Aku memainkan kuku jari tangan sesekali menyeruput minuman hangatku tadi yang sudah sangat dingin. Entah pengaruh AC atau karena situasi tegang ini. Aku terpaksa duduk kembali sehingga rencana kaburku gagal karena Dewa bilang hendak mengatakan banyak hal. Namun sejak tadi masih hening tanpa satu kata terucap.
"Jadi ? Apa ?" Aku membuka suara.
Suasana cangggung begitu terasa. Aku melihat sekeliling. Mengamati meja kursi. Melihat plafon. Pernak-pernik yang mendekorasi dinding. Tanpa sanggup melihat langsung ke arahnya.
Kini terdengar dia menghela napas begitu dalam.
"Sorry." Ucapnya singkat.
Aku meliriknya penasaran.
"Maaf aku begitu pengecut." Lanjutnya.
Aku diam dan terus mendengarkan apa yang akan dia katakan.
"Aku tidak lupa. Sama sekali tidak lupa. Aku sangat ingat apa yang pernah kamu katakan dulu. Aku berusaha tidak mengungkitnya karena takut menjadi tidak nyaman seperti ini."
Rupanya dia ingat semuanya dan bersikap seperti tidak terjadi apa-apa.
"Maaf membuatmu bimbang dan terus menunggu. Sebenarnya aku mengajak bertemu ingin membicarakan hal itu. Tapi aku bingung bagaimana harus memulainya. Siapa sangka kamu mengatakannya lebih dulu."
Ya Tuhan. Kenapa aku tidak sabaran sekali. Seharusnya aku menunggunya biar dia dulu yang memulai. Terkadang aku lupa diri kalau aku ini betina bukan pria.
Aku meringis menyesal.
"Padahal aku yakin kamu belum cukup mengenalku. Kita hanya saling bertemu di SMA dan terlibat urusan sekolah saja. Masih banyak orang baik di luar sana tapi dengan berani kamu mengakui perasaanmu. Terimakasih" ucapnya.
"Tentu saja ada beberapa orang yang pernah kusukai pada masa itu. Bagaimanapun juga aku remaja normal pada umumnya. Hanya saja aku tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan seperti pacaran."
"Beberapa ? Siapa saja ?" Ceplosku.
Astaga mulut ini kenapa nggak bisa ditahan.
"Tidak...tidak..jangan dijawab ! Jangan dijawab !"
Aku reflek menutup mata dan telinga takut mendengar jawabannya bila ada nama yang ku kenal akan dia sebutkan. Beberapa ya ? Apakah aku termasuk ?
"Aku pernah mencobanya saat berkuliah dulu dan itupun tidak bertahan lama. Mungkin aku tidak begitu peka dan mengerti akan hal-hal seperti itu"
"Mencoba apa ?"
"Pacaran"
Jadi dia pernah melakukannya. Dia memiliki mantan kekasih. Sejauh mana hubungan yang sudah mereka jalani ?
Seketika kurasakan ada reruntuhan dalam diriku. Aku merasakan kekecewaan yang begitu besar. Tentu saja dia melakukannya. Itu haknya. Aku juga pernah beberapa kali dekat dan kencan dengan temanku meski tidak pernah berstatus menjadi atau memiliki pacar.
"Maaf" Ucap Dewa yang sepertinya menyadari perubahan ekspresiku.
"Untuk apa meminta maaf. Itu hakmu." Aku mencoba tersenyum, menjawab dengan nada biasa tapi entah kenapa ada amarah yang tidak bisa kujelaskan.
"Karena aku melakukannya meski sudah tahu perasaanmu saat itu"
Tanpa sadar, di bawah meja tanganku meremas tas dengan kuat. Aku sudah tahu bakal begini. Aku sudah mempersiapkan diri. Kenapa rasanya masih tidak sanggup. Apalagi mendengar pengakuan itu dari mulutnya sendiri. Rasa sesak itu semakin menjadi. There's a cold, stabbing pain in my chest.
"Boleh aku tahu, siapa saja beberapa orang yang kamu maksud tadi ?" tanyaku dengan mulut bergetar.
Dewa tampak ragu untuk menjawab. Mungkin khawatir karena rahasianya akan terbongkar.
"Aku janji akan merahasiakannya"
"Ayra teman MTSn ku dulu. Kami masih saling bertukar pesan saat SMA"
Aku mengangguk. Sedikit bersyukur karena bukan orang yang ku kenal.
"Vita dari kelas sebelah. Kami satu ekskul pramuka"
"Ternyata benar. Aku pernah mendengar gosipnya. Lalu siapa lagi ?"
Dewa terkejut namun melanjutkannya.
"Raisa"
Deg. Raisa sahabatku ? Yaaah semua orang tahu kalau Raisa memang cantik dan pintar. Sayangnya sejak semester pertama saat masih berstatus murid baru dia sudah berpacaran dengan Rofiq (juga teman sekelasku) hingga lulus SMA.
"Sudah itu saja ?" pertanyaanku terdengar menantangnya. Rasanya aku sudah semakin tegar.
"Sebenarnya masih ada satu lagi"
Astaga punya bibit-bibit playboy rupanya.
"Ternyata kamu orang yang sangat jujur ya. Siapa lagi ? Sukma ? Salma ?" sindirku.
Dewa tersenyum. Bisa-bisanya dia tersenyum padahal aku sedang dizholimi begini.
"Tidak usah diteruskan. Sudah cukup. Aku yakin masih banyak lagi. Jujur aku juga melakukan itu. Menyukai beberapa orang sekaligus. Yaaaah kamu boleh bangga karena termasuk salah satunya." Kataku yang sudah bisa mengontrol emosi.
"Biar kutebak. Pasti Rama termasuk"
"Hah ?"
Kenapa dia bisa tahu ? Apakah aku bisa dibaca semudah itu. Dia tersenyum menang.
"Ini" Dewa memberiku sebuah flashdisk.
"Buat apa ?"
"Titipan dari Wahyu. Semalem kita habis kumpul bareng. Dia nitip itu waktu aku cerita bakal ketemu kamu hari ini" jelas Dewa.
"Oh" aku menerimanya.
Aku tidak begitu ingat kalau itu adalah flashdisk-ku namun aku cukup familiar dengan bentuk dan merknya sepertinya memang pernah kumiliki. Entah sejak kapan Wahyu meminjamnya.
Tunggu dulu. Dewa bertemu Wahyu ? Dia cerita kalau menemuiku hari ini ? Pantas saja Dewa tahu soal Rama. Jangan-jangan Wahyu cerita macam-macam soal aku. Awas aja ya ! Emang dasar mulut manusia satu itu tidak bisa diandalkan !
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA [END]
Storie d'amoreMenanti adalah hal yang membosankan. Tapi mengapa aku betah melakukannya. Entah apa yang akan terjadi dipenghujung penantian. Apakah hanya kisahku atau hanya kisahmu ? ataukah mungkin menjadi kisah kita ? ..... "Itu...lagi ada yang populer kan. Gima...