04. My First Kiss

581 307 35
                                    

❝Sulit bagi diriku untuk melawan rasa hati saat bersamamu❞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝Sulit bagi diriku untuk melawan rasa hati saat bersamamu❞



HAPPY READING ♡



Ruang kelas telah sepi, senyap dalam keheningan. Murid-murid telah meninggalkan kelasnya dari sepuluh menit yang lalu, hanya menyisakan diriku yang lagi membereskan buku, lalu memasukkannya ke dalam tas.

Oh, aku tidak sendirian di kelas. Laki-laki yang berada di sampingku itu masih menetap di bangkunya. Jaemin masih duduk santai dengan sepasang headset yang menempel di kedua telinganya.

Hei, kenapa dia tidak pulang?
Inginku mempertanyakannya, tapi tidak penting juga bagiku. Mau dia pulang apa tidak. Itu bukan urusanku. Ya ampun, jahatnya diriku.

Setelah selesai beres-beres, aku beranjak keluar kelas terlebih dahulu, meninggalkan lelaki itu sendirian di kelas. Saat aku keluar dari kelas, dengan rasa penasaran langkah kakiku mendadak berhenti begitu saja. Pikiranku mulai heran dengan sosok lelaki tersebut. Na Jaemin.

Tidak biasanya dia mengajakku bicara atau menahanku mau pulang. Ah! Ada-ada saja.

Masih berdiam diri di tempat. Kepalaku berputar ke samping, memandang laki-laki itu di balik jendela kelas yang cukup besar. Jaemin masih tetap duduk manis sembari menopang dagunya di atas meja, sementara cahaya jingga di balik jendela pun menyinari wajahnya keemasan melalui pantulan kaca jendela.
Mula-mula senyumku mengusung lebar mengamati Jaemin. Sungguh indah. Memandang laki-laki aneh itu, bahkan unik di saat pertama kalinya aku berjumpa.

Tak berselang lama aku memandanginya. Akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam kelas, menghampiri laki-laki tersebut. Dia menyadari kehadiranku, memandangiku tanpa ekspresi.

"Lo nggak pulang?" tanyaku, berdiri di hadapannya. Jaemin yang sedang duduk, kini mendongakkan kepalanya menatapku.

"Nanti aja," jawabnya,  menundukkan kepalanya kembali, kemudian ia tersenyum samar.

"Kenapa?" tanyaku lagi.
Jaemin menatapku balik. "Jangan banyak tanya, kamu pulang aja dulu... apa mau aku antar?" tawarnya.

Kedua alisku terangkat, kemudian mendengus. "Bisa nggak? Lo jangan panggil aku-kamu ke gue? Panggil gue-lo gitu kek! Gak gaul amat," ketusnya tanpa menjawab pertanyaan Jaemin tadi.

Jaemin ketawa geli. "Aku nggak bisa."

"Ya harus bisa dong!" cibirku kesal dan mengeryit.

"Panggilan kamu itu khusus untukmu."

"Nana!"

Mendengar kalimat gadis itu yang menyebutnya cukup keras, Jaemin menjadi terpaku di tempatnya. Ditatapnya lamat-lamat gadis di hadapannya dengan mulut yang sedikit terbuka. "Bisa kamu ulangi lagi?"

Dahiku berkerut. "Apa?"

"Omonganmu tadi."

"Iya, apa?!"

"Itu tadi loh... yang kamu sebut."

Aku terdiam cukup lama, dan menarik bibir bawahku seketika. "N-Nana..."

Mengukir senyum yang menawan, Jaemin langsung bangkit dari duduknya sembari melepas headset miliknya. Posisi kami berdua saling berdiri berhadapan dan beradu tatapan lekat. Aku bergeming, menatap sepasang mata legam Jaemin yang tampak begitu jernih.

"Aku suka kamu panggil nama aku seperti itu." Nada bicara Jaemin begitu berat, senyumnya pun tak akan pudar.

Kemudian, Jaemin maju mendekat, mencondongkan wajahnya lebih dekat lagi pada sang gadis yang lebih pendek darinya, sampai gadis itu melangkah, tapi urung.

"Lo... mau–"

Cup

Jaemin berhasil mencium bibir mungil gadis itu dengan sempurna dan lembut, membuat anak itu membulatkan matanya tak sangka.

Tolong katakan ini bukan mimpi!

Detak jantungku berdegup kencang seolah sedang konser. Aku menilik Jaemin yang masih menciumku diiringi mata yang terpejam.

Lebih dari lima detik, Jaemin melepaskan ciumannya dengan pelan. Aku membeku menatap laki-laki itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Dia menatapku lekat dengan senyum tipisnya.

Tidak! Kedua pipiku pasti memerah seperti kepiting rebus. Jaemin pasti tahu. Sialan! Aku jadi tersipu dengan tindakannya tadi.

"G-gue... gue pulang dulu," ucapku gugup, kemudian bergegas keluar dari kelas. Meninggalkan laki-laki itu sendiri, yang mungkin masih menetap di tempatnya.

Aku berlari kecil di sepanjang koridor. Entahlah, kenapa diriku hanya diam saja. Harusnya aku memarahinya, memukulnya, atau–aargh!

Dasar bodoh!

Kenapa bisa jadi seperti ini?! Bisa dikatakan lelaki itu adalah 'My First Kiss.'

"Aargh! Sial!" gerutuku kesal yang terus berlari sampai keluar dari gedung utama.

Braakk!

Tanpa sengaja, aku telah menabrak sosok lelaki yang bertubuh bongsor, tepat di dada bidangnya. "Maaf, gue nggak...." Aku tak melanjutkan kalimatku ketika mengangkat kepalaku, menatap laki-laki yang barusan aku tabrak.









Tbc...

Ini hanya sebuah haluan yang always in number one! :v

Thank you for reading ♡



Our Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang