Hi!
sad/happy? let's see!Keputusasaan tengah menguasai diri, tak tahu lagi harus bagaimana menangani. Rasa kehilangan yang amat menyayat hati, membuat terlintas niat untuk mengakhiri.
Hidupnya.
Sakit memanglah sakit. Bak tertusuk ribuan belati, hatinya yang jadi sasaran tak sanggup menahan diri.
Anak tersayangnya mati dengan tragis, lantas kebahagiaannya terkikis. Di tangan dia, putrinya yang lain.
"Kenapa bukan saya?" Menatap pantulan diri, mata sembab jadi bintang utamanya, membuatnya mengasihani diri.
Yang membuatnya merasa amat tersakiti adalah rasa penyesalan yang menyeruak lantaran dirinya baru menyadari bahwa ia sama sekali tak mengenal kedua putrinya sendiri.
Belum lagi fakta kalau kini hanya dirinya yang tersisa setelah Anton pergi, yang diyakini demi putrinya, Malira.
*****
Flashback on
12 jam yang lalu.
Menatap iba, Regan justru mendapat tatapan tak suka. "Nggak usah bawa saya ke rumah sakit," pinta Juan yang duduk bersandar pada pohon dengan Angga di sebelahnya.
"Ya udah, terserah, saya duluan." Regan, satu-satunya orang yang berdiri melenggang kala dapat penolakan dari orang yang tubuhnya nyaris jadi sarang dua peluru.
Juan bangkit dengan mudah, namun tak kunjung melangkah kala Angga masih pada posisinya layaknya orang yang hilang kesadaran. Tak lama Angga mendongak, menatap pria berkaos hitam yang memberinya kode untuk bangkit.
"Lukas." Satu kata terucap, membuat Regan yang belum jauh menghentikan langkah kala hening memberinya izin untuk mendengar.
"Ambulans." Angga bangkit, lalu menatap bergantian dua pria yang menatapnya. "Lukas yang bawa Malira."
*****
Dirasa lolos dari kejaran polisi, dua insan yang kini saling menatap nampak sedikit tenang, namun mendadak salah satunya menjauh, Lukas orangnya.
"Gue butuh ponsel, gue harus telpon daddy lo, biar kita selamat." Lukas dengan kalimatnya hanya mendapat tatapan tanpa jawaban. "Please, gue nggak akan laporin lo disaat gue udah terlibat sejauh ini, bahkan keselamatan ibu gue jadi taruhan," lanjutnya.
"Nggak ada."
"Pelarian kita nggak akan semulus ini, gue yakin kalo salah satunya ada yang sadar." Usai dengan kalimatnya, ia justru dibuat menghela napas kala lagi-lagi Malira hendak memastikan yang jelas tak ada gunanya.
"Mau apa?" tanyanya, membuat Malira menoleh. "Butuh ponsel, kan?" Lantas gadis dengan luka sayatan di keningnya itu kembali pada posisinya.
Menggeser penghalang, lantas dirinya memanggil seorang pria yang nampak ia kenal. "Pak--" Belum usai dengan kalimatnya, pria tersebut tanpa menoleh memberinya ponsel.
"Thanks," jawabnya yang langsung membalik badan, menatap Lukas sembari memberi gelengan samar, lalu menyodorkan ponsel lantaran enggan berbicara.
Ponsel diterima, lantas Lukas menatap layar, lalu menempelkan ponsel pada telinganya sembari menatap balik gadis yang mengangkat kedua alisnya.
"Halo," ucapnya, namun matanya mendadak terbelalak kala sirine mobil polisi terdengar, membuatnya mengintip pada celah dan terpaksa mengabaikan telepon yang telah tersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
School of Lies ✓ [TERBIT]
Misterio / Suspenso[COMPLETED] ________________________ - the mission behind the lie, and guess who's telling the truth! Mari memasuki dunia Victory High School, dimana mereka yang diistimewakan menutup banyak kebohongan. Dari yang masih dibatas wajar sampai yang kura...