41. Field Trip - Again

324 111 590
                                    

Hi!
⚠️ harap bijak dalam membaca.
Happy reading:)

Langit pagi nampaknya mendukung perjalanan trip kali ini, namun tidak dengan suasana mencekam yang terjadi antara kelimanya di dalam mobil. Dhito si penebar lawak sekalipun mendadak bungkam lantaran tak ingin memancing keributan target yang netranya sibuk menatap Gevan yang tengah fokus menyetir.

Bisa dibilang ini menjadi perjalanan paling membosankan bagi kelimanya. Karena sepanjang perjalanan tak ada obrolan, apalagi tawa yang menjadi hiburan. Kendati demikian, kelimanya berhasil melewati masa-masa membosankan kala di hadapkan jalanan menanjak serta berkelok, belum lagi kabut yang menandakan hampir sampainya di tujuan.

Benar saja, kelimanya berhasil sampai di tujuan dengan selamat dan kini jajaran pohon pinus yang berderet berhasil mengalihkan perhatian kelimanya yang satu persatu mulai keluar dari mobil.

Ghifa dengan tas gendong di tangannya jadi orang pertama yang keluar, lalu disusul Karel dan Dhito yang mengapit dirinya. Tak lama, Gevan dan Malika yang duduk di kursi depan keluar membawa serta barang bawaan.

"Mendung, sepi, berkabut, ini kita mau uji nyali?" Dhito mendongak, benaknya dipenuhi tanya walau sudah tahu misinya hingga tak sadar kalau yang lain meninggalkannya sendiri. "Bejakeun ka bapak aing dituntut maranéh!"

*****

Mengira kalau Regan dan yang lainnya belum sampai sempat terpikirkan oleh Ghifa, namun nyatanya tidak, bahkan kini ia dikejutkan oleh berdirinya seorang pria berbadan tegap dengan kemeja hitam yang membalut.

Malika melirik Gevan sekilas, lalu mengernyit heran kala netranya berhasil menangkap dengan jelasnya adanya Regan, Juan, Tari, Angga, dan Zian. "Ada mereka juga? Bahkan, Pak Juan?" tanya Malika yang tak langsung memberi Ghifa jawaban walau sekadar tahu nama.

"Aku belum bilang, ya?" Gevan melirik balik Malika. "Sorry. Tapi dari awal aku udah bilang kalo yang ikut trip ada aku dan yang lain."

"Ah, I see." Entah bagaimana ia mengatur emosinya, yang jelas setelah dibuat terheran, dengan mudahnya senyum manis ia lemparkan pada Gevan dan yang lain.

*****

Malam hari tiba, kegiatan makan malam baru saja usai. Kini kesepuluhnya tengah sibuk dengan urusan masing-masing, entah itu memikirkan tentang misi atau sekadar bergabut ria seperti yang tengah dilakukan lelaki si penebar lawakan itu.

"Fa, lo tau nggak?" tanya Dhito pada gadis cuek yang dagunya terangkat sebagai tanggapan.

"Gue masih normal."

"And then?"

"Gue suka sama lo." Dhito tak sekadar melirik karena tangannya menarik paksa pundak Ghifa agar dapat bertatapan dengannya.

"I know, I'm pretty girl."

Dhito mengangguk. "Mau jadi pacar gue?"

"Nggak ada ya anjir, gila lo?! Mau mati?" Karel memisahkan keduanya, lalu menggeser paksa Dhito hingga ia dapat duduk di antara keduanya.

"Bercanda buset dah."

Karel melirik keduanya bergantian. "Sekarang ini lagi urgent. Kak Malika, Bang Gevan sama Kak Zian nggak ada. Gue takutnya Kak Zian gegabah, main nekat tanpa mikir konsekuensinya, jadi kita semua harus nyebar dan nggak perlu ada yang stay karena udah ada Bu Tari," jelas Karel.

*****

Menelusuri sekitaran area pohon pinus bukanlah hal yang mudah mengingat tempatnya yang sangat luas, belum lagi malam yang sedikit menghambat pencarian.

School of Lies ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang