutuhkan, Claudia langsung menuju vila tempat Banyu tinggal selama di Bali. Vila yang disediakan perusahaan konstruksi tempatnya bekerja. Selulus kuliah, Banyu bekerja sebagai arsitek di sebuah kantor kontraktor di Jakarta. Setahun kemudian, dia mendapat panggilan dari perusahaan konstruksi yang lebih besar di Bali.

Kunjungan Claudia pada malam itu merupakan kunjungannya yang kedua. Sebelumnya, dia pernah diundang ke sana saat merayakan ulang tahun Banyu, dan kebetulan saat itu Claudia sedang syuting film di Bali. Jadi, Claudia masih cukup ingat dan hafal di mana letak vilanya dan bagaimana cara menuju ke sana.

Dari jauh, Claudia melihat pintu depan tempat tinggal Banyu terbuka, dan Banyu sedang berdiri di teras sambil berbicara dengan seseorang di ponselnya. Saat Claudia hendak melambaikan tangan, tiba-tiba seorang wanita muncul dari dalam vila. Seketika, langkah Claudia terhenti, dan serta-merta dia pun bersembunyi.

Dari tempatnya bersembunyi, Claudia melihat wanita itu memeluk Banyu dari belakang sementara Banyu masih menelepon seseorang. Wanita berambut ikal panjang dan berpakaian seksi itu terus menggodanya, namun Banyu berusaha menghindar dan memberi isyarat agar wanita itu tidak mengganggu pembicaraannya di telepon.

Kegigihan wanita itu meruntuhkan pertahanan Banyu, dan membangkitkan kemarahan Claudia. Wanita jalang itu mencium bibir Banyu lalu tertawa. Banyu menoleh kiri-kanan, seakan khawatir dilihat orang lain. Kemudian wanita itu menarik banyu masuk dan menutup pintu.

Claudia masih mematung di tempat persembunyiannya dengan tatapan nanar. Dadanya bergemuruh bagai gunung berapi yang siap memuntahkan lahar. Lututnya mendadak lemas dan kepalanya berdenyut-denyut nyeri, sehingga dia mulai limbung. Salah satu sisi hatinya menyuruh dia segera pergi dari sana, namun sisi hatinya yang lain memaksanya menghampiri vila itu untuk memastikan apa yang sedang terjadi.

Paksaan selalu lebih kuat daripada perintah. Claudia pun berjalan mendekati vila tersebut dengan langkah gontai dan jantung berdebar kencang, sembari memikirkan apakah masih ada kemungkinan terbaik yang akan dilihatnya di dalam sana selain perselingkuhan. Dan memang nyatanya tidak ada. Setelah membuka pintu yang tidak terkunci, Claudia melihat Banyu sedang bercumbu dengan wanita itu di sofa....

"Halo? Di? Claudia?" Suara Banyu di seberang telepon menyadarkan Claudia dari lamunannya. "Kamu udah tidur?"

Claudia mengerjap. Air mata sudah menetes di pipinya. Sekeras apa pun dia berusaha melupakan, kenangan menyakitkan itu masih saja tinggal dalam ingatannya. Dia pun tidak menjawab pertanyaan Banyu agar dikira benar-benar sudah tertidur, sampai akhirnya Banyu mengakhiri panggilan telepon itu.

*

"Thanks banget ya, Ndra, lo emang yang terbaik!" ungkap Ahimsa kepada Andra yang baru saja datang mengantarkan dua dus besar paket berisi masker, hand sanitizer, dan cairan disinfektan.

"Sama-sama. Makasih juga udah bantu ngelarisin dagangan sodara gue," sahut Andra sambil bersiap-siap membawakan dus tersebut dari bagasi mobilnya ke rumah Ahimsa.

"Nggak usah, Ndra. Biar gue aja." Ahimsa segera mengambil alih. "Lo mau minum apa? Nanti gue bikinin yang seger-seger."

"Makasih, Him. Tapi gue lagi buru-buru, nih. Masih ada banyak paket yang harus gue kirim."

"Oke deh, kalo gitu." Ahimsa baru saja meletakkan kedua dus itu di lantai teras rumahnya. "Inget masker lo jangan sampe turun, cuci tangan, dan jaga jarak dari orang-orang."

"Hahaha, siap, Bapak Himsa!" tawa Andra, sambil memperbaiki posisi maskernya. "By the way, lo beli dua dus gini, yang satu buat lo timbun apa gimana? Tiati lo diciduk polisi. Hahaha...."

"Enak aja, lo! Gue beli satu dus lagi buat Claudia."

"Oooh... buat Mbak Ertong. Ciye-ciye... ada yang makin deket nih, sama Claudia Amanda!"

"Hah? Mana Kak Claudia? Mana? Mana?" tiba-tiba Aruna muncul dari dalam rumah, heboh mencari-caru Claudia.

"Apaan sih, Dek?! Nih, bantuin Abang bawa dus ke dalem!"

"Kak Claudia-nya mana?" Aruna masih mencari-cari. "Gue kangen banget pengin ketemu."

"Kayaknya abang lo jauh lebih kangen lagi, tuh!" goda Andra. "Good luck ya, Him!"

Setelah Andra pamit dan Aruna membawa satu dus paket itu ke dalam rumah, Ahimsa menelepon Claudia untuk menanyakan apakah Claudia berada di rumah. Namun, panggilannya tak terhubung. Dia pun menge-chat Claudia.

Lima menit berlalu, dan Claudia belum membalas chat-nya. Ahimsa pun segera mengambil jaket dan kunci motornya, lalu pergi ke rumah Claudia untuk mengantarkan paket tersebut.

Setibanya di depan rumah Claudia, Ahimsa melihat sebuah Lexus putih terparkir. Seorang pria bertubuh tinggi tegap keluar dari sana membawakan sebuah dus berlabel produk kesehatan terkemuka. Meski pria itu memakai masker, Ahimsa bisa mengenalinya.

"Mas Banyu?" Claudia menyapa pria itu saat membukakan pintu.

Broken BadlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang