34. Show the Truth for Justice

387 168 571
                                    

Hi!
⚠️harap bijak dalam membaca!
mulai chapter ini ada target vote, tapi ga disebut biar sider muncul.
Happy reading:)

Tepatnya di halaman gedung pengadilan, Regan, Ririn, Tari, Teo, dan seorang pria cukup berumur tengah berdiri.

"Perkenalkan, beliau Pak Gandia. Wartawan asing dari Spanyol yang udah lama bekerja dibawah naungan portal berita ternama dan Pak Gandia juga yang sempet nulis artikel penangkapan Regan." Ririn yang punya banyak koneksi sangat dimudahkan dalam menemukan siapapun memanglah sangat berguna dalam membantu membersihkan nama Regan yang sempat tercoreng akibat artikel penangkapannya waktu itu.

Regan mengulurkan tangannya yang langsung dijabat oleh Gandia. "Terimakasih, Pak. Terimakasih sudah blur wajah saya, walau nama saya terpampang nyata, jelas dan lengkap sampai-sampai foto saya yang diblur teramat sangat tidak berguna."

"Walau begitu, agaknya akan menjadi keuntungan bagi Pak Regan seusai persidangan nanti," jawab Gandia yang masih belum melepas jabatan tangannya, lalu keduanya saling melemparkan tawa hambar.

"Jadi, saya sama Tari apa gunanya ada di sini?" tanya usil Teo yang langsung dihadiahi tatapan sinis dari Tari.

"Pajangan," sahut Regan.

*****

Sebelum dimulainya sidang kedua, posisi duduk dari ujung kanan ada Dhito, Karel, Ghifa, Via, Angga, dan Lukas. Sedangkan tepat di depan mereka ada Tari dan Teo yang duduk bersebelahan.

Kala Teo menoleh ke belakang, Dhito mulai berbisik pada Karel. "Rel, yang di sebelah Bu Tari kayaknya gue kenal. Tapi siapa? Oh, tukang service AC yang waktu itu ke sekolah," bisiknya yang masih bisa didengar Angga.

"Dih, apaan? Dia satpam di komplek gue," bantah Angga.

Dengan cepat Lukas membantah sembari menggelengkan kepala. "Nggak-nggak, dia tukang parkir di mini market deket sekolah."

Bola matanya berotasi. "Nggak ada yang bener! Dia orang yang jadi maskot badut di perusahaan bapak gue!" sewot Via hingga membuat Teo menoleh ke sumber suara.

Sedangkan Ghifa dan Karel yang mengetahui siapa sebenarnya orang yang mereka bicarakan hanya saling menatap satu sama lain.

"For all of you information, saya ini mata-mata kalian yang masuk black list orang yang Regan curigai. Tapi tenang, sekarang udah nggak, kalian berempat udah bebas. Ya nggak, Fa, Rel?" bisiknya pada mereka berenam.

"Tega lo berdua! Jadi cuma gue yang nggak tau?" sewot Dhito pada Ghifa dan Karel.

"Elin juga nggak tau," ucap Ghifa yang sontak membuat ketiganya mendadak lesu menyadari fakta ketiadaan Elin untuk selamanya.

Selang beberapa saat, sidang kedua sudah dimulai, bahkan Zian sebagai terdakwa lengkap dengan seragamnya sudah memasuki ruangan. Lalu, Ririn sebagai jaksa penuntut diminta hakim ketua untuk membaca tuntutannya terhadap terdakwa yang sontak membuat para pengunjung kompak dibuat penasaran.

"Jaksa, bacakan tuntutannya," ucap hakim ketua.

"Terdakwa dinyatakan tidak bersalah karena minimnya bukti," jawab Ririn lancar tanpa ragu.

"Apakah Anda mengatakan bahwa terdakwa tidak bersalah? Lalu, mengapa Anda mendakwanya sejak awal?"

"Karena adanya terdakwa di tempat kejadian serta hanya ada sidik jarinya di tubuh korban. Namun, terdakwa saya nyatakan tidak bersalah karena minimnya bukti, terlebih ada kemungkinan adanya terdakwa bukan sebagai pelaku, tapi sebagai penolong, namun saksi yang melihat menyalah artikan niat baiknya."

School of Lies ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang