Malam mulai merambat. Mengganti warna jingga serupa bunga dengan gulita yang pekat. Waktu dimana senyap harusnya jadi satu-satunya hal yang menemani dan berkawan.
Namun sama halnya seperti Jakarta, Bali dan segala isinya hampir tidak pernah mengenal kata tidur. Lampu-lampu kota tidak pernah meredup meski malam kian mengelam. Sebaliknya, justru kesenangan yang sebenarnya baru akan dimulai ketika tidur harusnya jadi aktifitas yang di lakukan paling utama.
"Gue nggak minum."
Adalah jawaban Benjamin ketika Martin menggeser segelas martini kearahnya. Lelaki itu kini tengah duduk di kursi tinggi di tengah-tengah bar sambil mengamati keadaan disekitarnya yang mulai kacau diisi oleh pelanggan yang mulai high. Baik dari dalam maupun luar negeri.
"Cuma segelas nggak akan bikin lo teler, Ben." Balas Martin sambil menyeruput gelas alkoholnya sendiri.
Tapi sayangnya, Ben tetap bersikukuh. Dia tidak ingin ikut bersenang-senang sekarang. Tidak ketika dua malam sebelumnya dia sudah menemukan kesenangannya tersendiri bersama dengan Keara.
"Salah satu diantara kita harus ada yang stay sober kalau nggak mau kecelakaan gara-gara nyetir mabuk." Suara Fabian yang ada di samping Martin langsung menengahi. Membuat lelaki paling tua dalam kelompok tersebut tak urung memasang wajah heran.
"Tumben lo berdua kelihatan akur?"
"Lagi males berantem." Jawab Fabian pendek. Lelaki itu meneguk alkoholnya sebelum beralih ke Ben, "Lagian belakangan dia juga nggak bikin onar."
Ben hanya membuang pandangannya. Tidak tertarik.
Iris lelaki itu kini menyisir kearah lantai dansa yang sudah penuh sesak. Muda-mudi dengan senyum yang hampir tidak sadar sibuk melenggak-lenggokkan badan kesana kemari. Mengabaikan fakta bila mungkin saja mereka akan menabrak seseorang yang tidak mereka kenal. Tapi bukankah memang begitu cara kerjanya? Tidak sengaja bertemu dengan seseorang yang asing kemudian saling bersenang-senang hingga pagi menjelang lantas kemudian menjadikan orang yang mereka temui sebagai bagian dari imajinasi lama yang terlupakan?
Calvin sepertinya akan menjadi salah satu lelaki yang paling menikmati siklus tadi. Dilihat dari tingkahnya yang masih suka menempel pada wanita sana-sini, tampaknya lelaki itu memang tidak pernah benar-benar tertarik untuk menjalani sebuah hubungan jangka panjang. Buktinya sekarang, lelaki itu justru sedang mencoba merayu seorang gadis mabuk yang tengah menari dengan gila diatas lantai dansa.
Ben hanya tertawa miring ketika perempuan yang Calvin rayu tadi serta-merta mulai menempelkan tubuhnya pada sang kawan. Well, lagipula dengan uang berlimpah, paras tampan, juga mulut yang semanis madu, gadis mana yang tidak akan lumpuh bila dihadapkan pada sosok se-sempurna Calvin Himawan?
"Temen lo tuh kayaknya emang terlahir dengan bakat menjadi tukang coblos yang luar biasa ya?" Fabian tertawa mengamati kelakuan Calvin di depan sana.
YOU ARE READING
Us ㅡBBH
FanfictionMengenai sebuah hubungan yang dibentangkan oleh perbedaan. Antara aku dan kamu . . . Dapatkah berubah menjadi kita? ⛓Warn: •Crime-Action •Non-baku •Some harsh words, slightly mature •Including a lot of crime scene and action Cover picture by me @wa...