"Kenapa kemarin kau pergi tanpa memberitahuku, Kirana. Tolong beri aku penjelasan tanpa mengandung sedikitpun kebohongan." Ekspresi Hayam Wuruk tampak menuntut. Sejenak hanya terdengar suara alas roda kereta pedati yang bertemu dengan permukaan tanah berpasir yang ada di tengah-tengah persawahan.
"Aku kabur darimu karena aku ingin pulang, Hayam Wuruk. Aku ingin kembali ke tempat asalku. Aku tidak mau mengganggu kisah cintamu dengan Sudewi."
"Omong kosong apalagi itu, Kirana? Aku tidak mencintainya."
"Kelak kau akan mencintainya, Hayam Wuruk. Kau akan sangat mencintainya. Dapat aku pastikan itu."
Tanpa sadar. Kereta pedati telah tiba di depan gapura keraton. Kami berdua pun segera turun dari kereta.
Hal yang berbeda yaitu, Aku dan Hayam Wuruk tidak berjalan bersisian menuju pintu masuk keraton. Ia meninggalkanku yang membuatku sedih. Apakah ia masih tidak percaya? Kumohon percayalah. Aku tidak mau situasi semakin rumit.
"Dewi!" teriak Nertaja saat melihat kedatanganku. Ia sangat terkejut melihatku.
Secara tiba-tiba, ia memelukku.
"Dari mana saja kamu, Dewi? Kami sangat mencemaskanmu. Kau tahu, Kakanda tidak bisa tidur semalam. Ia terjaga semalaman karena memikirkanmu. Kau tahu, kakanda pikir ada orang yang meculikmu. Ia sangat takut. Yang menambah kecemasanku adalah kakanda tidak mau makan kemarin. Pagi ini dia juga tidak mau makan."
"Dia belum makan?" tanyaku dengan ekspresi terkejut. Bagaimana bisa ia tidak makan terlebih dahulu. Pantas saja ia terlihat pucat tadi.
Nertaja mengangguk.
"Kami sudah mencarimu kemana-mana. Bagaimana kakanda bisa menemukanmu, Dewi? Apakah kamu diculik? Siapa? Katakan."
Aku menyentuh lengan Nertaja, mencoba membuatnya tenang.
"Aku tidak diculik, Nertaja," balasku menenangkannya.
"Jadi ... kamu tersesat?" tanya Nertaja yang kujawab dengan gelengan kepala.
"Aku tidak tersesat." Kemudian aku menunduk." Maafkan aku. Aku kabur dari kalian."
Nertaja tersentak mendengarnya." Dewi, kenapa kamu melakukan hal itu? Apa kami berlaku jahat kepadamu?"
Aku menggeleng." Justru karena kalian terlalu baik padaku, Nertaja."
Sepertinya situasi ini akan semakin rumit.
"Akan kuantar ke kamarmu, Dewi. Sepertinya kamu butuh istirahat."
Aku mengngguk. Benar juga. Aku harus beristirahat.
Aku dan Nertaja pun berjalan menuju kamar. Di perjalanan, kami bertemu Wangi. Ia sungguh terkejut melihat kehadiranku. Aku segera meletakkan jari telunjuk ke bibirnya sebelum ia berbicara panjang lebar. Kepalaku mendadak pusing.
Aku tersenyum kala Wangi mengangguk mengerti. Kami bertiga pun melanjutkan langkah menuju kamar.
Setibanya di kamar, Nertaja dan Wangi meninggalkanku. Nertaja kembali ke urusannya, sedangkan Wangi tengah pergi ke dapur keraton untuk membuatkan minuman hangat untukku.
Aku memilih duduk di tepi kasur. Memandangi pemandangan halaman keraton dari balik jendela kamar yang terbuka.
"Apa ia benar-benar marah?" tanyaku pada diri sendiri." Kupikir rencanaku akan berjaan lancar." Aku menghela napas panjang. Jika aku tidak diperbolehkan mencampuri urusan Majapahit, kumohon jauhkanlah aku dari sini.
Untuk kedua kalinya aku menghela napas panjang. Kepalaku benar-benar pusing.
Aku mengernyit. Pandanganku mengarah ke bawah meja kayu yang ada di pojok kamar. Ada sesuatu di bawah sana. Dengan malas, aku bangkit dan berjalan menuju pojok kamar. Semakin dekat, benda itu semakin jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Sri Rajasanagara
Historische RomaneDewi Kirana Candramaya, namanya. Gadis pindahan dari Jakarta yang sama sekali tidak menyukai pelajaran Sejarah, tiba-tiba muncul di masa kerajaan agraris terbesar di Nusantara, Kerajaan Majapahit. Kirana tidak percaya dengan adanya cinta. Namun, kep...