28. Majapahit - Pergi

17.7K 1.5K 66
                                    

Seminggu kemudian....

"Ndoro tidak apa?" tanya Wangi yang berada di sampingku. Kini aku tengah duduk di depan meja rias. Ini adalah hari pernikahan Hayam Wuruk dan Sudewi. Saat ini, mereka tengah di arak ke mengelilingi kadipaten. Aku yakin, Sudewi sangat bahagia sekarang. Syukurlah, jika perempuan itu akan menjadi permaisuri Hayam Wuruk.

Setela upacara pernikahan mereka berdua, aku memutuskan untuk ke kamar. Hatiku lelah untuk berpura-pura kuat.

Pintu kamar diketuk dari luar, membuat lamunanku buyar. segera, Wangi segera membukanya. Saat Wangi membuka pintu itu, aku melipat dahi. Ada Nertaja di sana yang ditemani empat dayang(seperti biasanya).

Aku bangkit dari kursi, dan berjalan ke arahnya.

"Ada hal apa kamu kemari?" tanyaku.

Nertaja masuk ke kamarku. Setelah berhadapan denganku, ia bertanya, "Apa kau baik-baik saja, Dewi?"

Tidak baik.

"Tentu aku baik-baik saja. Kenapa kalian mencemaskanku? Jangan berlebih, kumohon." Aku tertawa renyah, lebih tepatnya mentertawai diri sendiri.

Aku berhenti tertawa setelah menyadari bahwa tidak ada yang tertawa selain diriku.

"Ada apa kamu ke sini?"

Nertaja menggeleng." Aku hanya ingin menemanimu saja.".

Aku mengangkat sebelah alis. Padahal, semua orang di keraton sangat sibuk sekarang. Semua orang tengah beberes.

"Sebaiknya kita pergi menghirup udara segar. Berada di kamar membuatku kepanasan."

Nertaja setuju denganku. Kami pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitaran keraton.

"Nanti malam akan ada pesta," ucap Nertaja saat kami berjalan di taman keraton.

"Pesta?" Aku mengernyit. Aku kira sudah tidak ada kegiatan lain nanti. Sepertinya Hayam Wuruk akan sangat sibuk.

Kami berdua tidak berbicara banyak karena Nertaja kembali pergi. Ada hal penting, katanya.

Baiklah, aku sendiri sekarang. Wangi kuminta tidak mengikutiku tadi.

Sungguh aku sangat bosan sekarang. Matahari hampir condong ke arah barat. Langkahku terhenti saat tiba di depan gapura keraton yang di kanan-kirinya terdapat prajurit.

Aku menoleh ke belakang, menatap kesibukan di dalam keraton sekilas. Sepertinya memang tidak ada kegiatan lain yang bisa kulakukan di sini. Aku memutuskan untuk keluar dari keraton. Awalnya prajutit yang menjaga di gapura melarangku untuk keluar. Namun, aku bersikeras untuk keluar.

"Aku hanya berjalan-jalan sebentar. Kalian tidak perlu khawatir!" ucapku tegas. Mereka membuatku emosi.

Tak lama kemudian, dua prajurit itu saling tatap, lantas membolehkanku untuk pergi. Syukurlah.

Aku terus berjalan menuju persawahan. Walaupun siang hari, aku tidak merasa panas karena langit nampak mendung. Suasana di sini sangat sepi, mungkin karena orang-orang melihat maharaja yang berkeliling bersama ratunya.

Entah kenapa aku merasa sangat kesepian, sekarang. Aku terus berjalan sampai tak sadar tiba di depan gapura salah satu perkampungan di kadipaten Trowulan. Sangat sepi, tidak ada orang satupun.

Aku berbalik arah, hendak kembali ke keraton. Aku masih merasa bosan juga. Namun, langkahku tiba-tiba terhenti saat mendengar suara orang yang samar-samar. Kemudian, aku menoleh ke arah perkampungan. Kedua mataku menyipit melihat dua laki-laki keluar dari sebuah rumah, masing-masing membawa karung. Yang membuatku terheran-heran, mereka keluar dari satu rumah ke rumah lainnya.

Cinta Untuk Sri RajasanagaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang