37. Between Lies and Secrets

330 139 423
                                    

Hi!
Happy reading:)

Flashback on

Tepatnya kemarin, hasil tes DNA serta penyebab kematian Malira terungkap. Sungguh sangat tak terduga. Hasilnya menyatakan bahwa DNA yang ada pada barang bukti pembunuhan Joan cocok dengan DNA Malira yang jatuh dari balkon, sedangkan tidak dengan Malika yang masih terduduk diam di ruang interogasi.

Untuk itu, dengan sangat berat hati Juan melepas borgol di tangan Malika tanpa sepatah kata. Karena baginya kasus ini belum tuntas, apalagi masih ada sesuatu yang mengganjal dalam dirinya.

Tepat setelah borgol terlepas, Malika dengan gelagatnya yang sangat kentara tak mau lagi berlama-lama di ruang serba hitam dan minim pencahayaan ini langsung bangkit dari duduknya, lalu tanpa sepatah katapun melangkahkan kakinya keluar.

"Bebas dari sini nggak berarti kamu bebas dari saya," bisik Juan tiba-tiba kala ia hendak meninggalkan ruangan.

Flashback off

*****

"Kasus selesai, tapi saya malah makin penasaran," ungkap Regan pada Tari yang terduduk di sebelahnya.

Keduanya kini tengah berada di rooftop sekolah sembari menyaksikan perubahan warna langit yang menenangkan.

"Seenggaknya satu kebenaran udah terungkap," jawab Tari yang matanya sibuk menatap langit.

"Cuma terungkap, tapi belum sempet dapet ganjaran."

"Langsung dapet kok di akhirat."

Crang!

Bukan suara petir menyambar, melainkan suara sesuatu dari lantai bawah yang sontak mengejutkan keduanya.

*****

Lukas terkekeh. "Lucu lo, yang harusnya marah di sini gue, bukan lo!" Ekspresinya berubah seketika usai orang dengan sifat tempramen di hadapannya ini memecahkan kaca jendela ruang kelas tanpa rasa bersalah.

Kemudian, ia yang terduduk segera bangkit dari duduknya. "Fakta kalo ibu lo masih ada dan meninggal baru-baru ini lo tutupin dari gue sama Zian yang lo anggap temen?"

Sedangkan yang dituju hanya menunduk, lalu mengacak kasar rambutnya. "Taruhan, ancaman, risiko," ucap Angga agak berteriak sembari menatap dua orang di hadapannya bergantian.

"Semuanya bersangkutan sama ibu. Tiga hal yang dijadiin kesepakatan sama orang yang paling gue benci, segani, takuti, bahkan sayang diwaktu yang bersamaan."

Dua teman di hadapannya masih terdiam dengan raut wajah penuh tanya.

"Siapa orangnya? Direktur utama yayasan ini yang juga papa gue," ungkapnya tanpa ragu.

"Setelah ibu, sekarang papa." Lukas menghela napasnya kasar. "Terus siapa orang yang selama jadi wali buat urus biang kerok kayak lo?" lanjutnya.

"Siapapun yang butuh uang."

Hening. Ketiganya terdiam beberapa saat hingga salah satunya berbicara.

"Gue rasa sekarang waktu yang pas buat jujur sama lo berdua." Zian menyodorkan album foto miliknya yang langsung diterima Lukas.

"Buka," pintanya.

Lukas membukanya, dilihatnya ada banyak foto anak-anak yang didominasi foto adik dan kakak.

"Disha adik gue."

Flashback on

Sekitar sepuluh tahun lalu. Zian kecil dan Disha kecil hidup di panti asuhan setelah kedua orang tuanya meninggal akibat perampokan sadis di kediamannya, bahkan hingga membumihanguskan rumahnya.

School of Lies ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang