⛓24. Hypocritical

143 23 34
                                    

Ruangan yang di dominasi warna abu-abu dingin itu selalu berhasil membuat Benjamin diam-diam memuji bagaimana sebuah warna dapat dengan tepat mendefinisikan sesuatu ㅡatau bahkan seseorang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ruangan yang di dominasi warna abu-abu dingin itu selalu berhasil membuat Benjamin diam-diam memuji bagaimana sebuah warna dapat dengan tepat mendefinisikan sesuatu ㅡatau bahkan seseorang.

Leo dan abu-abu dingin adalah sebuah kesatuan yang solid. Ben mengakuinya. Keduanya sama-sama semu, samar, namun juga tebal di waktu yang sama. Mencekam sekaligus tenang, menarik namun juga menenggelamkan, membingungkan namun tegas. Jenis asimilasi dua kalimat yang maknanya bertentangan namun tetap mencipta harmonis.

"Long time no see, Ben."

Leo membalik kursi putarnya yang semula menghadap pada hamparan cahaya kota hingga kini maniknya berada sejajar dengan manik Ben.

Lelaki dari balik meja kerja Leo itu tidak repot-repot membalas, "To the point aja. Lo nggak mungkin nyuruh gue kesini cuma buat basa-basi nanya kabar kan?"

"Wow, sejak kapan lo jadi nggak sabaran begini?" Leonard Tranggana terkekeh sinis.

Tapi Benjamin yang tenang jelas tidak akan tersulut dengan mudah, "Kali ini soal apa?"

Leo menyeringai, "Gue rasa lo udah tau jawabannya."

"Gue nggak tertarik." Ben membalas tegas. Sinar matanya yang kokoh tidak gentar menghadapi tatapan menusuk yang kini Leonard layangkan untuknya, "Itu di luar kesepakatan kita. Gue berhak menolaknya."

Suhu pendingin udara dalam ruang kerja Leo terasa semakin menggigit, namun tensi percakapan antara dua laki-laki dewasa disana justru semakin naik. Seperti api yang bersiap memercik ke tumpukan bensin.

Leonard Tranggana bangkit dari duduknya. Dengan pandangan yang masih melekat pada sang lawan bicara, pria itu melangkah perlahan sambil menyapu ujung meja dengan telapaknya yang kasar.

"Lo hanya boleh menolak atas izin gue." Seperti mengoreksi pernyataan Benjamin, Leonard kembali melanjutkan, "Tapi lo bahkan nggak minta konfirmasi dari gue dan langsung pergi gitu aja waktu itu."

". . ."

"Apa lo tau seberapa besar kerugian yang harus gue tanggung akibat perbuatan lo waktu ituㅡ"

"Bukan urusan gue."

"HAMPIR DUA BELAS MILYAR!"

Teriakan Leo terdengar menggema ke penjuru sudut ruang. Binar mata lelaki itu menunjukkan amarah yang tidak lagi dapat disembunyikan. Api yang semula hanya percikan kini berubah menjadi kebakaran hebat. Tuas kendali emosi diri Leo seperti ditarik dengan keras saat komentar menyepelekan dari Ben terlontar. Dan melihat bagaimana perangai lelaki yang masih kokoh berdiri seperti tak kenal takut itu semakin membuatnya semakin ingin meledak.

"Dua belas milyar yang bahkan lebih besar dari harga nyawa lo." Leo kembali berujar, "Tapi apa lo tau apa yang lebih buruk dari itu?"

". . ."

Us ㅡBBHWhere stories live. Discover now