"Tidak, Ndoro. Saya tidak melihat gelang milik Ndoro." Wangi menunduk sopan.
Ya Tuhan! Bagaimana jika gelang itu hilang? Padahal, itu adalah satu-satunya benda yang berpasangan dengan milik Hayam Wuruk. Gelang itu sangat berharga bagiku.
"Sayang sekali. Mungkin gelang itu tidak ditakdirkan berpasangan dengan milikku."
Aku menoleh ke arah Hayam Wuruk. Ucapannya mengingatkanku akan posisiku di sini. Bagaimana jika aku seperti gelangku? Hilang secara tiba-tiba.
"Aku akan mencarinya nanti," tandasku cepat. "Aku pasti menemukannya."
***
Setelah membatik, aku berjalan-jalan di taman keraton. Menyegarkan pikiran dengan melihat bunga-bunga yang tumbuh di sana, seperti bunga melati, bunga kamboja, dan bunga sepatu. Aku sengaja pergi sendiri tanpa ditemani oleh Wangi karena aku merasa kasihan kepadanya jika sepanjang hari ia terus mengikutiku.
Memetik salah satu bunga melati, aku mendekatkannya di hidung. Menikmati aroma khas yang dimiliki oleh bunga itu.
"Kau suka bunga?"
Aku terkejut. Segera aku menoleh ke sumber suara yang berasal dari belakang.
"Baginda Ratu," ucapku spontan menunduk kala melihat wanita yang kuketahui adalah ibunda Hayam Wuruk. Di belakangnya ada beberapa dayang keraton.
"Em..iya, Baginda Ratu," balasku yang teringat belum menjawab pertanyaannya tadi.
Mengembuskan napas berat, aku menggerutu dalam hati. Dari sekian banyak orang di keraton Majapahit, kenapa aku harus bertemu dengan Baginda Tribhuana?
"Tinggalkan kami berdua," ujar Tribhuana Tuggadewi kepada para dayangnya. Aku menjadi semakin gugup. Tanganku sudah bergemetar sejak saat menyadari kehadiran wanita itu.
"Sebaiknya kita duduk. Ada hal yang ingin kubicarakan denganmu, Dewi."
Aku mengangguk sopan. Lantas, mengikuti langkahnya menuju kursi kayu yang berada di bawah pohon maja.
Hanya untuk informasi, kata kakek tua yang bersamaku di candi Bajang Ratu dulu, nama kerajaan Majapahit diambil dari kata "Maja", yaitu buah maja yang rasanya pahit.
Sebelum berdirinya kerajaan Majapahit, wilayah ini awalnya merupakan daerah yang banyak ditumbuhi oleh pohon maja. Jadilah kerajaan ini dinamai kerajaan Majapahit.
Wah, aku benar-benar masih mengingat semua penjelasan kakek tua itu.
"Kurasa, aku beruntung bertemu denganmu."
"Hamba tidak melakukan apapun, Baginda."
"Kau berpura-pura tidak tahu, atau memang tidak tahu?" Tribhuana terkekeh.
Apa yang salah dengan jawabanku?
"Kau tahu, Hayam Wuruk sering bercerita tentangmu. Padahal sebelumnya, ia bukan termasuk orang yang terbuka. Ia sangat jarang membahas masalah pribadi kepada seseorang, termasuk aku, ibundanya sendiri."
"Benarkah, Baginda Ratu?" Aku cukup terkejut mendengar fakta itu.
Ia mengangguk. "Sepertinya putraku tidak salah memilihmu, Dewi. Aku akan melangsungkan pernikahan kalian secepat mungkin."
What?
"Jangan!" Aku menutup mulut karena kelewatan. "Maksud hamba, Baginda Ratu tidak perlu mempercepat pernikahannya."
"Kenapa?"
Aku menggigit bibir karena tidak mempersiapkan alasan terlebih dahulu sebelum menyanggah ucapannya. Bagaimana ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Sri Rajasanagara
Historical FictionDewi Kirana Candramaya, namanya. Gadis pindahan dari Jakarta yang sama sekali tidak menyukai pelajaran Sejarah, tiba-tiba muncul di masa kerajaan agraris terbesar di Nusantara, Kerajaan Majapahit. Kirana tidak percaya dengan adanya cinta. Namun, kep...