Part 3 : Cek Lokasi

108 12 0
                                    

Berbeda dengan perjalanan kemarin yang begitu semangat karena aku tak sabar ingin bertemu, kali ini aku kembali masih membawa kelesuan dan kekecewaan. Kuputuskan naik bis biasa sehingga perjalanan sampai kos memakan waktu hampir 8 jam, kalau naik kereta hanya sekitar 4 jam. Biarlah aku menikmati kesendirian ini di tengah-tengah keramaian.

Kondektur memberikan karcis setelah kuserahkan beberapa lembar uang. Kuamati selembar kertas kecil itu. Mengingatkan lagi akan dirinya.

***

Kegalauan akhir bagi kami anak SMA hanya satu. Memilih masa depan dengan memilih tujuan. Kuputuskan untuk kuliah. Namun masih belum pasti di universitas mana dan mengambil program pendidikan apa. Karena tujuannya kuliah, maka dimanapun itu kucoba mendaftar dengan berbagai pilihan. Seperti cap cip cup. Mana yang bakal terpilih atau membuat undian hasil apa yang bakal keluar. Kucoba semua jalur (khusus untuk universitas/politeknik negeri).

Karena gagal di jalur SNMPTN yang hanya seleksi nilai raport. Aku mencoba jalur SBMPTN dimana kami semua harus mengikuti tes tulis ujian masuk (bisa PBT atau CBT). Aku mendaftar lokasi tes di daerah Jateng dan finalisasi. Akhirnya kudapatkan lokasi di SMAN 5. Beberapa temanku juga memilih daerah yang sama namun sayangnya lokasi kami tidak ada yang sama meskipun kita klik pendaftaran bersamaan.

Karena diperaturan tertulis bahwa H-1 tes peserta harus cek lokasi, maka kami memutuskan untuk survai bersama pada H-2 saat itu hari Minggu. Aku yang sama sekali tidak tahu daerah SMAN 5 ikut nimbrung saja dengan teman-temanku. Ada sekitar sepuluh orang yang ikut. Semua sudah terencana kami akan berangkat jam 8 dengan meeting point di terminal.

Malamnya sebelum berangkat, teman-temanku membatalkan diri untuk ikut serta karena berbagai alasan. Ada yang ingin berangkat sendiri bersama keluarga sambil mampir ke saudara. Ada yang motoran sendiri, dll. Aku mulai resah karena aku tak tau rute dan sangat awam pergi sendirian apalagi ini lumayan jauh. Akhirnya aku chat Dewa, karena seingatku dulu dia pernah menetap di daerah sana beberapa bulan. Meskipun tidak dekat lokasi tes setidaknya masih satu kota. Aku meminta tolong agar dia tetap berangkat sesuai rencana dan mau menemaniku. Dia menjawab sanggup meskipun nanti hanya kita berdua saja yang survai. Lega. Perasaanku saat itu benar-benar lega.

Keesokan harinya saat kita jumpa di terminal dia berkata kalau Rama ikut juga. Jadi kami nanti akan pergi bertiga. Yaaah gagal kencan. Kami bertiga naik bus antar provinsi menuju kota itu. Kami mencari-cari kursi kosong. Sebagai cowok mereka mengalah dan membiarkanku duduk dulu saat mendapati kesempatan ada penumpang yang turun. Mereka masih berdiri di dekat tempat dudukku. Tak lama kemudian mereka duduk juga. Kami bertiga duduk terpisah namun Dewa masih berada di dekatku sehingga kami masih bisa mengobrol diantara lalu lalang penumpang. Dia menunjukkan ku berbagai tempat yang ia kenali. Aku hanya mengangguk dan antusias. Beberapa lokasi terlewat. Saat kami turun kami bertiga melihat peta melalui GPS. Kami akan menuju lokasi tesku yang harus naik angkota lagi karena letaknya masih agak jauh dari jalan raya utama. Aku mengingat-ingat jalan dan rute yang telah kami lewati. Kelemahanku sejak dulu adalah aku susah menghafal jalan. Semoga saja saat hari H aku tidak lupa.

Setelah melihat lokasi SMAN 5. Kami memutuskan istirahat. Mencari mushola untuk sholat dzuhur lalu setelah itu kami makan siang bersama di warung mi ayam.
Aku kaget melihat Rama yang memasukkan es batu pada mangkuk mi. Katanya biar mi nya segera dingin dan bisa dinikmati. Aku dan Dewa tertawa ngakak melihat tingkahnya. Sambil ngobrol-ngobrol, kutanyai mereka kemana lagi setelah ini. Pulang. Hah ! Aku tidak salah dengar ?

Ternyata perjalanan ini sudah direncanakan Dewa. Yang sejak tadi dia selalu cek map di HP. Katanya lokasi ku yang paling jauh dan pelosok sehingga dia dan Rama menemaniku. Saat naik bis tadi lokasi Rama dan Dewa sudah terlewati sehingga mereka tidak perlu turun bis karena tempatnya pas dipinggir jalan raya utama tidak perlu naik kendaraan umum lagi. Hanya tinggal menyebrang. Aku tersentuh dengan niat mereka. Sungguh selama ini teman-teman ku adalah orang yang baik. Akhirnya setelah makan siang kami menunggu bis kembali untuk pulang. Kami tidak naik angkota lagi tapi memilih jalan kaki menuju jalan raya utama. Menikmati perjalanan ini dan juga biar hemat.

Cukup lama hingga akhirnya bis yang kami naiki sampai. Lumayan banyak kursi kosong. Aku langsung memilih kursi di daerah tengah sebelah kanan yang berjejer 3 supaya kami bisa duduk bersama. Aku dipojok dekat jendela. Seperti tau maksudku, Dewa mengikuti ku duduk disampingku. Namun Rama memilih kursi lain dibelakang dekat pintu. Lagi-lagi memisahkan diri. Sepertinya dia tidak mau mengganggu atau mungkin dia yang terganggu. Entahlah.

Aku dan Dewa tidak banyak mengobrol. Mungkin karena sama-sama lelah. Hingga akhirnya aku ketiduran juga. Saat aku bangun kulihat Dewa duduk tepat disampingku dan masih tidur. Ada penumpang lain yang duduk di kursi sebelahnya. Yang awalnya tadi kami cuma duduk berdua di kursi jejer 3. Beberapa kali goncangan bis membuat lenganku bersinggungan dengan lengannya. Sekilas kupandangi wajah itu. Aku bersemu. Malu.

Rama bersiap-siap turun di dekat daerah rumahnya, sedangkan aku dan Dewa tetap turun di terminal. Kami berpisah. Kuucapkan terimakasih pada mereka. Perjalanan ini terasa begitu menyenangkan. Masih kusimpan hingga sekarang karcis bis milikku dan milik Dewa sebagai kenangan.

Aku hanya masih tidak menyangka kami bertiga bisa pergi bersama. Sebenarnya aku pernah menyukai Rama sejak awal masuk SMA. Kehadirannya yang terlambat saat masih pra-MOS sudah mencuri perhatianku. Seperti kata orang, bintang munculnya belakangan. Banyak hal yang kulalui sebagai pengagum rahasianya. Banyak kejadian yang membuatku salah tingkah saat satu grup diskusi dengannya. Akupun pernah patah hati karenanya. Dia memang populer dikalangan wanita. Tidak hanya di kelasku saja. Tapi kelas lain juga sama. Dia orangnya cuek, pendiam, dan terkesan dingin. Jarang bahkan hampir tidak pernah senyum apalagi tertawa. Selama hampir tiga tahun aku menyukai nya. Namun aku mundur. Tidak mau lagi mengaguminya. Karena temanku Sukma ternyata sudah melangkah lebih jauh dan bahkan agresif mendekatinya. Kulihat Rama juga memberi sinyal pada Sukma. Hal ini terjadi saat kami proses rekaman membuat film dia membonceng Sukma untuk pindah lokasi. Darisanalah kuputuskan bahwa semua yang kurasakan pada Rama akan ku akhiri. Dan yang terjadi sesuai dugaan. Sutradara film lah yang menjadi korban cinta lokasi dengan asistennya.

KITA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang