Aku berjalan menuju sungai tanpa memakai alas kaki, melewati jalan setapak yang ada di tengah-tengah persawahan. Kali ini aku harus ekstra hati-hati, takutnya jika sampai menginjak paku atau mungkin ular yang tiba-tiba keluar dari arah samping.
Mengingat ular yang pernah kulihat dulu membuat tubuhku merinding.
Sesampainya di tepi sungai, aku tersenyum sendu. Ingatanku lagi-lagi tertuju kepada Hayam Wuruk, membuat kedua mataku mulai memanas. Menyebalkan! Kenapa ada banyak tempat yang mengingatkan akan laki-laki itu.
Mengusap pipi sedikit kasar, aku menarik napas panjang, lalu mengembuskannya dengan cepat. Suara jangkrik yang bersahut-sahutan terdengar seperti irama sendu, membuat hatiku dipenuhi oleh kesedihan. Sangat menyesakkan sekali. Ingin aku membungkam mereka, tetapi jumlahnya begitu banyak.
Melupakan tentang jangkrik-jangkrik itu, aku kembali menatap ke depan. Di bebatuan besar yang ada di tepi sungai, terlihat dua orang yang tengah duduk di sana. Laki-laki dan perempuan. Mereka dalam keadaan memunggungiku. Jika dilihat dari postur tubuhnya, salah satu dari mereka pasti adalah Abimanyu.
Aku kemudian memandangi permukaan air yang ada di sepanjang sungai. Seketika aku menggaruk pelipis saat mengetahui jika sungainya dangkal yang memiliki kedalaman sebatas pinggang orang dewasa. Pertanyaannya, bagaimana caranya supaya aku dapat tenggelam?
Mengurungkan niatku untuk menenggelamkan diri di sungai, aku memutuskan untuk berjalan mendekati batu besar tersebut. Barangkali aku bisa berteman dengan mereka berdua.
Saat aku hanya berjarak lima meter dari dua orang itu, dapat kudengar mereka sedang mengobrol. Ah salah, bukan mengobrol, tetapi hanya sang gadis yang terus berbicara, sementara Abimanyu terlihat hanya diam dengan pandangan lurus ke batang kayu kecil yang ia jadikan sebagai pancing. Terus diam, menunggu ikan memakan kailnya.
"Kenapa tak kau terima saja?" Abimanyu kini buka suara. Intonasinya terdengar sangat tidak peduli. Namun, sang gadis sama sekali tidak menghiraukannya. Gadis itu menoleh ke arah Abimanyu dengan seulas senyuman.
"Aku tidak suka kepadanya. Aku hanya suka dengan satu laki-laki. Kau pasti tahu siapa itu."
Ternyata perihal cinta.
"Candra, bisakah kau berhenti?" Abimanyu menghela napas berat. Laki-laki itu menatap gadis yang sepertinya bernama "Candra".
Kedua mata Candra mengerjap, bingung. "Berhenti untuk apa?"
"Untuk mencintaiku."
Abimanyu jahat sekali. Kenapa juga laki-laki itu menyuruh seseorang untuk berhenti mencintainya? Bukankah cinta tak bisa dipaksa untuk datang dan pergi? Jika aku menjadi Candra, aku akan menangis pastinya.
Namun, aku melupakan satu hal yang membuatku merasa sangat jahat sekali. Aku baru sadar jika aku pernah berada di posisi Abimanyu seperti sekarang ini, meminta Hayam Wuruk untuk berhenti mencintaiku.
"Abimanyu, apa kau tidak bisa memberiku kesempatan sekali saja?" Candra kembali bertanya.
"Sudah berapa kali kubilang, aku tidak bisa, Candra." Abimanyu terdengar sedikit jengah. Mungkin lelah menghadapi gadis yang duduk di sampingnya.
"Terserah. Aku akan terus mengejarmu, Abimanyu. Aku yakin suatu saat nanti kau akan mencintaiku juga. Tidak peduli kapan hal itu, aku masih akan tetap menunggumu." Candra berucap mantap. Membuat Abimanyu menggeleng pelan.
"Kau sudah mendapatkan ikannya?" Aku melangkah mendekat ketika percakapan mereka telah berakhir.
Mereka berdua serempak menoleh. Abimanya yang memasang raut terkejut, sedangkan Candra menatapku sedikit sinis. Namun, aku sama sekali tidak memedulikan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Sri Rajasanagara
Fiction HistoriqueDewi Kirana Candramaya, namanya. Gadis pindahan dari Jakarta yang sama sekali tidak menyukai pelajaran Sejarah, tiba-tiba muncul di masa kerajaan agraris terbesar di Nusantara, Kerajaan Majapahit. Kirana tidak percaya dengan adanya cinta. Namun, kep...