27. Who is He?

421 181 510
                                    

Hi!
Happy reading:)

Ergan sudah mendengar alibi dari tujuh orang yang foto dan namanya ada di circle album foto Zian. Kini ia benar-benar sudah menemukan pelakunya, namun lagi-lagi terhambat oleh bukti.

Untuk itu, sekarang waktu yang tepat untuk memainkan kartu as nya. Menyelinap ke apartemen Disha yang dijaga ketat oleh polisi adalah satu-satunya cara dengan peluang besar, namun juga risiko yang besar.

Berdirinya ia di depan gedung apartemen, namun dengan tampilan yang berbeda. Lebih tepatnya kembali menjadi Regan lengkap dengan sifat aslinya.

Dengan pakaian formalnya serta tas jinjing di tangannya, ia berjalan dengan penuh percaya diri seperti dulu. Tak ada rasa gugup sedikitpun bila sifat arrogant-nya kembali.

Kini ia sampai di depan pintu apartemen Disha dan langsung dihadapkan dua orang polisi yang tengah berjaga. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satunya.

Sebelum menjawab ia mengambil surat dari dalam tasnya, lalu memberikannya pada polisi tersebut. "Saya Regan Puteradeva, pengacara terdakwa Zian. Ini surat izin saya dari jaksa buat geledah apartemen ini sendiri." Dustanya, padahal surat itu ia buat sendiri.

Dapat dilihat dengan jelas kalau kedua polisi ini sedikit curiga padanya. "Kartu identitas?"

Regan segera menunjukkan kartu identitasnya. "Ini KTP dan name tag saya."

"Silahkan masuk." Ia langsung mendapat izin masuk tanpa dicurigai lagi. Untungnya, dua polisi tersebut tampak tidak mengetahui bahwa pengacara Zian telah diganti, apalagi soal kelanjutan sidang nanti.

Sebelum masuk ia menggunakan sarung tangan dan alas kaki agar tak merusak TKP.

"Saya nggak perlu didampingi," pintanya saat langkahnya diikuti salah satu polisi. "Kalo gitu saya permisi."

Manik matanya mengedar perlahan, memperhatikan segala sudut serta detailnya sembari menebak-nebak kejadian penusukan malam itu. "Cuma ada satu pintu masuk, tapi anehnya nggak ada saksi yang liat kedatangannya, kecuali masuknya Zian ke sini," monolognya.

"Cctv mati pas pelaku sebenarnya dateng dan nyala kembali saat Zian masuk, tapi setelah itu nggak ada orang yang mencurigakan terekam keluar gedung," lanjutnya.

Satu pertanyaan berat ini sungguh membebani pikirannya. "Terus lewat mana pelaku keluar?"

Lewat plafon? Bisa jadi, namun sedikit mustahil.

Atau lompat dari jendela? Tapi mana mungkin, kalau iya pasti sudah diberitakan di malam yang sama.

Lewat bawah tanah? Mustahil, ini di lantai atas.

Satu yang paling masuk akal, adanya pintu rahasia yang entah terletak di mana.

Namun, niatnya untuk mencari keberadaan pintu tersebut teralihkan saat manik matanya melihat adanya bercak darah mengarah ke dalam kamar, tempat kejadian perkara. Rasa penasaran membawanya melangkah ke dalam kamar hingga matanya dapat melihat dengan jelas warna merah darah yang membekas pada kasur dengan balutan seprai putih.

Petugas yang menangkap Zian usai memergokinya seolah-olah tengah berusaha menusuk perut Disha bersaksi secara tertulis di dokumen hasil penyelidikan jaksa Ririn yang sempat ia baca, namun belum sempat dibahas saat sidang pertama kalau kejadiannya tepat di atas kasur. Namun di lantai, terdapat lebih banyak darah yang sudah mengering. Ini membuatnya berpikir kalau kejadian aslinya bukan di kasur, namun di lantai.

School of Lies ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang