14. Like a Jackpot

506 240 373
                                    

Hai!
Happy reading:))

Ergan benar-benar mengikuti mobil Angga dengan hati-hati, ia tak ingin ketahuan. Ia sangat mengkhawatirkan Ghifa sekarang. Karena Angga secara tidak langsung memaksa Ghifa atau bisa juga dibilang menculik?

"Angga asu tenan! Mau bawa Ghifa kemana sih? Jelas-jelas ini bukan ke arah rumah Ghifa." Ergan mengumpat.

Ergan sedikit bersyukur karena motornya tidak tertinggal jauh dengan mobil Angga. Namun, mendadak Angga belok menuju gerbang tol.

"Halah asu! Mentang-mentang naik mobil segala gaya masuk tol, ini jalan nggak macet lho!"

Ergan menepi.

"Ah, sial! Gimana Ghifa nanti?!" Ergan mengacak kasar rambutnya.

*****

Hening, begitulah suasana dalam mobil. Tak ada yang memulai pembicaraan, bahkan suasana terasa sangat canggung.

"Ghifa!" Angga memanggil. Ghifa menoleh ke arahnya.

"Segitu nggak sukanya lo sama gue?"

"Sure," jawab Ghifa dengan wajah datarnya.

Angga mengernyitkan dahinya. "Apa yang salah sama gue?"

"Lo nggak sopan! Gue mau pulang, Kak!"

"Nggak! Lo nggak bakal nyesel ikut gue. Oh iya, gue nggak bakal macem-macem kayak waktu itu kok," ucap Angga dengan mata yang tetap fokus menyetir.

Samar-samar Ghifa menelan salivanya kasar. Fuck! Nggak usah diungkit dong setan! batinnya.

Ghifa terdiam. Ia kembali teringat akan banyaknya kejadian tak menyenangkan malam itu, terlebih soal Zian dan Disha. Ia pun menggeleng, tak ingin terbawa emosional apalagi sampai menangis karena kejadian malam itu.

"Kak, gue mau pulang sekarang!"

"Nggak!"

Air mata hampir menetes. Bukan karena jawaban Angga barusan, tapi karena bayangan tentang Zian dan Disha memenuhi pikirannya sekarang.

Ghifa berusaha keras menahan air matanya. Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Angga.

"Kak, turunin gue sekarang kalau lo nggak mau anter gue pulang!"

Mendengar permintaan Ghifa, Angga sedikit terbatuk. "Gila lo? Lo mau pulang naik apa nanti? Ini udah malem. Lagian ini juga di tol, nggak bisa lah!"

"Oke."

Tidak habis cara, Ghifa merencanakan sesuatu.

"Mending lo ikut gue, lo bakal tau sesu--" kalimat Angga terputus saat Ghifa memanggilnya.

"Kak Angga!"

Angga menoleh. Panik. Dilihatnya Ghifa ingin melempar kotak musik pemberian ibunya yang terpajang di dashboard mobil.

"Please, jangan dilempar, itu dari ibu." Angga memohon.

Batin Ghifa tersenyum, berbanding terbalik dengan ekspresi wajah datarnya sekarang. Bisa dilihat dengan jelas kalau Angga benar-benar tidak ingin kehilangan kotak musik tersebut. Untuk itu, sudah pasti ancamannya berhasil.

School of Lies ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang