23. My Family

296 160 7
                                    

Jaemin berhasil mencium bibir mungil gadis itu hingga membuatnya membeku di tempat. Jantungnya pun berpacu cepat, tak terkontrol.

Ini sudah ke dua kalinya untuk keberuntungan seorang Na Jaemin menciumku, tapi tidak untuk keberuntunganku. Oh, sial, jantungku ingin melompat keluar sekarang juga kalau seperti ini.

Beberapa detiknya, Jaemin menjauhkan bibirnya dariku. Sempat aku dan Jaemin beradu tatapan lekat, tatapan yang tak dapat dipungkiri.

"Berlari, sama halnya mengejar mimpi, seperti bintang yang ingin digapai setinggi langit." Nada bicara Jaemin begitu berarti, seolah memberiku suatu kutipan dan semangat.

Aku masih terdiam kaku menatapnya, kemudian pandanganku jatuh ke bawah. Menatap jalanan aspal, enggan untuk bertatap muka dengan Jaemin yang masih memandangiku dengan senyum khasnya. Aku masih malu, sungguh. Berjalan lebih dulu, lalu diikuti oleh Jaemin yang menyamakan langkah kakinya denganku.

Cukup lama kami berjalan kaki hingga akhirnya sampai di depan rumah. Aku lega. Berbalik badan, mau tak mau aku menatap wajah dia balik. "Sekarang kamu pulang." Aku menghalau, lalu membalikkan badanku dan segera menggeser pintu pagar. "Terima kasih."

Setelah mengucapkan kata itu. Aku langsung menutup pintu pagar, dan berlari masuk rumah. Aku tak tahu bagaimana perasaan Jaemin sekarang, aku kira dia tidak akan kesal jika aku mendadak menjauh darinya. Aku tidak marah, hanya saja aku malu saat Jaemin mendadak mencium bibirku lagi.

"Dasar cowok aneh," gumamku setelah berdiri tepat di depan pintu, lalu membukanya.

"Nara... lama sekali kau pulang."

Oh, Tuhan, apakah aku bermimpi? Mama dan papaku berada di rumah ini sekarang? Aku tercengang melihatnya, mengapa mereka berdua tak memberitahuku jika balik ke sini? Sekian lama mereka pergi ke luar negeri. Dan sekarang mereka kembali. Aku rindu.

"Mama, papa!" seruku bahagia, dan langsung berlari menuju ke arah papa-mama yang berdiri seraya tersenyum semringah menatapku. Aku langsung memeluk mereka berdua, menenggelamkan wajahku di ceruk leher papa dan mama. Air mataku langsung menetes begitu saja, aku rindu orang tuaku.

"Kamu baik-baik saja kan di rumah?" tanya sang papa sembari membelai rambut anak putrinya.

"Sering berantem sama kak Yuta nggak?" tanya mama, tersenyum samar.

"Ya, enggaklah, ma. Kita berdua akur banget kok, nggak pernah berantem." Itu suara Kak Yuta yang langsung menjawab pertanyaan mama.

Padahal, aku di rumah pernah debat dengan kakak. Tapi, ya, sudahlah, mungkin saja kak Yuta tidak ingin membuat papa dan mama mengomel hanya gara-gara kakak-beradik berantem.

Oh, iya. Papaku berasal dari Jepang, sedangkan mamaku keturunan orang Korea. Sudah lama mereka berdua meninggalkanku dan kakak di rumah. Lagi pula, aku juga sangat bosan tiap hari melihat wajah kakakku yang menyebalkan. Untung tampan.

"Papa bawakan oleh-oleh dari Jepang buat kamu dan kak Yuta."

"Terima kasih, pa." Melepaskan pelukannya, cepat-cepat aku mengusap kasar air mataku. Aku tersenyum lebar menatap papa. Papaku tampak tampan sekarang, seperti awet muda.

"Buruan kamu mandi, habis itu kita makan malam bersama," pinta mama, merapikan anak-anak rambutku yang sedikit berantakan.

"Siap, ma!" jawabku bersemangat, sembari memperagakan tanganku dengan hormat.

Syukurlah. Ini adalah hari yang menyenangkan bagiku. Papa dan mama telah kembali, dan juga Na Jaemin yang selalu membuatku merasa terhibur. Eh! Kenapa aku jadi memikirkan laki-laki itu? Sialan! Dia baru saja menciumku tanpa izin. Dan sekarang aku jadi jatuh hati dengannya? Oh, tidak semudah itu. Dia adalah lelaki aneh yang pernah aku kenal dengan sejuta kata-kata manisnya.

Our Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang