Part 25 : Lantai 5

30 3 0
                                    

Perasaan gugup itu menjalari. Rasanya seperti masuk kerja pertama kali. Dewa dengan dag dig dug memasuki gedung tempatnya bekerja. Sedikit menundukkan kepala dan membaur di antara keramaian orang yang sedang antri menaiki lift. Bilik kerjanya berada di lantai 5.

Ting ! Pintu lift terbuka. Masih belum. Beberapa orang keluar masuk. Hingga akhirnya lift terbuka di lantai 5. Dia melangkah mencoba untuk keluar di antara desakan. Masih pagi. Belum banyak orang disana.

Dewa menarik napas dalam dan dihembuskan perlahan. Bismillah.

"Heeeiiii, lihat bos kita dateng !!!" Seseorang menyambutnya rese.

Dewa tersenyum. Mereka semua berkerumun menyambut temannya itu yang sudah absen ngantor beberapa bulan.

"Akhirnya ketemu lagi, bro. Kangen gue" kata Panji sambil memberi pelukan hangat pada kawannya.

"Kangen your head ! Gak sadar diri. Siapa noh yang tiap hari nelpon bang Dzi ngerecoki mulu" cerocos Edo sambil menyalami Dewa.

Sejak dulu semua teman kuliah dan teman kantor memanggil Dewa dengan nama depannya, Dzihan. Begitupun dengan orang-orang yang baru dijumpainya pasti akan refleks menyapa dengan nama depannya. Berbeda dengan keluarga, tetangga dan teman-teman sekolah (MI, MTSn, dan SMA) yang memanggilnya dengan sebutan Dewa, karena Dzihan dianggap terlalu ribet.

Hari itu suasana kantor jadi seperti suasana lebaran. Sungkem dan saling bersalaman. Dewa kembali beradaptasi. Beberapa wajah baru, yang dilihatnya adalah anak-anak magang yang berkuliah di penghujung semester yang sudah membantu timnya hampir dua bulan ini hingga bulan depan nanti.

"Waah akhirnya ketemu mas Dzihan langsung, biasanya cuma online video call" sapa salah satu pemagang itu.

Dewa berpikir. Dia siapa ya ? Jovi atau Riki ?

"Guntur mas, masa lupa. Aku yang biasanya tugas backup data" jelasnya.

Eeh ternyata salah. Malah bukan dua-duanya. Dewa meringis.

"Ah..iya Guntur. Maaf maaf.. gimana disini ? nggak di bully Panji kan ?" kata Dewa sok ingat.

"Hehe... Enggak kok mas. Cuma sering kena omel aja" cengirnya.

"Oii..Nji...lu apaiin adek-adek magang gue. Sering lo marahin ya" Dewa auto teriak.

"Eeh...mas, bukan gitu maksudnya.." Guntur kelabakan takut dikira ngadu yang aneh-aneh.

"Waah...ni bocah habis ngomong apaan..." Panji mendekat dan nimbrung dengan mereka.

Canda tawa yang dirindukan Dewa selama terpuruk di rumah akhirnya dia rasakan lagi. Suasana hangat di kantor ini semoga membawa kembali kehangatan di hatinya.

Dewa sudah bisa berjalan normal setelah hampir setengah tahun berjuang mengikuti rehabilitasi. Kini dia sudah berani bepergian jauh namun ketakutannya mengemudikan motor masih belum berhasil ia atasi. Kesana kemari Dewa selalu berada di belakang sebagai penumpang. Dewa masih trauma jika mendengar bunyi "kretek" atau bunyi benda patah yang serupa. Dirinya akan langsung lemas dan panik serta mendadak lumpuh di tempat, untuk itu dia selalu membawa obat penenangnya dimanapun dia berada.

###

Rutinitas berjalan normal kembali. Keseharian yang disibukkan oleh deadline, tuntutan error dan failure program, serta hal-hal lainnya. Dewa menikmati itu semua dengan penuh kesenangan sekaligus cara untuk melupakan beberapa hal sulit yang telah dia lalui.

"Ed...mana ? Ed ?" Panji memanggil-manggil sosok yang belum meresponnya.

"Edo ! Ed...budeg beneran baru tau rasa" Panji menyumpahi.

"Oeey Edoooo Tenseeeii !!!" Panji berteriak geram tepat di telinga Edo.

"Panjiir !!! Ya loe, nggak tau lagi sibuk apa ! tiga kali manggil kalau nggak gue jawab ya udah. Ngotot amat gangguin mulu" Edo emosi.

"Ya gue kira udah mati bukan budeg lagi, akhirnya nyaut juga kan kena jurus gue" Panji cengengesan. Merasa jurusnya mempan.

Semua orang di sekitar mereka sudah tidak heran. Kalau Panji dan Edo ngobrol, pasti ujung-unjungnya perang dunia. Tidak ada yang bisa menengahinya. Bagi mereka, tiada hari tanpa berkelahi.

"Ngapain sih, rame mulu dari tadi, hah ?!" sahut Reza jengkel. Merasa terganggu.

"Ini nih mas, biasa si Panjir jelalatan pengen ngrampas gebetan gue" jawab Edo.

"Ya elah, belom jadian juga. Bagilah nomer WA nya, kan nanti bisa saing secara adil" elak Panji.

"Adil your eyes ! Enak aja. Gue dapet juga pake usaha" Edo ngegas.

"Nah kan...tuman ! Mesti hal gak penting yang diributin" Reza geleng-geleng melihat mereka.

"Han ! Bantuin gue napa. Tega bener liat gue ditindas Edo. Lagi kesusahan nih gue" adu Panji pada Dewa.

"Lu susah nggak susah emang kerjaan lu nyusahin orang tiap hari" balas Dewa cuek di balik monitornya yang sukses mengundang tawa.

"Udah-udah sabar dulu Nji. Minggu depan kan giliran lu sama Dzihan yang turun lapangan. Sono pepetin semua cewek yang ada, gebetan Edo sekalian" saran Reza.

"Eeeh asem lu mas" timpal Edo.

"Turun lapangan kemana mas, kok belum dapet surat tugasnya" Dewa tidak mengerti yang dibicarakan seniornya ini.

"Lhaah belum denger ? Kasiih tau, Nji !" jawab Reza yang malas menjelaskan.

"Itu lhooh Han, minggu depan nanti kita perwakilan tim bakal ke PT. Bangun Bangunan Apung (BBA) buat cek sistem disana. Setiap tiga bulan sekali kita harus cek kondisi dan perbaruan data di servernya. Sambil kasih tutor troubleshooting ke bagian IT perusahaan itu" jelas Panji.

"Oh gitu toh. Dua orang aja sama lu doang ?"

"Resminya sih gitu yang akomodasinya di tanggung pak bos. Dua orang aja cukup" jawab Panji sambil menaikkan tanda peace.

"Njir, kayak iklan KB aja" balas Dewa. "Lha terus apa hubungannya sama gebetan Edo" tambahnya.

"Ehehehe..." Panji garuk-garuk kepala. "Ya kan gebetan Edo orang sono. Ketemu pas acara pelatihan software di Hotel Adem Ayem dulu. Gue kira para pekerjanya laki semua ternyata banyak juga cewek yang aduhay" ucap Panji nafsu.

"Emang Anjir lu, mesoom terooos. Lu kesana kerja boy bukan nyari bini" sahut Edo ngegas.

"Ngaca men ! Lu juga ikut pelatihan cuma buat ajang modus doang" balas Panji.

"Haduuuh...kantor rasa arena. Panji dan Edo, kalian tiap hari tarung mulu. Awas ya nanti jodoh" ucap Reza.

"Iiidiiih....kalaupun gue maho gak bakal mau sama dia" jawab Edo.

"Gue juga ogaaaah, mending sama Dzihan. Ya gak bro" kata Panji.

"Kocheng oren lebih menggoda daripada lu" jawab Dewa telak.

Lagi-lagi gelak tawa di sekitar mereka terdengar. Setiap hari pasti ada saja lawak di timnya ini. Penghidup suasana di lantai lima.

KITA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang