Desis samar dari minyak dalam penggorengan yang mulai panas akhirnya membuat Radheon berhenti sebentar dari aktifitasnya mencuci sayuran dalam wastafel. Dengan cekatan diraihnya papan talenan di dekat kompor yang berisi potongan bawang putih serta bawang merah untuk kemudian dimasukkan ke dalam minyak tadi dan ditumis hingga harum.
Satu tangannya masih setia memegang sodet kayu ketika bunyi kunci pintu apartemennya berbunyi nyaring. Pertanda seseorang berhasil membukanya.
"Oi, wangi banget dah ni." Komentar pertama Calvin langsung membuat Dheon tersenyum tipis, "Lo masak apaan, Yon?"
Radheon tidak menjawab sebab langkah lelaki tinggi itu segera menyerbunya menuju dapur. Pandangannya malah beralih pada sosok lelaki lain yang kini sedang berusaha membuka jaketnya. Posisi konter dapur yang terbuka dan dekat dengan ruang tamu jelas membuat Dheon dapat melihat setiap detil hal yang Ben lakukan.
Tidak seperti Calvin yang langsung ribut begitu mencium bau masakan, Ben kelihatan lebih tenang. Tidak heran sih, Benjamin kan memang selalu datar begitu. Lelaki yang beberapa belas senti lebih pendek dari Calvin itu memang pelit emosi. Wajahnya selalu datar, bahkan terkesan muram meski diluar sedang hujan uang.
"Kenapㅡ"
Radheon tidak jadi bertanya saat melihat kondisi kawannya itu. Begitu jaket yang Ben pakai sudah lepas, Dheon bisa jelas melihat bercak-bercak merah pada kaus putih yang lelaki itu kenakan.
"Jangan ditanya dulu. Anaknya masih stress banget."
Calvin yang mengerti kebingungan Dheon menyela pelan. Sembari menunggu kawannya itu selesai menumis bumbu beserta beberapa rempah, dia berinisiatif untuk meneruskan pekerjaan Dheon yang tertunda, yaitu mencuci sayuran.
"Habis ngapain? Eksekusi?"
"Bukan." Calvin menukas, kontan membuat Radheon heran.
"Terus?"
"Habis ngeberesin kerjaannya Leo."
Dheon mengangguk paham. Baik dirinya maupun Calvin sama-sama tidak bersuara selama menyelesaikan sisa pekerjaan memasak mereka. Lelaki itu baru menegur lagi kearah Benjamin ketika dilihatnya lelaki itu masih belum beranjak dari atas sofa dengan pakaian yang acak-acakan.
"Ambil baju dikamar gue terus ganti sana. Gue nggak mau ada bau amis darah dimeja makan." Katanya sembari meletakkan piring-piring berisi masakannya keatas meja saji.
Ben masih bungkam. Lelaki itu hanya melirik sekilas kearah kausnya yang penuh noda merah lalu menghela napas berat. Tidak menunggu perintah lagi untuk segera berlalu menuju kamar Dheon dan mengganti bajunya dengan sesuatu yang lebih layak untuk dilihat. Ben menjatuhkan pilihannya pada kaus abu-abu polos yang asal dia tarik dari lemari, lalu segera bergegas menghampiri Calvin dan Dheon yang rupanya sudah duduk manis di ruang makan. Menunggunya untuk bergabung.
YOU ARE READING
Us ㅡBBH
FanficMengenai sebuah hubungan yang dibentangkan oleh perbedaan. Antara aku dan kamu . . . Dapatkah berubah menjadi kita? ⛓Warn: •Crime-Action •Non-baku •Some harsh words, slightly mature •Including a lot of crime scene and action Cover picture by me @wa...