Bab 11.

1.4K 103 0
                                    

Aku tidak bisa mengalihkan tatapan mataku dari setiap pergerakannya, pikiranku hanya tertuju pada seorang pria yang tengah memukul habis-habisan pria berambut sebahu yang tadi hendak menamparku. Tubuhku membeku, jantungku berdegup dengan cepat, aliran darahku berdesir dengan hebatnya.

Hansel.

Pria yang menolongku.

Aku tidak tahu jika ia tidak ada, mungkin aku akan berakhir dengan para pria bajingan itu. Memikirkannya saja sudah berhasil membuat tubuhku bergetar ketakutan. Tidak menampik bahwa aku sangat bersyukur Hansel datang tepat waktu.

Aku memekik kaget dan suara erangan kecil keluar dari mulutku ketika salah satu pria yang menahan tanganku mendorong tubuhku sehingga aku terjatuh di aspal, aku merasakan nyeri dan perih di kedua lutut ku. Aku menatap Hansel yang ternyata juga tengah menatapku, dan mata kami bertubrukan. Aku tidak ingin terlalu percaya diri tetapi aku bisa melihat gurat kepanikan dimatanya. Dan aku sangat berharap bahwa ia memang mengkhawatirkan ku.

Hansel mengalihkan tatapannya dan menatap kelima pria yang saat ini sudah bersiap untuk menyerangnya, "Hansel." aku berteriak khawatir ketika kelima pria tersebut menyergap Hansel. Namun, detik berikutnya Hansel menghadiahkan kelima pria tersebut dengan pukulannya yang bertubi-tubi sehingga tidak membutuhkan waktu lama kelima pria tersebut tersungkur di atas aspal dengan erangan seraya memegangi wajah mereka yang sudah di penuhi darah segar.

Dan aku merasa deja vu.

Bayangan enam tahun lalu, awal pertemuan kita terulang seperti kaset yang di putar di dalam ingatanku. Saat itu juga Hansel yang menolongku ketika segerombolan para mahasiswa tengah mabuk dan berniat memperkosaku.

Dan hal yang di lakukan Hansel sama seperti yang sekarang ia lakukan.

Lagi-lagi tubuhku membeku, rasanya air mataku hendak lolos begitu saja.

Aku tersentak kaget ketika merasakan sentuhan lembut di pundak ku, aku menengadahkan kepala dan melihat Hansel berlutut di hadapanku, "Kakimu terluka, Bella," ujarnya dengan lembut. Aku menghiraukan perkataannya dan menatap ke belakang punggungnya, ke-enam pria tadi sudah tidak ada, "Mereka sudah pergi, semuanya sudah aman." Hansel menjelaskan seolah tahu dengan pertanyaan yang berada di kepalaku. Aku bahkan tidak menyadari ketika para pria itu pergi, aku terlalu terpaku pada kilasan balik masa laluku dan Hansel.

Aku menatapnya dengan lekat, berusaha menyelami hatinya yang sangat amat tak terjangkau saat ini. Aku tidak menemukan apa yang aku cari di dalam tatapannya, tatapannya datar seolah tidak ada yang pernah terjadi antara ia dan aku. Untuk yang kesekian kalinya, hatiku hancur berkeping-keping.

"Terimakasih." ucapku.

Aku berusaha untuk bangun namun saat itu juga aku meringis karena lutut ku terasa ngilu dan perih, dengan cekatan Hansel menopang tubuhku, "Aku akan mengobati kakimu terlebih dahulu, setelah itu baru aku akan mengantarmu pulang." tegasnya. Aku bisa merasakan nada perintah yang sama sekali tidak ingin ditolak oleh pria di hadapanku saat ini, tipikal Hansel. Kata-katanya adalah mutlak.

Aku merindukannya.

"Tidak, Hansel. Aku bisa sendiri, terimakasih karena sudah meno-- Hansel!" belum selesai aku berbicara, perkataanku berubah jalur menjadi pekikan kuat saat tiba-tiba Hansel menggendongku dan berjalan meninggalkan tempat tersebut, "Turunkan aku, Hansel. Aku bisa sendiri!" elak ku dengan berontak di dalam dekapannya.

Hansel menghentikan langkahnya dan menatapku, "Aku tidak ingin mendengar penolakan apapun. Kakimu terluka, Bella. Hilangkan sifat keras kepalamu untuk saat ini." perkataannya memang lembut namun aku bisa merasakan ketegasan yang kuat di dalam suaranya.

Back To You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang