30. Romeo and Juliet

414 178 540
                                    

Hi!
Happy reading:)

Ririn sebagai jaksa penuntut dengan sifat misteriusnya benar-benar menjalankan niat baiknya, bahkan pagi ini ia sudah mengirimkan surat permohonan penundaan sidang lanjutan sampai seminggu ke depan ke pengadilan. Padahal saat sidang pertama, ia mati-matian berargumen agar Zian mendapat hukuman paling lama 5 tahun penjara.

"Rin, apa maksud kamu kirim surat permohonan penundaan sidang tanpa konfirmasi ke saya pengacaranya Zian?" tanya Yohan sembari menyesuaikan langkahnya dengan Ririn.

"Tolong gunakan bahasa formal," pinta Ririn dengan gaya angkuhnya.

"Tolong juga, jangan mengalihkan topik."

"Kalau Anda memang pengacaranya, tolong bertindak sebagai seorang pengacara yang baik. Bahkan kondisi kliennya pun Anda nggak tahu." Masih belum berhenti melangkah, kini keduanya hampir sampai parkiran.

"Bukannya dia baik-baik aja?" tanya Yohan penasaran.

Ririn mendadak menghentikan langkahnya. "Anda bener-bener nggak tahu kalau semalam Zian kolaps? Bahkan Regan mantan pengacaranya tahu."

Mengernyit keningnya, Yohan tak terima kalau rivalnya lagi-lagi menemui kliennya diam-diam, bedanya di sini Yohan yang mengambil alih kasus Regan, namun ia tetap takut kliennya direbut lagi walau lisensi Regan sedang ditangguhkan, padahal ia tengah dihadapkan kemenangan untuk pertama kalinya.

"Oh, Regan dengan kata-katanya berhasil memengaruhi seorang Ririn yang terbilang sulit diprovokasi."

"Jaga omongan Anda. Saya bukan Anda yang mudah terprovokasi oleh uang dan jabatan." Ririn berhasil membungkam Yohan yang kini tertinggal jauh di belakangnya.

Flashback on

Tadi malam, usai rencananya terbongkar, Ririn mendapat telepon dari rumah sakit karena Zian mengalami kolaps. Tanpa pikir panjang pula ia segera bergegas tak lupa membawa serta Regan.

Sesampainya di rumah sakit, untungnya kondisi Zian mulai membaik bahkan ia sudah dalam keadaan sadar, namun tak sebaik sebelumnya.

Dengan mudahnya Regan dapat memasuki ruang rawat Zian, namun bohong kalau ia tak merasa khawatir akan ditolak kedatangannya oleh Zian. "Kayaknya saya nggak perlu masuk."

Tatapan sinis Ririn layangkan padanya. "Buat apa saya bawa Anda ke sini kalau cuma buat nunggu di luar?!"

Mengangguk, hanya itu responnya.

Setelah melewati dua orang polisi yang berjaga, keduanya kini dihadapkan dengan Zian yang tengah terbaring sadar dengan selang nasal kanul oksigen di hidungnya sebagai alat bantu napas. Keduanya hendak mendekat, namun Zian lebih dulu memberi sinyal penolakan lewat kepalanya yang menggeleng.

"Saya udah ada pengacara baru, jadi Pak Regan nggak perlu kemari," ucap pelan Zian sembari menatap Regan yang ada di samping kanannya.

"Yohan? Dia cuma pajangan, dia nggak akan bela kamu ataupun menyangkal apapun di persidangan nanti, justru kamu akan dijebloskan ke penjara untuk waktu yang lama."

"Saya nggak peduli." Beginilah Zian kalau sifat keras kepalanya kambuh.

Regan mendudukkan dirinya di kursi, lalu mengusap kasar wajahnya. "Untuk sekarang. Gimana nanti? Keluar dari penjara kamu emang masih muda, tapi akan dikenal sebagai mantan napi pembunuhan, semua orang akan tahu karena jejak digital nyata. Sedangkan pelaku sebenarnya, bisa dipastikan hidupnya tenang karena secara nggak langsung kamu melindunginya."

"Akan lebih menyesal lagi kalau saya membiarkan Anda menjelek-jelekkan Disha," ucap Zian masih dengan suara pelannya.

"Saya nggak tau hubungan antara kamu dan Disha. Tapi tolong, kalau kamu emang nggak peduli sama diri sendiri, setidaknya pikirkan yang lain. Bagaimana kalau muncul Disha dan Zian selanjutnya? Bahkan mungkin lebih parah."

School of Lies ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang