Hi!
Happy reading:)Keluar dari gedung pengadilan, Regan dan Ririn yang jalan berdampingan sontak dikerumuni wartawan yang membludak, belum lagi keduanya banyak dilontarkan pertanyaan secara bersamaan.
"Bagaimana bisa Anda menyelesaikan kasus ini, padahal lisensi Anda sempat ditangguhkan? Dan lagi, nama Anda sempat tercemar kala media massa diramaikan berita penangkapan Anda atas praduga seorang jaksa yang tak lain orang di sebelah Anda?"
Alih-alih melihat ke arah kamera, Regan lebih memilih menjawab sembari menatap Ririn di sebelahnya yang pipinya nampak merona. "Berapi-api. Hidup saya penuh ambisi, terlebih untuk melawan mereka yang tak berperasaan." Perkataan Regan memanglah benar adanya dan maksudnya menatap yang tak lain adalah rivalnya ialah bentuk perwakilan untuk mereka yang ia sebut tadi.
"Saya bersumpah untuk memenangkan semua kasus yang saya pegang, apalagi untuk kasus ini yang melibatkan banyak orang. Dan juga, untuk penangkapan waktu itu hanyalah kesalahan pahaman karena nyatanya saya dibebaskan sebelum 48 jam."
Puas dengan jawaban Regan, kini salah satu wartawan beralih pada Ririn. "Sebagai jaksa, apa alasan Anda mencabut tuntutan yang Anda buat sendiri? Dan lagi, ada kabar beredar kalau hal tersebut bertentangan dengan atasan Anda?"
Paham maksud Regan, terlebih kala mengutarakan kalimat awal sembari menatap matanya, ia merasa sedikit kesal. Bahkan, ia sempat terdiam beberapa detik. "Saya juga manusia yang bisa keliru. Untungnya, saya tidak memilih untuk menyelamatkan diri saya dari kritikan sesaat yang penyesalannya seumur hidup. Soal atasan saya? Saya tidak mau ambil pusing. Sebagai jaksa, saya bertugas mencari keadilan, bukan memenjarakan pelajar yang tak bersalah."
Belum selesai dengan kalimatnya, senyum miring merekah di wajahnya. "Cameraman, zoom his face." Ia meminta kameraman untuk menyorot wajah Regan, lalu ia menoleh dengan senyum nakalnya sebagai kode.
Tak mau kalah, Regan dengan otak cerdasnya yang langsung paham maksud Ririn pun menunjukkan senyum antagonisnya pada salah satu kamera. "Lex nemini operatur iniquum, neminini facit injuriam." Ia menyebut salah satu adigium hukum sebagai penutup. [Hukum tidak memberikan ketidakadilan kepada siapapun dan tidak melakukan kesalahan kepada siapapun.]
*****
Juan menyodorkan berkas serta kalung name tag bertuliskan nama Malika Arina pada Yohan.
"Ternyata bukan hanya merenggut satu nyawa," ucap Juan dengan tatapan tajamnya.
"Nyatanya, kepolisian baru saja menerima laporan atas tindak pembunuhan yang Anda lakukan terhadap saudari Joan," lanjutnya, lalu matanya menatap dua orang di hadapannya bergantian.
"Keberatan! Itu hanya praduga Anda!" bantah Yohan.
Juan yang hendak menjawab mendadak terdiam kala Malika mendahuluinya. "Bukan hanya praduga. Seperti apa yang saya bilang tadi, Malira berusaha menjadi saya." Kemudian, jarinya menunjuk name tag yang tak lain adalah alat yang digunakan pelaku dalam membunuh korban.
"Nggak gampang dapet name tag ini. Butuh waktu lama buat yang baru. Sedangkan dihari kematian Bu Joan, saya dengan leluasa bisa keluar masuk perpustakaan yang mengharuskan setiap orang scan QR code yang ada," lanjutnya sangat lancar.
Di Victory High School, name tag adalah benda yang wajib dibawa sebagai identitas dan alat serbaguna untuk mengakses fasilitas, serta berpartisipasi dalam ujian sekolah. Selain itu, penggunaan name tag dianggap lebih efektif untuk mengurangi penggunaan ponsel di sekolah, walau tak ada larangan membawa ponsel ke sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
School of Lies ✓ [TERBIT]
Misterio / Suspenso[COMPLETED] ________________________ - the mission behind the lie, and guess who's telling the truth! Mari memasuki dunia Victory High School, dimana mereka yang diistimewakan menutup banyak kebohongan. Dari yang masih dibatas wajar sampai yang kura...