Suara notifikasi ponselku berbunyi ketika aku sedang mengeringkan rambut dengan hairdryer, aku meletakan hairdryer di meja rias ku kemudian mengambil ponselku yang masih tersimpan dengan rapih di dalam tas.
Aku mengernyit ketika melihat sederet nomor tak dikenal di notifikasi pesan masuk ku. Dengan ragu aku membuka pesan tersebut.
+1714868xxxx
Hei, Ara. Bagaimana kabarmu?
Aku mengernyitkan dahi, bertanya-tanya siapa sebenarnya pengirim pesan ini. Aku menggelengkan kepala pelan dan meletakkan ponselku di atas nakas. Kembali berkutat dengan aktivitas mengeringkan rambutku.
Suara dering ponsel mengambil alih atensi ku, aku menghela nafas dan meletakkan hairdryer di atas meja rias dan kembali mengambil ponselku. Aku mendengus ketika melihat panggilan masuk dari nomor yang sama dengan pengirim pesan tadi. Aku mengabaikan panggilan itu dan beralih memakai bajuku.
"Please.." Aku mendesah ketika panggilan itu kembali mengusik indera pendengaran ku. Dengan perasaan kesal aku mengambil ponsel dan mengangkat panggilan tersebut, "Who are you?!" Bentak ku. Persetan dengan segala kesopanan saat ini.
Suara tawa menyambut ku di ujung sana. Aku mengernyitkan dahi, aku mengenal suara tawa ini, "Raf?"
"Hi, Ara. Kau mengenaliku ternyata."
Aku berjalan dengan ponsel yang aku apit diantara pundak dan telinga, mengancingkan kemejaku sambil berkaca di depan cermin, "Ada apa?" Sungguh, aku tidak ingin berurusan lagi dengannya. Mengingat perlakuannya terakhir kali membuatku takut dan enggan jika berada dekat dengannya.
Raf terkekeh, dan aku tidak menyukai itu.
"Kau tidak merindukanku? Karena jujur saja aku sangat merindukanmu."
"Raf, jangan membuang waktuku. Aku tidak peduli dengan semua yang kau katakan!" Untuk apa ia menghubungiku jika hanya untuk mengatakan hal tidak penting seperti itu?
Tidak ada jawaban beberapa detik sebelum aku mendengar suaranya kembali. "Bisakah kau memberikanku kesempatan untuk meminta maaf padamu secara langsung?" Tidak ada tawa dan kekehan lagi dari suaranya, Raf terdengar serius, "Aku minta maaf atas kejadian malam itu, Ara. Itu benar-benar di luar kendali ku." Suaranya terdengar putus asa, tetapi aku tidak ingin mengetahui lebih jauh lagi. Aku belum mengenal Raf dengan baik, sulit untuk mempercayainya.
Aku menghela nafas, "Raf, aku sudah memaafkan mu. Tetapi aku mohon padamu jangan pernah menghubungiku lagi. Anggap saja kita tidak pernah saling mengenal sebelumnya."
"Aku tahu, Ara. Tetapi izinkan aku bertemu denganmu langsung. Aku mohon. Setidaknya untuk terakhir kalinya."
Aku benar-benar tidak tega mendengar nada permohonan Raf, bagaimanapun aku sudah menganggapnya temanku selama beberapa bulan terakhir ini. Dia yang bersikap baik denganku, dia yang selalu membuatku tersenyum. Tidak ada salahnya aku bertemu langsung dengannya. Aku akan meminta izin pada Hansel nanti.
"Raf--"
"Ara. Apakah kau disini?" Ucapan ku terpotong oleh suara teriakan Lala.
"Hei, Ara. Kau baik-baik saja?" Aku mengerjap kaget dan menganggukkan kepala walaupun aku tahu Raf tidak melihatnya sama sekali.
"Ya, aku baik-baik saja. Aku akan menghubungimu lagi, Raf. Aku harus pergi." Aku mematikan sambungan secara sepihak dan meletakkan ponsel di atas nakas.
Berlari kecil keluar kamar sambil membenarkan kemejaku yang masih belum terkancing kan dengan benar. Darren pasti sudah bersama Lala saat ini. Lala memang menjemput Darren di Denver International Airport. Aku sungguh merindukan sosok Darren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To You [End]
RomanceAku, Arabella Agatha Winston, hanya wanita sederhana yang bekerja di salah satu perusahaan penerbit menjadi seorang editor. Mencoba beradaptasi dengan lingkungan baruku di Colorado, Amerika Serikat. Insiden pada satu malam membawaku berkelana dalam...