Bab 12.

1.3K 104 0
                                    

Awal yang baru.

Itulah yang aku tanamkan sejak satu bulan yang lalu. Sulit, sangat sulit. Tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk melupakan orang yang kita cintai dan orang yang sudah menghabiskan hampir setiap detik, menit, jam dalam waktu tiga tahun.

Tetapi sekuat tenaga aku berusaha, dan hasilnya tidak buruk. Perlahan aku bisa melupakan Hansel dan semua kenangan indah maupun menyakitkan. Aku bodoh, ya sangat bodoh. Seharusnya aku melupakannya sejak ia meninggalkanku dua tahun yang lalu, tetapi aku masih terus berharap dan terus mempertahankan rasa cintaku yang sangat besar untuknya. Dan ternyata selama ini semuanya sia-sia, aku berjuang dan merasakan sakit hanya seorang diri. Tanpa ada turut andil Hansel dalam hal itu.

Aku tidak pernah menyesali apa yang sudah terjadi antara aku dan Hansel. Aku mencintainya, mungkin akan selalu seperti itu entah sampai kapan. Aku hanya harus belajar merelakan kepergiannya yang masih menjadi tanda tanya besar bagiku.

Aku menghirup udara segar pagi hari ini. Bulan September, bulan musim gugur atau masa peralihan dari musim panas ke musim dingin. Aku bisa melihat pepohonan peluruh meluruhkan daun-daunnya dengan indah, di tambah dengan cahaya sinar matahari terasa hangat dan menembus melalui celah-celah pepohonan yang ada. Menambahkan kesan yang nyaman untuk memulai pagi hari ini.

Menatap jam di pergelangan tanganku yang menunjukkan pukul 6.10. Terlalu pagi memang untuk berangkat ke kantor, namun entah mengapa aku sangat bersemangat untuk memoles dan merevisi bertumpuk-tumpuk naskah yang ada. Aku merindukan pekerjaanku itu setelah akhir pekan aku habiskan di dalam apartment yang cukup membosankan.

Aku melambaikan tangan ketika melihat taxi yang berhenti tidak jauh dari tempatku berdiri, masuk ke dalam taxi tersebut dan menyebutkan tujuanku. Selang 30 menit kemudian aku sampai di depan gedung kantor, setelah menyerahkan beberapa lembar Dollar aku turun dari taxi dan melangkah memasuki kantor. Seperti biasa, bertegur sapa dengan Amanda sudah menjadi rutinitas ku setiap pagi. Setelah bertegur sapa secara singkat aku masuk ke dalam lift dan kembali melangkah keluar ketika lift berdenting di lantai 3. Aku cukup tertegun melihat Jasmine sudah berkutat dengan komputernya, biasanya wanita berusia 26 tahun itu selalu datang 5 menit sebelum jam kantor di mulai.

"Good morning." sapa ku sambil menyenderkan tubuh di kubikel Jasmine yang tidak jauh dari kubikel Kate.

Jasmine menengadahkan pandangannya dan tersenyum, "Hei, good morning too. Kau baru datang? Tumben sekali, biasanya kau lebih dulu datang dari padaku."

Aku menegakkan tubuh, "Justru aku yang harus bertanya seperti itu padamu. Kau sudah datang? Really? Sebuah kemajuan untukmu, Jas." gurauku sambil mengernyitkan dahi.

Jasmine mendengus, "Ya, harus ada kemajuan yang aku buat. Aku tidak mau berangkat dengan tergesa-gesa karena mengejar jam kantor yang akan di mulai, jadi mulai saat ini kau mempunyai saingan siapa yang akan lebih cepat untuk sampai di kantor." jelasnya menggebu-gebu.

Aku menganggukkan kepala tanda mengerti, "Itu bagus dan aku tidak keberatan mempunyai saingan," aku tersenyum sambil mengerlingkan mataku kepadanya, "Selamat bekerja, Jas." ucapku. Tanpa menunggu jawabannya aku melangkah menuju kubikel ku yang berada di sudut ruangan, sedikit jauh dari kubikel Jasmine dan Kate. Dan aku bersyukur akan hal itu, aku memang butuh ketenangan untuk mengerjakan pekerjaanku dengan baik. Berbeda dengan Jasmine dan Kate yang lebih suka bekerja di selingi dengan gosip ria mereka, aku tidak bisa jika seperti itu.

Aku meletakkan tas di atas meja dan menghempaskan bokong, kemudian tanganku dengan cekatan menyalakan komputer dan melihat apa saja yang harus aku kerjakan hari ini.

Suara deringan ponsel menginterupsi kegiatanku, aku beralih merogoh tas dan mengambil ponsel. Sebuah pesan dari Raf. Aku membuka pesan tersebut dan membacanya.

Back To You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang