22. The Funeral

430 205 452
                                    

Hai!
Happy reading:)

Pulang dari kosan Zian, Ergan bukannya senang mendapat beberapa bukti, ia malah terserang headache seusai melihat-lihat album foto milik Zian serta tulisan yang berada di lembar terakhir album tersebut.

Selain foto Zian dan teman-temannya sekarang, di dalam album pun ada beberapa foto masa kecilnya bersama anak-anak panti lainnya, sayangnya di foto tersebut tak tertera nama panti asuhannya dulu, padahal kalau ada bisa diselidiki lebih lanjut sampai ke akarnya.

Satu yang mengejutkan hingga membuatnya terserang headache adalah adanya beberapa nama beserta potongan foto yang membentuk sebuah circle. Dengan Disha yang menjadi fokusnya, lalu tujuh panah yang mengarah ke foto Disha.

Panah merah ada Angga, Malika dan Piyan. Panah merah dengan tanda tanya ada Ghifa, Karel, Haekal, dan Via. Sungguh, sudah berkali-kali ia berusaha memahami semua ini, namun belum membuahkan hasil. Akhirnya, ia serahkan pada Teo yang mungkin akan menemukan jawabannya.

*****

Malam ini, setelah mendapat izin dari kepolisian serta kejaksaan, Angga dan Lukas datang menjenguk Zian dengan semangat setelah lebih dari sebulan tak bertemu.

Walau baru ditinggal sang ibu dan harus pura-pura baik-baik saja seharian ini, akhirnya Angga bisa merasakan bahagia yang bukan main dapat menemui sahabatnya ini.

"ZIANJING EGE! SENENG BANGET AING KETEMU MANÉH! ANYING SPEECHLESS AING!" teriak Lukas yang dijuluki good boy ini dengan air mata yang tak terbendung lagi.

"Berisik ege!" Angga menoyor keras kepala Lukas yang tengah sibuk memeluk Zian dengan erat.

Lukas melepas pelukannya, lalu menatap sinis ke arah Angga. "Sakit bodoh!"

"Good boy macem apa sih lo? Abal-abal kek gini dipanggil good boy." Samar-samar Lukas mengambil ancang-ancang untuk menyentak kening Angga, namun gagal karena Zian mulai mengalihkan perhatiannya.

"Makasih banget lo berdua mau nemuin gue. Gue pikir udah nggak ada lagi yang mau temenan sama gue karena kasus ini. But, be honest, orang yang paling nggak pengen gue temuin itu kalian berdua," tutur Zian yang sebenarnya masih bingung harus bereaksi apa terhadap dua sahabatnya ini.

Walau begitu, tak bisa dipungkiri bahwa ia sangat senang bercampur marah? Karena ia mendadak mengingat sesuatu. Ya! Kejadian malam itu, entah mengapa kembali terulang saat melihat Angga hingga membuat kepalanya terasa sakit.

Sedangkan yang ditatap kebingungan tak bisa berkutik saling menatap kikuk. "Ya, gue emang seneng, tapi gue nggak mau sedih setelah lo berdua pulang," lanjutnya sembari mengusap-usap pelipisnya.

"Maaf," kompak keduanya.

"Pulang ... lo berdua pulang aja sekarang," pintanya.

"Nggak bisa gitu dong!" protes Angga mengingat sulitnya mendapat izin tadi.

Untunglah, Lukas yang mengerti situasi dan kondisi pun segera menyeret Angga keluar sebelum sifat emosional nya meledak-ledak.

Keduanya sudah berada di luar ruangan dengan wajah kecewa. "Lo kenapa bawa gue keluar?! Gue baru mau maki-maki Zian yang seenak jidat nyuruh kita pulang tanpa tahu perjuangan kita buat sampe sini!" Benar saja, sifat emosional nya memang tak pernah bisa ditahan.

School of Lies ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang