17. Misunderstood

477 221 469
                                    

Hi!
Kumaha damang?
Happy reading:)

Saat mengendarai motor tubuhnya sedikit bergetar saking takutnya. Hingga tidak sengaja sesuatu menimpa dirinya.

Seketika motornya oleng hingga menabrak bahu jalan. Kecelakaan tidak bisa dihindari karena jalanan yang licin dan tubuhnya yang semakin bergetar hebat.

Motornya terseret ke tengah jalan. Tunggu-tunggu, bukan motornya, tapi milik Lukas. Sedangkan ia tergeletak di pinggir jalan.

Selamat. Ia tidak terluka parah. Hanya saja, pergelangan tangan kirinya keseleo dan menyebabkan nyeri bila digerakkan. Kalau sudah begini sulit untuknya mengendarai motor dengan sebelah tangan, ditambah motor Lukas yang sepertinya sedikit rusak.

Seorang bapak turun dari mobil untuk menolongnya. "Dek, mau ke rumah sakit?"

Ia menggeleng dua kali. "Shit!" umpatnya saat menggerakkan pergelangan tangannya yang terasa begitu nyeri.

Ia belum menyerah. Ia kembali bangkit menghampiri motor meski sudah diperingati orang yang menolongnya. "Arghh!" rintihnya saat berusaha membangkitkan motornya. Kemudian, ia mencoba menyalakan motornya.

Beruntung. Motor berpihak padanya. Ia langsung menaiki dan mengendarai hanya dengan sebelah tangannya. Terasa sulit, tapi mau bagaimana lagi? Ini demi ibunya.

Sesampainya di kantor sang papa, ia langsung bergegas menuju ruangan di lantai atas. Saat sedang menunggu lift, seseorang menepuk pundaknya. Ia menoleh. Dilihatnya orang tersebut sedikit menunduk. "Den, maaf, mau ketemu Pak direktur, ya? Tadi Pak direktur buru-buru pergi." Angga tidak bergeming beberapa saat. Lalu langsung berlari mengambil motor tanpa sepatah katapun.

"Arghh!" teriaknya frustasi sembari memukuli kepalanya. Air matanya tak terbendung saat terlintas dibenaknya tentang sang ibu. Tidak ingin membuang waktu, ia langsung menancap gas menuju ke sekolah.

*****

Suasana di sekolah sedikit menegang karena kehadiran Irham--direktur utama yayasan sekolah. Jam istirahat yang biasanya sangat bising kini berubah menjadi sangat horor.

Di kantin tetap ramai, namun para siswa tak ada yang berani berisik seperti biasanya setiap Irham datang sejak kejadian tahun lalu yang dialami kelas XI dan XII sekarang ditambah kasus kematian Disha, dipenjaranya Zian, serta misteri kematian Joan yang terjadi secara berturut-turut belum lama ini.

"Sekolah ini berubah jadi horor banget setiap Pak Irham dateng, gue jadi pengen pindah sekolah," bisik Dhito yang merasa tidak nyaman dengan suasana tegang ini. Karena kebobrokannya sudah tak terbendung lagi, rasa-rasanya ia ingin bertingkah.

Brak

Dhito menggebrak meja dengan keras. Ghifa, Karel, dan Elin yang ada dihadapannya pun tersentak dan juga seluruh siswa yang ada menoleh kearahnya. "YA! INI PADA SARIAWAN BERJAMAAH? BIAS--" kalimatnya terpotong saat Karel menutup mulutnya dan menariknya keluar kantin diikuti Ghifa dan Elin.

"Dhito bobrok nan goblok!" teriak Karel tepat di telinga Dhito.

Karel menghela napas berat. "Lo ngapain tadi gebrak meja terus teriak-teriak?" lanjutnya dengan mimik muka yang penuh emosi.

"Ck, mulut gue gatel pengen teriak tadi." Dhito berdecak kesal lalu mengalihkan pandangannya.

"Liat situasi dan kondisi juga dong, Dhit. Semua lagi jaga sikap biar kejadian tahun lalu nggak terulang." Elin berusaha menjelaskan karena sepertinya Dhito tidak mengetahui tahun lalu.

School of Lies ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang