Part 12 : Delapan Belas

47 3 2
                                    

Besok aku akan keluar berdua bersama Erlang lagi setelah sekian lama. Aku tidak tahu apakah dia modus atau memang perlu bantuan. Selama menjadi rekan kerja kami bersikap biasa seolah dulu tidak pernah terjadi sesuatu. Kutepis segala pikiran burukku tentangnya. Kalaupun dia modus mungkin aku akan menjalaninya seperti biasa, hatiku belum memiliki rasa.

Sudah hampir sebulan sejak mudikku terakhir kali. Aku tidak mau tau kabar apapun tentang Dewa lagi. Sudah kukatakan langsung pada Tania saat kami berjumpa. Kukatakan juga pada Wahyu (cowok) dan Putra agar tidak menyebutkan lagi soal Dewa padaku. Awalnya aku tidak begitu akrab dengan Wahyu dan Putra, kami akrab dan sering chat karena pada tahun kedua mereka bertanya-tanya banyak hal persoalan kuliah padaku. Mereka berencana masuk kuliah juga. Hingga akhirnya mereka berkuliah di kampus swasta dan kami sering bertukar cerita bahkan menyangkut cinta.

Sesuai rencana, Erlang yang akan mengantar jemputku di kos. Aku sudah siap menunggu di depan dengan berpakaian rapi. Mengenakan celana kain hitam, atasan kaos biasa dilapisi jaket parka serta membawa tas kecil tempat HP dan dompet. Aku tidak berencana membeli apapapun atau kemanapun, aku hanya akan pergi bersamanya.

Sesampainya di toko buku, dia langsung melihat daftar judul yang dikirimkan oleh adiknya. Dia mengirimkan padaku juga. Kami mencari bersama dengan saling memandangi ponsel masing-masing.

"Bagaimana kabar Erlina ?" tanyaku mengawali.

"Yaah begitulah, sedang menyiapkan diri untuk kenaikan kelas tiga" jawabnya.

"Kelas tiga SMA ?!" sahutku tak percaya

"Tentu saja"

"Waaah cepat sekali" kataku lagi

"Menurutmu sudah berapa lama sejak terakhir melihatnya" balasnya.

Aku menoleh, kami saling bertatapan. Sorot matanya seolah memaksaku mengingat sesuatu. Aku mengalihkan pandangan. Mencoba menghindar.

"Aku akan mencari buku kesana" ucapku menjauh dari tempatnya berada.

***

Banyak perubahan yang terjadi padaku selama berkuliah, padahal belum genap satu semester. Aku seakan menjadi pribadi yang lebih terbuka. Selama sekolah dulu aku memang tidak begitu banyak memiliki teman, hanya beberapa namun masih sangat akrab sampai sekarang. Kualitas di atas kuantitas. Aku yang dulu pemalu dan suka mengasingkan diri sudah bisa membaur dengan orang asing dan tiba-tiba saja sudah ikut bergabung. Aku orang yang sangat curigaan dan over nething (negative thinking), berbagai hal selalu kulihat dari sisi negatifnya terlebih dulu. Terlalu lambat mengambil langkah karena terlalu lama berpikir akan resikonya. Lambat laun aku bisa menjadi orang yang mengalir bebas, mengikuti arus, dan terus maju melakukan segala sesuatu yang berjalan tanpa rencana dengan apa adanya.

Tak terasa aku dan Erlang semakin dekat. Tak hanya chat kami juga sering bertelepon. Tak jarang juga kami meluangkan waktu makan bersama entah di kantin atau di warteg setelah kegiatan kampus selesai. Panggilan aku kamu dan panggilan khusus untukku dia ucapkan. Hanya dia yang memanggilku dengan sebutan "Vey" sesuai nama akun line ku. Bukan nama panggilan asliku. Dia juga memintaku untuk memanggilnya sebagai pembeda dari yang lain. Namun aku tidak bisa. Terasa aneh.

Satu hal sejak dulu yang membuatku tidak suka adalah menjadi pusat perhatian. Karena aku sering terlihat bersama dengannya kesana-kemari, banyak teman-teman prodiku (dari kelasku dan kelasnya) yang selalu menggodaku dihadapan kating bahkan saat matkul di kelas di depan dosen. Aku tidak suka. Padahal bukan aku saja, malah dari kelasku dan kelasnya sudah ada beberapa pasangan resmi yang berpacaran. Kenapa malah aku yang dijadikan sasaran.

Proses pendekatan itu masih berjalan. Aku memiliki sahabat baru di kelas, Syla. Kami kesana kemari berdua. Aku juga sering nebeng dia jika ada kegiatan yang mengharuskan kami pulang malam (biar gak bersepeda malam). Lucunya ada gosip cinta segitiga diantara kami. Syla satu kempok PKM dengan Erlang sehingga mengharuskannya untuk sering bertemu, diskusi, dan meloby dosen bersama. Teman satu kelas Erlang pernah keceplosan saat melihatku dan Syla di kantin bersama.

"Lhoh kalian bisa jalan bareng juga" kata Sari heran.

"Hah ? Lha kenapa gak bisa" balasku refleks.

Aku dan Syla berpandangan. Baru mengerti maksudnya setelah beberapa saat Sari pergi. Dasar mulut tetangga. Kami berdua tertawa tak menggubrisnya. Pernah juga aku berjalan bareng Syla dan berpapasan dengan Erlang, aku dan Syla refleks tersenyum menyapa. Namun Erlang terlihat memalingkan muka dan hanya memandangku, aku jadi merasa bersalah dengan Syla.

Erlang pernah berjanji akan memberikan kado ulang tahun untukku, sehingga pada hari H aku chat dia untuk menagihnya. Dia sepertinya pura-pura lupa atau memang mungkin lupa beneran. Malam itu dia memintaku keluar, mengajak makan bersama di depan kosku. Kulihat dia masih pakai baju rapi, sepertinya baru pulang kuliah. Setelah selesai dia memberikan bungkusan. Aku malu namun kuterima dengan senang. Setelah berpamitan, aku masuk kos lagi dan kubuka isinya. Sebuah outer/cardigan dua warna (bisa dipakai bolak balik), dan selembar A4 gambar doodle buatan tangan dengan berbagai ucapan. Aku chat dia panjang lebar dan berterimakasih banyak. Ini pertama kalinya bagiku mendapat kado dari seorang cowok.

Ternyata masih ada yang lainnya, dua hari setelah ultahku dia mengajakku keluar bersama (kencan pertama kali dengan seseorang). Katanya di SMA nya ada lomba paskib dia mengajak nonton bersama. Kami berangkat pagi hari karena letaknya di kota sebelah, kota asalnya. Tidak terlalu jauh hanya perjalanan motor sekitar satu setengah jam. Disana sangat ramai, beberapa kali dia berpapasan dengan teman SMA nya dulu. Aku ikut tersenyum menyapa sebagai bentuk sopan santun dan sesekali mereka menggoda kami namun aku pura-pura tidak dengar. Kami berjalan berkeliling stand-stand makanan. Membeli beberapa es dan cemilan.

Erlang mengajakku untuk foto bersama, sambil menunjukkan tempat yang sudah di dekor sedemikian rupa oleh panitia acara. Aku tidak mau, aku orang yang anti kamera dan anti narsis. Aku malu apa lagi di tengah-tengah keramaian seperti itu. Dia terus memaksa, akhirnya ku iyakan saja. Kami berfoto dengan beberapa atribut yang disediakan. Dia meminta tolong pada adik kelasnya yang lewat untuk memfotokan kami dengan HP Erlang. Dia berpose peace sambil tersenyum (kalau tidak salah) dan aku menutup sebagian wajahku dengan atribut agar tidak terlihat jelas.

Aku bilang padanya untuk tidak mengupload foto kami di akun sosmednya. Aku tidak suka. Dia tampak kecewa namun berjanji tidak akan melakukannya. Kami pergi dari SMA nya sekitar dzuhur menjelang. Ku kira kita akan langsung balik kos, ternyata dia mengajakku untuk mampir ke rumahnya, sholat dzuhur disana. Aku terkejut. Langsung diajak bertemu keluarganya ?

Aku sempat menolak ragu tapi akhirnya kami tiba disana. Hanya ada ibu dan adik perempuannya yang masih SD kelas 6, ayahnya yang seorang TNI sepertinya masih dinas kerja. Aku mengobrol bersama mereka berdua di ruang tamu, sedangkan Erlang pergi keluar membeli makan siang. Aduuh aku ditahan disini.

Ibu Erlang meninggalkanku sebentar untuk sholat, aku hanya disana dengan adiknya yang sejak tadi tersenyum malu tanpa mengobrol. Kulihat Erlina memegangi ponsel Erlang dan sepertinya memotreti ku. Aku pura-pura tidak tahu dan bersikap normal sewajarnya.

Setelah aku sholat dan makan siang, aku berpamitan pada ibu Erlang dengan mengucap banyak terimakasih. Sepertinya beliau terkejut saat menanyai dimana alamatku. Beliau mengiranya aku teman SMA Erlang, padahal aku teman kuliahnya. Mungkin beliau berpikir, baru kenal sudah langsung diajak pulang.

Tenagaku terkuras. Erlang mengantarkanku sampai kos. Aku tepar langsung tidur siang. Malamnya masih ada kegiatan ospek dari hima. Aku berangkat dengan temanku yang lain. Kegiatan kali ini adalah supporteran tanding basket. Aku sempat tak paham karena teman-temanku pada men-ciye dan menggoda ku. Sampai akhirnya Fatma menunjukkan foto terupload di akun sosmednya Erlang. Oooh awas ya nanti !!!

Sesampainya di kos aku chat dia dengan agak marah karena dia ingkar janji. Dia sepertinya tidak begitu menyesal walaupun sudah meminta maaf. Aku tidak bisa menerima itu, saat privasi dan ketenanganku terganggu. Aku lebih sering digoda tiap bertemu teman-teman prodiku dan semakin terganggu.

Momen delapan belasku sebenarnya lebih berwarna. Banyak pengalaman baru dan kejadian serba pertamakali yang kurasakan. Tapi perasaan itu tidak bisa kulupakan, terasa masih ada yang mengganjal di hati terdalamku. Apakah ini rindu ?

KITA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang