"Gila, ini barang bukti apa hasil rampokan permen anak SD? Sedikit banget?!"
Rehan berseru tidak percaya begitu sekotak kardus berukuran sedang yang memuat seluruh barang bukti sudah berada di meja utama. Arsenio selaku orang yang bertugas mengangkut seluruh barang-barang tadi segera merotasikan bola matanya.
"Terus maunya gimana? Yang banyak kayak tumpukan dosa lo?"
"Nggak gitu, Sen." Rehan membalas, "Tapi ini emang lebih sedikit dari perkiraan gue. Bukannya jumlah sabu sama ganja yang diselundupin katanya nyampe sekitar empat kilo-an?"
Rehan masih melongokkan kepalanya guna melihat isi kotak saat satu-persatu anggota timnya, termasuk Stefan, mulai ikut berkerumun di sekelilingnya. Pandangan mereka semua -kecuali Stefan dan Arsen- hampir menyerupai milik si pemuda bermata sipit yang tadi protes itu. Heran. Kalau dipikir-pikir dua buah kardus kecil dengan beberapa noda bekas coretan tinta spidol, sebuah ponsel pintar keluaran lama, dan sebuah flashdisk kecil berwarna hitam yang terkumpul jadi satu itu adalah bukti paling minim yang pernah mereka lihat.
"Narkotika-nya memang hanya segini. Sisa yang lain soalnya masih disimpan pihak bandara." Terang Stefan, kemudian mulai membuka rapat besar tim siang ini.
Pasca pengambil-alihan seluruh hasil investigasi beserta barang bukti mengenai kejadian yang sempat menggegerkan seisi kantor kepolisian kemarin, akhirnya berkas perkara kasus pembunuhan atas tersangka penyelundup obat-obatan terlarang yang semula ditangani oleh bagian reserse khusus narkoba kini resmi berpindah tangan menjadi tanggung jawab tim divisi satu direktorat Tipidter yang diketuai oleh Stefan Sudarsana. Untuk ukuran perpindahan wewenang sebuah kasus yang tergolong cukup besar dan riskan, kali ini Pak Gibran selaku pimpinan tertinggi di direktorat Tipidter -atas desakan Stefan- telah bertindak cepat dengan mengambil resiko untuk bicara kepada Kabareskrim guna meminta persetujuan.
"Saya sudah sempat mendengarkan hasil interogasi tersangka kemarin, tapi hasilnya nihil." Ujar Arsen pada Stefan, mengacu pada flashdisk berisi rekaman interogasi yang kini tengah dipegang Edzhar, "Mbak Mira juga bilang, korban sama sekali nggak mau buka mulut. Satu-satunya ucapan korban yang dilakukan secara repetitif hanya sesumbar bahwa seseorang pasti akan membebaskannya dari sini."
"Jadi maksud kamu, secara teknis isi file rekaman itu hanya sampah begitu?"
Arsen mengangguk.
"Nggak ada nama, instansi, atau petunjuk mengenai siapa yang korban maksud sebagai penyelamat ini."
"Siapapun itu, jelas bukan orang sembarangan." Jeje menyahut, "I mean like, untuk seseorang yang sudah tertangkap basah melakukan tindak kejahatan, menyombongkan diri dengan bilang dia akan mudah lepas dari jerat hukum adalah tindakan sembrono."
"Right! Ide untuk membebaskan korban dan membiarkannya hidup adalah tindakan bodoh dan akan jadi ancaman besar." Rehan ikut berspekulasi
"Maka dari itu korban diberi iming-iming kebebasan supaya tetap tutup mulut kepada pihak penyidik. Itu menjelaskan kenapa korban dibunuh kemarin pagi." Seloroh Keara dengan nada lirih selanjutnya.
YOU ARE READING
Us ㅡBBH
FanficMengenai sebuah hubungan yang dibentangkan oleh perbedaan. Antara aku dan kamu . . . Dapatkah berubah menjadi kita? ⛓Warn: •Crime-Action •Non-baku •Some harsh words, slightly mature •Including a lot of crime scene and action Cover picture by me @wa...