02. New School

733 358 49
                                    

Udara sejuk masih terasa menyentuh kulit. Sang mentari menyapa bumi dengan kehangatan sinarnya. Memulai manusia dengan segala aktivitas yang dilakukan.

Aku telah sampai di sekolah baruku, memandang sekolah tersebut dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi di sekelilingnya. Kini, kak Yuta yang mengantarku berangkat sekolah. Ya, pagi sekali kakak mengantarku, padahal di sana belum kelihatan murid sama sekali. Sepi dan sunyi.

Katanya sekolah favorit, tapi kenyataannya sepi seperti kuburan. Murid malas kali, apa aku saja yang berangkat terlalu awal? Oh, tentu saja.

Kemudian, aku mulai membuka pintu poros mobil dan segera turun menapaki kakiku di jalanan aspal.

"Dek, kakak antar kamu sampai depan gerbang aja, nanti kamu ke kantor."

"Nggak tau kantornya, kak."

"Tanya aja sama murid lain," jawab kak Yuta, kemudian ia mulai tancap gas dan menjalankan mobilnya pergi.

Sialan kak Yuta! Dia meninggalkanku sendirian.

Mendengus pasrah. Akhirnya aku mulai berjalan masuk dan sesekali pandanganku menengok sekitar halaman sekolah baruku. Bagus. Besar pula sekolahnya, pasti mahal sekali biayanya.

Berjalan setapak demi setapak memasuki gedung utama, aku naik ke lantai atas. Belum berjumpa murid sama sekali di sana. Aku terus berjalan menuju cagak aluminium, menghadapkan diriku ke depan dengan renungan dalam, hanya memandangi halaman sekolah dari atas ke bawah. Hening, tak ada siapa pun.

"Sendirian aja?"

Aku tersentak kecil dan langsung menoleh ke samping ketika mendengar sumber suara tersebut. Aku terbeliak saat bertemu sosok lelaki yang datang menghampiriku. Bukannya dia laki-laki yang pernah aku jumpai di kafe kemarin?

"Lo kan...." Aku sedikit ternganga, dan menunjuk laki-laki itu ragu.

Laki-laki itu tersenyum geli. "Aku tidak menyangka kita bisa bertemu lagi."

Menghela napas kasar dan memutar bola mata malas, aku hanya menyulam senyuman getir ke arahnya dengan tatapan datar.

"Namamu Nakamoto Nara, kan?" terka lelaki itu.

"Kok tau?" Aku kaget.

Lelaki itu mengedikkan dagunya, tertuju pada nametag yang menempel di seragam jasku.

Aku melirik nametag-ku sekilas.
"Eh-iya, hehe..." Aku tersenyum canggung, dan menggaruk tengkukku yang tak gatal.

Sang lelaki tersebut memandangi gadis itu dari ujung kaki hingga ujung atas, membuat gadis itu heran melihatnya. "Rok kamu mini sekali..." ucapnya, mendengus geli.

Aku sempat melotot mendengar ucapan dia yang ambigu, berani-beraninya dia bilang begitu. Ya, aku tahu ini rok sudah dari kelas sepuluh saat aku pernah belajar di luar negeri.

"Ya, terus kenapa?" celetukku seraya melipat kedua tanganku ke depan.

Laki-laki itu menyengir. "Enggak, nggak apa-apa."

Aku menghela napas frustrasi dan membuang muka ke samping. Sudah berapa kali aku bertemu dengannya? Well,  aku telah dipertemukan lagi dengan lelaki aneh ini, bahkan satu sekolah. Menyebalkan.

"Kenalin, namaku Na Jaemin." Ia tersenyum manis dan mengulurkan tangannya padaku.

"Iya, udah tau," jawabku cuek, tetap membuang muka acuh padanya. Agak malas menatap wajahnya, padahal dia tampan.

Sisi alis Jaemin terangkat. "Ohiya? Secepat itu kamu tau namaku?"

"Dari kakak gue," sahutku.

Jaemin cuma mengangguk pelan, kemudian ia diam sejenak memandang gadis di hadapannya itu. "Apa kamu tidak ingin membalas jabatan tangan denganku?"

Our Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang