Mungkin begini rasanya disambar petir disiang hari atau bisa juga dibilang jatuh ke jurang setelah terbang melayang. Beberapa hari yang lalu kuterima pesan darinya, seseorang yang sangat kudambakan dan kunanti selama ini. Bukan main kegembiraan yang kurasakan. Segala lelah letih setelah seharian bekerja hilang sirna hanya karena satu pesan singkat darinya.
"Bagaimana kabarmu ? apakah weekend ini pulang kampung, ayo kita bertemu"
Debaran di dada ini masih kencang dan tak mau diam. Segera kupesan tiket kereta secara online setelah kubalas pesan itu untuk menyetujuinya. Sebelumnya tak ada rencana pulkam minggu ini karena aku pulkam sebulan sekali dan baru minggu lalu aku ke rumah. Bukan karena apa, tapi cukup melelahkan jika harus bolak-balik dari kost ke kota asal dimana perjalannya saja hampir 8 jam dan di rumah pun hanya menghabiskan waktu satu malam. Selain itu juga agar bisa lebih menghemat anggaran.
Sore ini selepas pulang kerja aku langsung meluncur ke stasiun naik kereta yang membawaku ke kampung. Kulihat jam menunjukkan pukul 5. Masih ada waktu sekitar satu jam hingga maghrib menjelang. Kuluruskan kaki sebentar dan memakan cemilan sambil menunggu adzan. Setelah sholat, keretaku datang dan kunikmati sepanjang perjalanan ini dengan begitu banyak bayangan. Kira-kira kenapa dia mengajak bertemu setelah sekian lama. Aku tak sabar melihatnya lagi.
***
Aku sudah sampai terlebih dahulu di lokasi pertemuan. Sebuah cafe sederhana dengan interior ala minenial yang cukup menarik mata bagi muda-mudi yang ingin bersantai dan sekedar nongkrong bersama. Kulihat tidak begitu ramai namun tiap pengunjung pergi selalu ada pengunjung lain yang masuk seolah-olah mengganti tempat kosong yang baru saja ditinggalkan. Lalu-lalang orang yang datang membuatku reflek menoleh, namun lagi-lagi kecewa menyelimuti. Bukan dia. Apakah dia sengaja atau lupa.
Aku melanjutkan chatting-ku dengan Tania. Sahabat terbaikku sekaligus tempat berceritaku. Kami bersahabat sejak SMA. Tania adalah saksi bagaimana bucinnya aku kala itu saat aku menyukai cowok yang sedang kutunggu ini. Bukan LDR bahkan pacaran saja tidak, yang kutahu aku menyukainya dan dia tahu bagaimana perasaanku padanya. Kita masih berteman biasa walau tak seakrab dulu di SMA karena tiap hari bertemu. Aku dan dia masih sama-sama sendiri tidak memiliki pacar setidaknya begitu anggapanku.
"Maaf, sudah menunggu dari tadi ?" suara itu membuat pandanganku beralih dari layar ponsel.
"Ah..yaa lumayan" jawabku gugup. Dia masih tetap sama tapi lebih mempesona.
Canggung. Hampir 10 menit kami diam, saling curi pandang dan langsung mengalihkan mata saat ketahuan. Kupegang erat gelas berisi jus dingin itu, memberanikan diri.
"Jadi, bagaimana kabarmu ?" aku membuka obrolan. Mencoba basa-basi.
Seulas senyum terkembang, namun lebih terkesan dipaksakan. Ada sebuah kekhawatiran disana.
"Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu ?" tanyanya kembali.
"Seperti yang kau lihat, aku menikmati semuanya. Pekerjaan, lembur, bolak-balik perantauan..yaah meskipun sedikit melelahkan" aku mencoba bercanda mencairkan suasana.
Dia tersenyum lagi mendengar jawabanku. Tangannya mencari sesuatu di balik tas kecil yang dibawanya.
"Sebenarnya...ini alasanku mengajak bertemu" dia mengeluarkan sebuah undangan. Menaruhnya di meja dan menyodorkannya padaku. Kuraih dengan perasaanku yang semakin was-was. Milik siapa itu ?
"Hana Humairah dan ..... Dzihan Dewantara ?!" aku terkejut dan memandangnya penuh tanda tanya. "Ini...milikmu ?"
"Iya, benar" jawabnya pelan disertai anggukan.
Dadaku terasa sesak. Mataku mulai memanas. Tahan..tahan...jangan disini.
"Selamat..." ucapku agak parau menahan diri. "teman kuliah ? teman kerja ?" tanyaku lagi.
"Bukan. Kami baru dua bulan ini kenal. Dia keponakan dosenku. Beliau yang mengenalkan" jawabnya sangat berhati-hati.
Dua bulan ?! Dan dia langsung serius ingin menikahinya ?
"Pasti dia orang yang luar biasa. Sekali lagi selamat" ucapku yang kupaksakan.
Aku tidak mungkin bisa menahannya lebih lama lagi. Kusimpan undangan itu dan beranjak berdiri.
"Sudah mau pergi ?" tanyanya terkejut sambil memandangku. Kualihkan pandangan.
"Yaa, ada sesuatu yang perlu kuurus. Sampai disini saja ya" aku mencari-cari alasan agar tidak disana lebih lama lagi. Kulangkahkan kaki melewatinya.
"Maaf" ucapnya lembut.
Mendadak langkahku terhenti. Tepat disampingnya. Air mata ini tak bisa kubendung lagi.
"Maafkan aku" ulangnya.
Tidak !!! jangan berkata apapun lagi ! kumohon !
"Aku tahu perasaanmu selama ini, tapi dengan egois aku- ..."
Kujatuhkan diriku ke pelukannya. Kupeluk erat dirinya.
"Untuk terakhir kali saja" ucapku pelan. "Biarkan aku kehilangan akal sehat sebentar"
Kurasakan tubuhnya mematung. Terkejut. Kulepaskan pelukanku.
"Kurasa aku tidak akan sanggup memandangmu lagi. Semoga kau bahagia"
Setengah berlari aku meninggalkan cafe itu. Meninggalkan dirinya dan melepas semua kenangan yang kusimpan selama ini. Bukan salahnya bukan salah orang lain. Salahku sendiri yang masih menyukainya selama ini. Hampir lima tahun menjalani kisah cinta sendiri. Dasar bodoh ! memalukan ! gila !
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA [END]
RomanceMenanti adalah hal yang membosankan. Tapi mengapa aku betah melakukannya. Entah apa yang akan terjadi dipenghujung penantian. Apakah hanya kisahku atau hanya kisahmu ? ataukah mungkin menjadi kisah kita ? ..... "Itu...lagi ada yang populer kan. Gima...