Terakhir kali Calvin melihat sosok Benjamin jadi sekacau kabel kusut adalah saat pemuda itu berhasil dalam misi pertamanya untuk menghabisi seorang bandar lepas yang terlibat dalam sebuah pertarungan karena berebut wilayah. Itu adalah kali pertama Ben merenggut nyawa seseorang. Walau sebenarnya maksud pemuda itu hanya sekedar membela diri, namun nyatanya lelaki gemuk yang semula senang memasang wajah pongah itu akhirnya berakhir terbujur tanpa nyawa dengan lelehan darah di sana-sini.
Calvin yang sudah biasa hanya terdiam, mengagumi bagaimana cara si anak baru bekerja. Tidak buruk, batinnya berujar kala itu. Namun tak lama, tubuh Ben justru ikut ambruk di dekat korbannya tadi. Membuat Calvin seketika panik dan segera berlari untuk menggotongnya ㅡtentunya setelah memerintahkan beberapa orang untuk membereskan tempat kejadian.
Lelaki tinggi itu membawa tubuh Ben ke apartemennya. Menunggu beberapa jam hanya untuk mendapati Benjamin siuman dengan keadaan seperti orang gila yang baru saja kabur dari rumah sakit jiwa. Berteriak sambil menjambak rambut, dan matanya di penuhi binar ketakutan. Calvin jadi iba. Niatnya mendekati Ben untuk membantu pemuda itu keluar dari ketakutan supaya mampu menghadapi dunia gelap perlahan berubah menjadi sebuah ikatan yang lebih bermakna. Sebuah ikatan yang pada akhirnya membuatnya dan Ben berhasil menjadi dua orang yang saling memahami tanpa harus berbicara.
"Radheon ada diluar." Kata Calvin setelah membuka pintu kamar Ben.
Suasana di dalam sana terasa gelap, hanya sinar bulan yang menembus tirai yang jadi satu-satunya sumber pencahayaan. Dan sepertinya lelaki yang kini tengah berbaring memunggungi Calvin tersebut tidak tertarik untuk sekedar menyalakan saklar.
Ben masih belum menjawab ketika perlahan Calvin Himawan kembali mendekat, "Ada Lila juga. Mereka bawain lo makan. Ayo keluar."
"Gue nggak lapar, Vin." Suara lirih Ben menyahuti.
Calvin berdecak, "Tapi lo jarang makan belakangan. Gue takut lo sakit."
"Gue nggak apa-apa."
"Ben!" Sentaknya tak sabar, "Lo bukan anak kecil, dan sekarang, bukan waktunya lo jadi anak kecil! Keluar. Makan. Apapun masalah lo, hadapi. Jangan malah sembunyi begini!"
Selesai bicara, Calvin segera keluar sembari membanting pintu dengan keras. Sengaja, supaya Benjamin tahu soal betapa kesal perasaannya sekarang.
"Masih nolak?" Lila segera bertanya setelah Calvin sampai ke pantry dan duduk disalah satu kursi tinggi di dekat meja panjang.
Lelaki itu hanya mengangguk sambil menghela nafasnya.
Radheon yang sejak tadi sibuk menyiapkan makanan keatas meja ikut bertanya, "Dari kapan dia begini?"
"Habis balik dari bali." Calvin mendesah lelah, "Gue nggak tau apa yang terjadi, tapi itu anak sempat nggak bisa dihubungin seharian. Gue juga belum ketemu dia waktu tau-tau Fabian telepon katanya Ben lagi ngeberesin urusannya Leo."
YOU ARE READING
Us ㅡBBH
FanfictionMengenai sebuah hubungan yang dibentangkan oleh perbedaan. Antara aku dan kamu . . . Dapatkah berubah menjadi kita? ⛓Warn: •Crime-Action •Non-baku •Some harsh words, slightly mature •Including a lot of crime scene and action Cover picture by me @wa...