🔗18. Serendipity

165 29 142
                                    

Senja tengah memamerkan keindahan warnanya diatas kanvas langit ketika Benjamin selesai landing di Soetta

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Senja tengah memamerkan keindahan warnanya diatas kanvas langit ketika Benjamin selesai landing di Soetta. Lelaki yang tampak lebih berantakan dari biasanya itu kini tengah menggeret koper kecilnya dengan langkah gontai melewati pintu kedatangan. Wajahnya lelah, namun pikirannya jelas lebih lelah. Membuat Ben yang sebetulnya sudah biasa terbang jadi sedikit terkena jet lag ketika turun dari pesawat.

Kepalanya pening, perutnya mual. Benjamin sudah seperti orang yang hampir sekarat. Dunia dalam pandangannya seperti berputar. Ketika dirasa bising disekitarnya perlahan kian senyap, lelaki itu memutuskan untuk duduk sebentar di atas pembatas besi yang dekat dengan lantai. Tanpa membuka masker dan topi yang menutupi wajah, mata Ben terpejam sejenak. Mencoba mengembalikan kewarasan yang sempat menguap. Dia harus bertahan. Dia tidak boleh kehilangan kesadaran.

 Dia tidak boleh kehilangan kesadaran

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Are you okay?"

Ketika membuka mata, hal pertama yang Ben lihat adalah ujung sepasang sepatu flat berwarna marun dengan hiasan pita kecil ditengahnya. Lelaki itu mengernyit sebentar, namun tak urung mendongak guna mengetahui siapa pemiliknya.

Dibalik masker, senyum tipisnya terkembang lemah.

"Kamu datang."

Keara masih belum kehilangan raut panik sewaktu Ben bicara. Gadis itu malah ikut berjongkok guna menyamakan tingginya dengan si lelaki. Menyentuh sebelah lengannya dengan halus, lantas kembali bertanya.

"Kamu nggak apa-apa?" Ulangnya, "Kamu sakit?"

Namun Ben hanya menggeleng. Dengan tatapan yang tidak beralih dari wajah ayu sang gadis, lelaki itu membuka maskernya. Meletakannya dengan acak kedalam saku celana jeans yang tengah dia kenakan.

"Muka kamu pucat banget!".

"Kamu ngapain jongkok gitu?"

"Ben, jawab yang serius!" Keara menyentak ketika sebelah tangan lelaki itu mengelus wajahnya.

Benjamin sepertinya sudah gila, karena hal berikutnya yang dia lakukan adalah tertawa. Literally tertawa, terkekeh dengan suara sumbang yang seketika membuat Keara diam. Rasa takjub, takut, dan khawatirnya melebur menjadi satu.

Us ㅡBBHWhere stories live. Discover now