Part 28 : Senang

26 3 0
                                    

Panji tak habis pikir dengan kelakuan temannya itu. Pagi tadi diare, sekarang jadi gila. Sejak datang ke pelatihan menyimak training nya, kawannya itu terlihat sangat sumringah. Saat mengisi training sesi kedua, dia juga sangat bersemangat. Sekarangpun di kamar hotel dia masih bertingkah tidak jelas. Awalnya Panji tidak mempermasalahkannya, tapi kali ini dia sudah tak tahan melihat sosok di depannya itu senyum-senyum sendiri sambil mengelus-elus kemeja yang tergantung rapi dengan hanger.

"Lu gak pa-pa bro ? Kesurupan hantu hotel ya ?" Panji asal ceplos lalu merinding sendiri.

"Eh, Nji. Lu pernah naek kapal nggak ? berlayar beneran gitu ?"

Lah. Ditanya apa jawabnya apa.

"Pernah sekali doang. Dulu pas SMA wisata ke Bali, mau gak mau naik kapal penyebrangan" jawab Panji.

"Lu ngapain sih dari tadi senyum-senyum sendiri. Gejala ?" Panji sewot.

"Sante aja, mulai sekarang nih kemeja jadi baju kesayangan gue. Gak bakal gue cuci ataupun gue pake lagi."

Eeeh busset. Nih orang beneran gila. Kalau di luar gak hujan udah gue tinggal nginep di rumah Jojo.

"Haaah...seneng aja gue hari ini" ucap Dewa ikut berbaring di sebelah Panji.

Alhamdulillah sudah waras kembali.

"Eh bro, besok jadi nyari oleh-oleh buat cecunguk di kantor ?" tanya Panji. "Gue lagi males keliling nih. Gue diajak Jojo mau dikenalin sepupunya"

"Lu ngebet banget sih nyari gebetan. Kayak gak pernah liat cewek aja."

"Ya kan namanya ada kesempatan nggak boleh disia-siakan. Itung-itung usaha. Nggak mungkin kan jodoh tiba-tiba dateng sendiri. Biarpun dateng kalau nggak di kejar ya bisa lari lagi" cerocos Panji sedikit masuk akal. Sedikit.

"Hmm...gitu ya. Ya udah besok biar gue aja yang nyari oleh-oleh. Berarti lu bakalan nginep di rumah Jojo ?"

"Enggaklah, balik hotel agak maleman mungkin. Lu mau keliling nyari oleh-oleh sambil ngojol gitu ?" tebak Panji, karena hanya itulah satu-satunya kemungkinan.

"Ntar gue coba minta bantuan temen, kali aja dia mau. Pastinya dia udah hapal daerah sini" jawab Dewa.

"Temen ? yang mana ? Lu punya temen orang sini ?" Panji kepo.

"Adalah pokoknya" jawab Dewa sambil menenggelamkan diri di bawah selimut.

###

Kegiatan hari ini tidak begitu berbeda dengan kemarin. Bel pulang sudah berbunyi. Panji meluncur mengekor Jojo menaiki motor. Dia langsung menuju ke rumah Jojo dimana sepupunya sudah menunggu disana. Dewa menolak tawaran Panji yang ingin mengantarnya dulu ke hotel. Dia masih memiliki agenda untuk menemui temannya itu.

Setelah bersalam-salaman dengan staff IT dan beberapa orang lainnya disana, Dewa berjalan menuju gedung desain untuk menemui Ana. Dia sudah mengirim pesan agar menemuinya di smoking area. Beberapa orang keluar melewati pintu samping itu menuju parkiran belakang, namun sosok Ana masih belum terlihat.

Dewa gelisah, berniat mengirimi pesan lagi.

"Lhooh Na ! Tumben parkir belakang ?" teriak suara dari kejauhan.

"Iya, tadi berangkat bareng Erlang" jawab Ana.

"Ciyeee, CLBK yaa...asiiik"

"Hush, jangan keras-keras. Malu tau" sahut Ana.

Dewa berbalik, mengurungkan niatnya menyapa Ana. Dua gadis itu berjalan menyusuri lorong smoking area bersama dengan staff lainnya. Tanpa diketahui ada seseorang yang mendengar percakapan mereka.

Erlang ? Apakah Ana sudah punya pacar. Yahh tentu saja, tidak mungkin orang sepertinya tidak punya pacar.

Dengan perasaan kecewa Dewa pergi menuju gerbang depan dan meluncur ke hotel menaiki ojol. Semangatnya yang kemarin begitu meluap-luap kini surut tak berbekas. Dia menyicil menata barang-barangnya di koper. Besok pagi dirinya dan Panji sudah harus check out hotel. Setelah berkemas dia mandi, berharap semua kelesuan dan kekecewaannya ikut hilang terbawa air.

Bunyi pesan masuk di HP-nya terdengar jelas. Dewa mengambilnya malas. Membaca pesan itu.

"Sorry tadi nggak sempet buka HP. Nggak nungguin kan ? Kenapa kok ngajak ketemu disana ?" Balas Ana.

Dewa berpikir. Haruskah dia mencobanya. Meminta bantuan Ana lagi. Apakah tidak masalah dia bersikap tidak tahu diri begini. Ucapan Panji semalam terngiang-ngiang. Biarpun ada kesempatan kalau nggak usaha ngejar ya bisa jadi bakal lari lagi. Tapi Dewa merasa takut akan harapan itu, dia sudah menyakiti Ana begitu dalam. Tapi dia laki-laki. Dia harus berani ambil resiko.

"Enggak pa-pa sante aja. Sebenarnya pengen minta tolong kalau kamu lagi nganggur juga sih" jawab Dewa.

"Minta tolong apa ? Sekarang ?"

"Itu, nyari oleh-oleh buat temen kantor, besok aku udah balik. Urusan di BBA udah selesai. Sekalian nraktir kamu udah ngejahit kancing kemejaku kemaren" Dewa melancarkan aksi modusnya.

"Oh" balas Ana.

Oh doang, ini apa maksudnya ? Dewa kebingungan menerjemahkan balasan Ana.

"Gimana ? Kalau misalnya nggak bisa nggak pa-pa kok. Aku kirim lewat ojol aja ya traktirannya, kan aku udah janji"

"Oke" balas Ana.

Aduh ! oke yang mana ini maksudnya ? Lagi-lagi Dewa tak mengerti. Kenapa cewek bisa serumit ini.

"Oke yang mana ini maksudnya, hehe" Dewa memberanikan diri bertanya.

"Iya, bisa. Langsung ketemuan di lokasi atau gimana ?" Ana menyetujui.

Yesss...!!! Dewa bersorak. Semangatnya meluap-luap lagi.

"Iya gitu aja, disini juga nggak ada kendaraan. Sharelock aja dimana tempatnya" balas Dewa.

Ana mengirim lokasi pertemuan mereka. Dewa bersiap dengan cepat. Setelah maghriban, jam setengah tujuh malam dia meluncur bersama abang ojol menuju TKP. Kalaupun ada kendaraan, Dewa juga tidak mampu menaikinya sendiri dan menjemput Ana di kosanya. Meskipun sebenarnya dia sangat ingin melakukan itu.

Beruntung sore ini tidak hujan, langit malam begitu terang. Dewa sangat tidak sabar ingin segera menemui Ana. Dia tidak begitu tahu perasaan apa itu. Apapun tidak masalah karena terasa menyenangkan dan membahagiakan.

KITA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang