Segera saja aku meminum segelas air putih yang diberikan oleh Wangi.
"Kau tidak apa?" tanyanya.
Kurasa wajahku memerah karena tersedak tadi. Rasa dari makanan yang bernama Jukut Harsyan ini sangat aneh, membuat lidahku terkejut bukan main.
"Bumbu apa yang dipakai?" Aku bertanya sembari mengusap ekor mata yang sedikit basah. Rasanya aneh sekali.
"Rempah-rempah biasa, Ndoro. Kencur, lengkuas, kunyit, dan bubuk kemenyan," balas Wangi yang membuatku tersedak lagi.
"Kemenyan?" Langsung saja aku menengguk minuman milik Hayam Wuruk karena minumanku telah habis. Aku tidak percaya telah memakan kemenyan. Bukankah itu yang biasanya digunakan untuk memanggil dedemit?
"Minumlah pelan-pelan," ucap Hayam Wuruk yang sama sekali tak kuhiraukan.
"Maaf karena menghabiskan minumanmu," ujarku kepada Hayam Wuruk. Aku sedikit malu karena merasa serakah.
Hayam Wuruk hanya menggeleng. "Apa kau baik-baik saja?"
"Sepertinya tidak. Bagaimana bisa aku memakan makanan seperti itu." Aku menatap tak suka.
"Ini sungguh enak, Kirana. Bagaimana bisa kau tidak suka?" Dengan ekpresi mengejek, Hayam Wuruk menyantap Jukut Harsyan-nya.
Aku menggeleng mendengar ucapan Hayam Wuruk barusan. Sungguh tega karena Hayam Wuruk dan Wangi menikmati makanan itu tanpa memedulikan diriku.
Menopang kepala dengan tangan kiri, pandanganku mengarah kepada orang-orang yang hilir-mudik di jalan yang berada di sampingku.
Aku lalu menoleh sekilas kala Hayam Wuruk beranjak dari tempat duduk dam berjalan menuju sang penjual Jukut Harsyan ini.
Beberapa saat kemudian, Hayam Wuruk kembali. Ia duduk di depanku sembari menyodorkanku piring yang terbuat dari gerabah. Di atas piring itu ada dua jenis makanan, yang satu berwarna coklat, satunya lagi dibungkus dengan daun kelapa.
"Apa ini?" Aku tak mau makan makanan yang aneh-aneh lagi. Jangan-jangan yang ini terbuat dari bunga kantil.
"Makan saja, Kirana. Ini enak. Kupastikan kau akan menyukainya." Hayam Wuruk kembali mendekatkan piring itu kepadaku.
Tanganku bergerak ragu untuk mengambil makanan berbentuk kubus tipis yang berwarna coklat. Saat kucoba, rasanya enak dan tidak asing di lidah.
"Ini namanya apa?" tunjukku ke makanan yang tengah kunikmati.
"Itu namanya wajik, sedangkan yang dibungkus daun kelapa itu lepet," jawab Hayam Wuruk.
Aku mengangguk paham. Aku pun mencoba makanan yang bernama lepet. Dari tampangnya, bisa kupastikan ini terbuat dari beras ketan, kacang dan santan.
"Sudah kuduga kau akan menyukainya." Hayam Wuruk tersenyum kala aku tak banyak berkomentar mengenai dua makanan itu.
"Jangan melihatku, Hayam Wuruk. Aku terlihat jelek saat makan."
"Tidak. Bagiku kau selalu cantik, Kirana."
Aku mengerucutkan bibir. Lagi-lagi ia mengeluarkan gombalan. Anehnya, aku suka.
"Apa kau mau?" tawarku kepada Hayam Wuruk. Tadi, Wangi kutawar makanan ini, tetapi perempuan itu tidak mau. Ya sudah.
Hayam Wuruk menggeleng. "Perutku sudah penuh."
"Coba sedikit saja."
Hayam Wuruk tampak terpaksa. Namun, setelah itu ia mau membuka mulut kala tangan kananku terangkat untuk menyuapinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Sri Rajasanagara
Ficção HistóricaDewi Kirana Candramaya, namanya. Gadis pindahan dari Jakarta yang sama sekali tidak menyukai pelajaran Sejarah, tiba-tiba muncul di masa kerajaan agraris terbesar di Nusantara, Kerajaan Majapahit. Kirana tidak percaya dengan adanya cinta. Namun, kep...