Aku mengerjapkan mata dengan perlahan, menetralisir denyutan nyeri di kepalaku.
"Ara, hei." Tepukan ringan kembali aku rasakan di pipiku. Ketika aku membuka mata aku mendapati wajah Lala yang terlihat sangat khawatir, "Oh thanks God, akhirnya kau sadar." Lala mengusap pipiku pelan, "Darren."
"Ara," Darren duduk di sisi ranjang dan menggenggam tanganku dengan erat, "Kau tidak apa-apa, sayang? Ada yang sakit?" Tangannya beralih mengelus rambutku.
Aku menggelengkan kepala seraya tersenyum, mencoba untuk bangun di bantu oleh Darren. Aku menghambur ke dalam pelukan hangat kakakku, memejamkan mata untuk menenangkan perasaanku yang campur aduk, "Aku tidak tahu apa yang ter--"
"Sshh, lupakan itu. Jangan membicarakan bajingan itu lagi, aku berjanji ia tidak akan mengusik mu lagi." Sela Darren. Aku terisak dalam pelukan Darren. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
Kecewa, sedih, marah, takut. Semua itu melebur menjadi satu dalam perasaanku, membuat dadaku ingin meledak karena merasakan sesak yang teramat.
----
Semuanya terlihat sama.
Tidak ada perubahan signifikan yang terjadi. Rumah ini, tempat dimana aku bertumbuh dan di selimuti dengan penuh kasih sayang. Aku menatap Darren yang berada di sampingku sambil memegang tangan kananku dengan erat, senyum menenangkan tersungging di bibirnya.
Ya, sejak kejadian malam itu aku memang tidak bertemu lagi dengan Raf. Aku tidak tahu kemana perginya pria itu, Darren dan Lala juga sama sekali tidak pernah menyinggung namanya. Aku tahu bagaimana marahnya Darren terhadap perlakuan Raf. Aku bisa melihat itu ketika aku bangun dari pingsan ku beberapa jam kemudian. Darren mengusulkan untuk aku memulihkan kesehatan terlebih dahulu dan menunda penerbangan kami ke Alaska. Namun, aku menolak dengan keras. Aku berusaha meyakinkan Darren bahwa aku baik-baik saja, aku benar-benar ingin meninggalkan tempat itu dan juga karena aku merindukan kedua orang tuaku.
Dan disinilah aku dan Darren berada, tanpa Lala. Lala akan menyusul sebelum malam Natal tiba karena dia harus menunggu kepulangan kedua orang tuanya dari perjalanan bisnis mereka di Jepang. Sekaligus memperkenalkan diri tetapi bukan sebagai sahabatku lagi melainkan sebagai calon menantu dari orang tuaku. Aku harap ayah dan ibuku tidak terkena serangan jantung ketika mengetahui bahwa Darren menjalin kasih dengan sahabatku yang sudah mereka anggap sebagai anak sendiri.
"Are you okay, princess?" Aku tersentak kaget ketika Darren mengguncang pelan bahuku, aku menatapnya dengan bingung, "Are you okay?" Tanyanya lagi. Aku menganggukkan kepala dan tersenyum.
"Kau benar-benar belum mengabari mom atau dad bahwa kita akan pulang?"
Darren menggelengkan kepalanya, "Belum. Biarkan ini menjadi kejutan untuk mereka." Darren menarik tanganku untuk masuk ke dalam rumah. Tanganku menyentuh bunga-bunga yang sudah di penuhi dengan salju, aku merindukan saat-saat dimana aku dan ibuku menyiram bunga saat musim semi seraya menikmati hangatnya matahari yang memanjakan kulit.
"Apakah dad masih bekerja, Darren?"
"Tidak. Ini sudah pertengahan Desember, sayang. Dad tidak mungkin masih membuka rumah makannya. Aku bisa menebak, mom and dad pasti sedang menghias rumah dengan romantisnya." Darren mengelus daguku dan aku tertawa mendengar perkataannya. Aku bersyukur walaupun di umur kedua orang tuaku yang sudah tidak lagi muda mereka masih bisa menjaga keharmonisan rumah tangga.
Darren membuka pintu dengan perlahan, berusaha untuk tidak menimbulkan suara yang dapat membuat ayah dan ibu mengetahui kedatangan kami. Aku terkagum-kagum ketika melihat seisi rumah sudah di penuhi dengan pernak-pernik Natal, juga pohon Natal besar yang sudah berdiri di samping perapian dengan begitu indahnya. Dan yang membuat aku bahagia adalah kedua orang yang begitu aku cintai tengah dengan romantisnya menghias pohon Natal di selingi tawa mereka, aku sangat merindukan kedua orang tuaku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Back To You [End]
RomantizmAku, Arabella Agatha Winston, hanya wanita sederhana yang bekerja di salah satu perusahaan penerbit menjadi seorang editor. Mencoba beradaptasi dengan lingkungan baruku di Colorado, Amerika Serikat. Insiden pada satu malam membawaku berkelana dalam...