40. Field Trip - The Mission

322 119 477
                                    

Hi!
Happy reading:)

Salah paham? Saling tak mengerti? Punya alasan yang saling bertolak belakang? Tiga perkara yang tengah merundung habis-habisan pikirin kakak beradik yang tak kunjung bicara hingga pagi tiba lantaran sang ayah yang biasa menjadi penengah tak ada di rumah.

Namun, keduanya masih bisa makan di meja yang sama, bahkan berhadap-hadapan walau tak saling bicara atau sekadar basa-basi untuk mencairkan suasana yang nampak canggung.

Hingga membuat Gevan dengan wajah malasnya menyudahi sarapan pagi yang masih tersisa. "Oke deh, Abang ngalah." Lalu, berpindah duduk ke sebelah si adik yang sempat meliriknya malas dengan harap mendapat tanggapan walau sekadar deheman.

"Coba jelasin dulu rencananya biar Abang ngerti. Tenang, apapun itu, bakal Abang lakuin asal bukan balikan sama Malika."

Bukannya menjawab, Ghifa justru beranjak dari duduknya layaknya orang yang enggan diganggu. "Justru itu."

"No!" bantahan keras Gevan suarakan walau gadis di hadapannya sempat melayangkan tatapan maut.

"Itu satu-satunya cara." Dengan membawa serta piring bekas makannya, Ghifa berjalan menuju tempat sampah.

"Karena cuma Abang yang bisa bedain antara Malika dan Malira. Kalo tanya kenapa nggak tes DNA aja? Ada kecurigaan kalo hasil bisa aja dimanipulasi sama orang-orang sampah kayak gini." Memanfaatkan timing yang pas, ia membuang sisa makanannya sebagai bentuk perumpamaan orang-orang sampah yang ia maksud.

"Fakta soal salah satunya yang ternyata psikopat nggak gampang buat diabaikan. Terus gimana kalo ternyata psikopat itu Malika yang sekarang?" Gevan bergidik takut sendiri.

"Jawaban itu yang kita cari." Ghifa mengulum bibirnya sembari menunduk, lalu menatap Gevan penuh harap. "Selain soal semua yang terjadi belakangan ini. Jawaban itu juga ada sangkut pautnya sama kematian bunda."

"Ini yang kamu maksud di pemakaman waktu itu?" tanya Gevan memastikan.

"Got it."

Sadar kalau selama ini kematian sang bunda ditutup-tutupi. Gevan yang baru saja menunjukkan rasa takutnya pun cepat-cepat menepis rasa tersebut sebisa mungkin. "Jadi, gimana rencananya?"

*****

Satu jam pelajaran telah berlalu, namun Lukas yang membuat resah dua temannya masih belum datang juga. Kemungkinan kalau Lukas akan datang telat sempat terpikirkan, namun kalau sampai jam istirahat tiba belum juga datang apa masih ada kemungkinannya?

Tak adanya surat keterangan bahwa ia sakit ataupun izin jelas membuat kedua temannya, bahkan seluruh penghuni kelas bertanya-tanya lantaran sang ketua OSIS yang terkenal disiplin baru kali ini tak ada kabar.

Belum lagi, Lukas yang harusnya ikut andil dalam misi yang Regan susun kemarin punya peran cukup penting untuk meminimalisir terjadinya hal tak terduga.

"Kelas ini cuma Lukas yang alfa?" tanya Tari yang tengah memeriksa daftar hadir di papan.

"Iya, Bu," jawab kompak penghuni kelas.

"Siapa teman sebangkunya?" Tari mengedarkan pandangannya hingga menemukan satu kursi kosong. "Angga, tau Lukas kenapa?"

Angga menggeleng sekilas. "Lukas nggak bisa dihubungi. Terus juga kemarin nggak ngomong apa-apa sama saya ataupun Zian, apalagi yang lain."

"Kalo ada kabar soal Lukas segera temui saya di ruang BK." Kalimatnya memang ditujukan untuk seluruh penghuni kelas, namun tidak dari gerak-gerik matanya yang berarti kode untuk Angga dan Zian agar segera menyusulnya ke ruang BK.

School of Lies ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang