Part 23 : Tameng

28 2 0
                                    

Hampir sebulan ini perasaan Dewa harap-harap cemas akan perkembangan Miko, korban kecelakaan itu. Begitu mendengar kabar bahwa Miko sudah siuman, beberapa hari kemudian Dewa meminta adiknya, Azka untuk menemaninya menjenguk di RS. Meski Dewa sendiri masih dalam tahap pemulihan dan masih belum bisa berjalan.

Perasaan khawatir menyelimuti Dewa. Bagaimana jika keluarga Miko melarangnya untuk menemui Miko. Karena tempo hari saat mereka mengajukan gugatan pada Dewa, mereka sangat anarkis dan penuh emosi akan kehadiran Dewa di persidangan. Dewa tidak bisa menerka apakah gugatan itu akan di teruskan dan akan membuat dirinya dipenjara beberapa tahun ke depan atau mungkin mendapat keringanan hukuman.

"Kenapa mas ?" Tanya Azka melihat kakaknya yang begitu khawatir.

"Apa lebih baik nggak usah ya, ntar malah ribut disana" ujar Dewa.

"Nanggung mas, udah jauh-jauh juga kita kesini. Coba dulu lah. Bismillah. Kita kesini kan niatnya baik" ujar Azka bijak. Tumben bener nih anak.

Dengan mendorong kursi roda kakaknya, mereka memasuki RS menuju kamar Miko. Setelah di ketuk, pintu itu terbuka dari dalam. Sosok wanita yang pernah dilihatnya itu kaget menatap ke arah Dewa.

"Siang, mohon maaf mengganggu. Kami kemari hanya ingin menjenguk Miko" Ucap Azka.

Wanita yang merupakan ibunya Miko itu melotot penuh selidik ke arah Dewa.

"Tidak perlu repot-repot menjenguk anak saya" ketusnya dengan niatan menutup pintu dan masuk kembali.

"Siapa Ma ?! Oh...mas itu" suara bocah dari dalam. "Sini-sini mas masuk. Miko sudah sehat lho" ucapnya polos.

"Miko ! Dia orang yang udah nabrak kamu lhoo. Udah biarin aja" kata Mamanya tak suka.

"Bukan ma, mas itu yang nolongin Miko tapi malah ketabrak truk" cerita Miko. "Ayo mas masuk sini"

Akhirnya ibunya Miko mengijinkan mereka masuk karena paksaan dari anaknya. Dari kejauhan ia mengamati tajam ke arah Dewa yang tengah berbincang entah apa itu yang disambut antusias oleh anaknya. Ada perasaan lega disana. Melihat anaknya sadar dan kembali bersemangat seperti biasa, meskipun beberapa operasi dan jahitan di kakinya tidak akan mengembalikan kenormalan berjalan Miko untuk selamanya. Begitu terang dokter akan kondisi Miko setelah pulih nanti.

Karena begitu larut tenggelam dalam pikirannya sendiri, tak sadar wanita itu sudah menghabiskan satu botol air mineral dalam sekali teguk. Dia meremas botol hingga terdengar suara "kretek" sebelum akhirnya membuang kemasan itu ke tempat sampah.

"Mas...mas...kenapa mas" Azka khawatir melihat kakaknya yang panik mendadak sambil kedua tangannya menutupi telinga.

"Hentikan...jangan suara itu !!!! Hentikan !!!" Dewa tampak begitu gugup, keringat dingin mengalir deras di wajahnya yang sudah tampak memucat.

"Mas kenapa ma ?" Miko tak paham apa yang terjadi hanya melihat penuh kebingungan.

Wanita itu ikut kalang kabut dibuatnya. Azka masih berusaha menenangkan tubuh Dewa yang gemetaran.

"Tolong panggilkan dokter, bu" pinta Azka pada ibunya Miko.

Setelah beberapa orang berseragam putih itu datang, mereka langsung menangani Dewa dengan cekatan. Azka duduk gelisah di luar kamar, menunggu Dewa yang masih di periksa dokter di dalam. Wanita itu datang duduk disebelah Azka.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada dia" ucapnya mencoba simpati.

"Trauma pasca kecelakaan" jawab Azka.

"Maksudnya ?" Ibunya Miko tidak memahami ucapan Azka.

"Dengan tulus kami turut senang mendengar Miko sudah siuman. Namun mas Dewa begitu menyesal karena Miko tidak bisa berjalan normal kembali" terang Azka.

"Saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Miko dengan tegas menceritakan kalau kakak mu lah yang berusaha menolongnya bahkan saat polisi menanyakan hal itu, Miko tetap bersikeras dan menjawab hal yang sama tanpa takut sama sekali" jelas ibunya Miko.

"Saya tahu anda merasa marah pada mas Dewa karena sudah menabrak Miko tanpa sengaja. Tapi tolong hargai kakak saya yang berani mengambil resiko seperti itu demi menolong putra anda" ucap Azka hormat.

"Miko beruntung bisa selamat dan berjalan kembali meskipun tidak normal. Tapi mas Dewa-, "ucap Azka terhenti. Bulir air mata itu lepas tak bisa di tahannya disusul dengan buliran yang lainnya.

"Dokter bilang kalau mas Dewa mengalami trauma pasca kecelakaan. Secara fisik kedua kakinya memang baik-baik saja. Namun karena tauma itu, saat mendengar suara tulang kaki Miko terlindas. Mas Dewa tidak sanggup berjalan lagi karenanya. Rasanya seolah-olah kakinya sendiri yang mengalami hal itu" jelas Azka disela tangisnya.

Wanita itu yang awalnya basa-basi bersimpati karena penasaran, kini ikut terenyuh dan sadar akan kesalahannya. Kalau dipikir-pikir lagi bisa saja dia akan langsung kehilangan Miko akibat terlindas truk. Namun ada orang lain yang peduli bahkan mengorbankan dirinya sendiri untuk menjadi tameng Miko. Walau ujung tameng itu menggores Miko dan meninggalkan bekas luka disana. Namun tameng tersebut malah retak dan bisa hancur kapan saja.

Dengan egois dia memutuskan sendiri bahwa anaknya yang paling menderita. Akhirnya dia memutuskan untuk percaya. Mempercayai Miko, putranya. Percaya bahwa Dewa adalah tameng retak yang melindungi Miko. Kini dia tidak akan menambah keretakan itu akibat kesalahannya. Dia akan melunasi hutang untuk memperbaiki keretakan tameng tersebut agar kuat kembali.

Wanita itu berdiri. Membelakangi Azka yang masih sesenggukan sambil melap hidungnya.

"Saya akan mencabut gugatan. Saya janji akan ikut membantu menyembuhkan dia dari traumanya. Maaf atas keegoisan saya selama ini. Saya berhutang terimakasih pada Dewa" ucapnya sambil memunggungi Azka.

Azka terkejut namun senang.

"Membiarkan mas Dewa berkonsentrasi menjalani rehabilitasi tanpa memikirkan soal gugatan, sudah cukup untuk kami. Anda tidak perlu melakukan apapun lagi karena mas Dewa menolong Miko tulus tanpa ada maksud lain" balas Azka.

"Baiklah. Sampaikan salam dan maaf kami pada Dewa dan keluargamu. Tenang saja, saya tahu balas budi. Permisi"

Dasar orang kaya songong !!! hardik Azka dalam hati.

Astaghfirullah.

KITA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang