49. Jeolous

97 18 0
                                    

Makan malam bersama keluarga. Keheningan di antara tiga orang di ruang makan tersebut.

"Kenapa kamu nggak ngabarin dulu kalo mau balik, sayang?" tanya sang suami sambil mengaduk pastanya.

Jaemin melihat interaksi ayah tirinya itu. Hanya sekadar baik saja, namun dalam hatinya sudah pasti ada rencana licik.

"Maaf, nggak sempet," jawab Tifanny, "ohiya, semalaman kamarmu bau alkohol. Kamu mabuk?" tanyanya, "apa... kamu bawa wanita lain ke rumah ini?"

"Uhuk!!" Minho tersedak bulgogi, dengan cergas ia meneguk air putihnya. "Siapa yang bilang begitu?" tanyanya dingin dan menatap intimidasi.

Sang istri menengang menatap wajah suaminya yang tampak mengerikan, beda dari tatapan yang sebelumnya. Aneh.

"Ah, sudahlah. Lupakan, mungkin Jaemin salah paham," pungkas ibunya.

Jaemin menoleh intens pada ibunya yang duduk di samping. Salah paham katanya?

"Jaemin beneran, ma. Papa kemarin—"

"Sudahlah, nak, ayo dilanjut makannya," sahut ibunya. Karena ia tak ingin ada perdebatan.

Jaemin menghela napas pasrah. Tak habis pikir dengan ibunya. Sebenarnya, Jaemin ingin sekali menceritakan semua tentang perilaku ayah tirinya itu, semenjak ibunya jarang di rumah.

Kini tatapan ayah tirinya beralih tajam menatap Jaemin yang berada di hadapannya. Seolah ia memperingati jika Jaemin harus diam.

Tak lama kemudian, Jaemin bangkit berdiri dan melangkah pergi meninggalkan ruang makan bersama keluarganya di sana.

"Jaemin, kamu mau kemana?" tanya ibunya bingung saat anak itu beranjak keluar rumah.


***


Entah mengapa aku tiba-tiba kepikiran tentang Jaemin pada ayah tirinya. Pada saat sarapan pun aku hanya memilih diam, dan menyaksikan Jaemin dengan ibunya berdebat gara-gara ayah tirinya itu.

Tapi kenapa Jaemin tak ingin cerita padaku?

Baiklah, alangkah baiknya kalau diriku tak perlu ikut campur urusan pribadinya.

Seperti biasa, malam ini aku disuruh kak Yuta titip belikan kopi bubuk untuknya. Menyebalkan, aku tak suka disuruh-suruh, tapi untunglah kak Yuta memberi uang lebih, jadi lumayan, sisanya buat jajan. Hhh...

Sesampainya di minimarket, yang di mana tempat Jaemin bekerja di minimarket ini. Namun, langkah kakiku berhenti seketika. Di balik kaca besar, aku melihat Jaemin yang ketawa riang dengan pegawai perempuan yang aku tak tahu siapa.

Dua anak itu saling ketawa heboh dan bertukar senyuman. Sudah terbiasa, dulu aku juga pernah melihatnya, tapi sekarang beda. Melihatnya, gadis itu tampak akrab sekali dengan Jaemin. Ada rasa cemburu dalam hatiku.

Oh, ayolah, logika tak boleh kalah dengan perasaan.

Tak lama kemudian, bola mataku membulat. Wajah Jaemin mendekat pada wajah gadis itu. Mau ngapain dia?

Apa dua anak itu mau berciuman di tempat kerja?

Aku tak mampu menahannya. Lebih baik aku pergi saja, mencari ke minimarket lain.

"Nara!"

Aku tersentak saat berbalik arah dan mau melangkah. Sejenak, aku menoleh ke belakang.

Our Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang