07. Duty

410 224 7
                                    

Gadis itu menopang dagunya di atas meja, ia tersenyum-senyum sendiri di kelas sembari pandangannya mengarah ke tepi jendela. Entah sudah beberapa menit dia berimajinasi. Maklum, efek jatuh cinta gara-gara dapat pesan dari lelaki tampan.

Jangan salah, ya. Aku ke bawa perasaan pada Lee Jeno, bukan pada lelaki aneh itu. Hmm, kalau dipikir-pikir lagi, lelaki aneh itu, aku...

Sudahlah, lupakan!

Berusaha melupakan kejadian yang sangat tidak aku sukai dari lelaki aneh itu. Sungguh, aku tak bisa melupakan adegan tersebut, malah aku sudah satu bangku pula. Bisa-bisa aku jadi canggung, dan aku benci kecanggungan.

Beberapa menit kemudian, tiba sosok lelaki datang menghampiriku dengan tatapan tanpa ekspresi. Aku terus berkhayal, menengok suasana luar di balik jendela. Tanpa memerhatikan sekitar.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Jaemin menatapku, lalu mendudukkan dirinya sejajar. Tak ada jawaban darinya, dia tak merespons. "Kenapa kamu senyum-senyum sendiri di pagi hari begini? Kamu nggak kesurupan, kan?" tanyanya lagi, terheran-heran.

"H-hah? Apa?" Haluanku buyar gara-gara lelaki aneh itu datang. "Lo ngapain duduk sini?" tanyaku dengan wajah jutek.

Menatapku, Jaemin mengurutkan keningnya bingung. "Aku memang duduk di sini."

"Eh–Ohiya juga." Aku menyengir.

Jaemin menggeleng pelan, hanya mengulas senyum tipis melihat gadis di dekatnya, yang sepertinya salah tingkah.

"Good Morning Nara, Jaemin." Seorang lelaki berdarah Kanada datang menyambut dua temannya yang telah singgah di kelas. Karena kelas masih sepi, belum ramai murid yang datang. Hanya ada dua orang itu menoleh ke arah Mark.

"Morning too, Mark," jawabku dan Jaemin secara bersamaan. Kemudian, kami berdua saling pandang heran.

"Ekhem! Jawabnya barengan niee..." ledek Mark sembari menarik kursinya dan menaruh tas hitamnya, lalu beranjak duduk.

"Apaan, sih!" dengusku, tak terima diejek begitu.

Mark Lee hanya terkekeh kecil tanpa suara, menatapku dan Jaemin secara bergantian.
Tak lama kemudian, murid telah banyak yang datang. Sudah bel masuk sekitar sepuluh menit yang lalu, tapi guru belum kunjung juga masuk kelas.

"Gaes! Tenang! Jangan rame, ada tugas, nih.... ayo kerjakan!" tegas Mark pada teman satu kelas yang baru datang membawa selembar kertas.

"Pak Chanyeol ke mana, Mark?" tanya Mina yang tengah memainkan bolpoin.

"Ada urusan. Sekarang kerjakan tugas matematikanya, nanti kumpulkan ke gue," perintahnya, "Mina, tulis nih tugasnya." Dia menyodorkan secarik kertas itu pada empunya.

Mina sempat memutar bola malas sebelum menyambar kertas yang diberikan Mark. Sebagai sekretaris yang teladan, ia tidak boleh malas-malasan. Akhirnya, Mina bangkit dari duduknya, lalu mengambil spidol warna hitam untuk menulis soal matematika.

Teman sekelas akhirnya patuh untuk mengerjakan soal tersebut. Daripada dimarahi oleh pak Chanyeol, guru matematika yang dingin dan disiplin. Siapa yang tidak takut coba? Jika tak mengumpulkan tugas akan diberi hukuman yang ketat. Mengerikan.

Setelah beberapa menit Mina selesai menulis soal tersebut di papan putih, kemudian lanjut mengerjakan soal tersebut dan berpikir keras. Sebagian murid mengerjakan tugasnya, ada yang tidur, main game, belajar bareng, bahkan individu.

Sebenarnya, aku lemah dalam bidang matematika. Tapi, ya, harus bagaimana lagi? Lebih baik aku kerjakan sebisa mungkin.

Aku fokus dan berpikir keras pada soal tersebut, meskipun teman satu kelas agak berisik dan terlalu banyak omong. Lebih baik aku mendengarkan musik favoritku dari ponsel, memasang headset dan menyumbatnya di kedua telingaku. Alunan lagu memutar merdu hingga membuat hatiku tenang.

Beberapa menit untuk berpikir dan menjawab soal, namun perasaanku sedari tadi ada yang menjanggal. Yaitu Na Jaemin. Entah sudah berapa lama ia terus memperhatikanku dengan senyum tipisnya. Kornea mataku berputar perlahan, melihat buku tulis dia yang masih kosong dan bersih, belum ada coretan ataupun soal yang di kerjakan. Atau jangan-jangan dia....

Buk

Aku langsung menutup buku tugasku, lalu menoleh dengan tatapan sinis ke arahnya. "Lo mau nyontek, ya?!"

Jaemin cengo mendengar tuduhan dari gadis itu, lalu ia bergelak kecil. "Nggak usah ge’er, aku nggak nyontek kok."

"Lah, terus?! Apa? Minta diajarin?" ketusku, menatap tak suka.

Jaemin menggeleng pelan. Detiknya, dia mendekatkan wajahnya padaku dan berbisik. "Sejak duduk denganmu, aku jadi semangat mempelajari trigonometri." Mengusung senyuman lebar, kemudian ia mengalihkan pandangannya, kembali pada tugasnya sendiri.

Mendengar ucapan dia, aku membeku dan terpaku menatap Jaemin, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.







Tbc...

Tbc

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Thank you for reading ♡

Our Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang