"Lama amat beli kopinya, habis dibawa ke mana aja sama Jeno?" Kak Yuta mencibir setelah menyadari sang adik yang baru saja pulang.
"Hehe... ke mana aja boleh, pokoknya sama Jeno," jawabku tergelak kecil bersamaan memberi titipan kopi susu pada kakak.
"Udah di tungguin, tuh, sama teman kakak dari tadi siang." Kak Yuta mengedikkan dagunya ke arah sosok lelaki yang tengah duduk santai di sofa, membuat kedua mataku menyorot ke arah sosok yang dituju.
Kak Taeyong memandangiku dengan senyuman lebar. "Hallo Nara... jalan, yuk," ajaknya beranjak berdiri dan berjalan menghampiriku.
Aku melengos. "Enggak," tekanku, "gue tadi barusan udah jalan sama Jeno," jawabnya spontan, kemudian melangkah pergi meninggalkan dua pria itu.
"Terus Jeno-nya mana? Kok gak mampir?" tanya Kak Yuta.
Aku hanya mengangkat kedua bahu, dan terus melangkah sampai menaiki anak tangga.
"Dek?! Terus Taeyong, kamu tinggalin gitu aja?! Dia udah lama nungguin kamu, loh!" teriak Kak Yuta, namun adiknya tampak apatis dan langsung menutup pintu kamar. "Laknat banget jadi adik," geramnya seraya mengusap kasar wajahnya.
Taeyong menghela napas pasrah. Padahal ia sudah niat untuk menunggu kedatangan gadis itu dan mengajaknya makan malam berdua.
"Sepertinya, ini bukan hari keberuntungan lo. Maafin adik gue," ujarnya dengan tatapan resah.
Kedua kalinya Taeyong menghela napas, lalu memijat pangkal hidungnya sekilas. "Susah amat dekati adik lo."
***
"Lo nggak pulang?" tanya Jeno yang melepas jaketnya dan menggantungnya di lemari.
Kalimat Jeno terdengar seperti menghalau di telinga Jaemin. Tidak biasanya Jeno berkata begitu, biasanya dia selalu ingin ditemani selama dua puluh empat jam jika tak ada orang tuanya di rumah. Tapi... ya, harus bagaimana lagi? Mana mungkin Jaemin akan berlama-lama di sini, ia juga punya rasa sungkan. Ya, meskipun ia sangat tidak betah tinggal di rumahnya sendiri. Bukan, ia tidak betah tinggal berdua bersama papa tirinya yang tak tahu diri itu.
"Gue pamit. Makasih, Jen." Jaemin tersenyum sekilas pada Jeno, lalu menyambar jaket hitamnya yang tergantung di lemari. Menyampirkan jaket itu di pundaknya dan melangkah pergi.
Jeno hanya menatap lurus punggung Jaemin yang telah keluar dari kamarnya dan menutup pintunya kembali. Beberapa detiknya, Jeno berjalan menyusul temannya itu.
"Mana orang tua lo?" tanya Jaemin yang sudah berdiri tepat di pintu utama yang terbuka.
"Lagi istirahat, nanti gue izini."
Jaemin mengangguk saja, lalu berpamitan pulang pada sang empunya. Berbalik badan dan melangkah pergi meninggalkan penghuni rumah itu.
"Jaemin, tunggu," cegah Jeno, membuat lelaki itu mendadak berhenti melangkah dan menoleh ke belakang. Jeno melipat kedua tangannya ke depan sembari badannya bersandar pada papan pintu. Tatapannya tampak datar pada Jaemin. "Lo kenal sama Nara?"
Kenapa Jeno berkata begitu?
Jaemin mengangguk kecil. "Iya. Kenapa?"
"Lo satu kelas sama dia?"
Entah apa maksud Jeno tiba-tiba bertanya tentang gadis itu. Yang membuat pikiran Jaemin jadi bingung sejak di minimarket tadi, kenapa temannya itu bisa jalan berdua dengan gadis yang disukainya.
"Woi, Jaemin, jawab dong," decak Jeno yang sedari tadi menunggu jawaban darinya.
"Dia... gadis yang aku sukai." Nada bicara Jaemin begitu pelan. "Iya. Dia satu kelas denganku."
Mendengarnya, Jeno menghembuskan napas panjang, kedua alisnya perlahan menurun. "Oh, sama. Gue juga suka sama dia."
Sontak sepasang netra Jaemin langsung membulat sempurna ketika mendengar sepenggal kalimat dari temannya itu. Jaemin menggeleng tak percaya. "Nggak mungkin."
Jeno ketawa geli. "Yaudah kalo nggak percaya. Sepertinya, Nara udah jatuh hati sama gue. Tapi liat aja nanti, Nara bakalan pilih siapa. Gue atau lo?”"tekannya di akhir kalimat.
Jaemin tercekat. Nada bicara Jeno terdengar begitu mengancam. Tak sangka jika teman baiknya itu juga menyukai gadis yang sama-sama ia suka. Ah! Rumit juga jika sebagai sahabat saling menyukai gadis yang sama.
ΩΩΩ
Brakk!!
"Woi! Liat buku matematika lo, dong!"
Aku tersentak ketika Hyunjin menabuh keras mejanya Jaemin. Ya ampun, ada apa lagi dengan lelaki itu? Mengganggu saja.
Jaemin menatap Hyunjin tanpa ekspresi, kemudian ia melepaskan handseat miliknya. Tak hanya Hyunjin, bahkan Felix dan Changbin pun juga datang ke bangkunya Jaemin.
"Denger nggak lo?! Budeg!" seru Hyunjin, menatap sarkastik pada Jaemin.
"Hyunjin! Bisa, nggak, lo bersikap biasa sama teman sendiri?" tandasku bangkit berdiri dan menatap tajam pada Hyunjin, beserta dua temannya itu.
Hwang Hyunjin mendengus kasar. "Heh, lo anak baru diam aja. Bukannya lo nggak suka sebangku dengan cowok seperti dia?" ucapnya mengedikkan dagunya ke arah Jaemin.
Tunggu dulu, kenapa dia bisa tahu? Aku hanya mengulum bibir mendengar kalimat Hyunjin yang bicara begitu. Bukannya aku tidak suka sebangku sama Jaemin. Tapi... ah! Sok tahu saja anak setan itu. Bagaimana reaksi Jaemin ketika ia mendengarnya? Apa dia tampak resah? Diam-diam, sorot mataku beralih menatap Jaemin yang menatapku balik dengan muka masamnya. Sudahku duga, dia tampak resah.
"Cepetan mana buku lo! Keburu pak Chanyeol datang!" sentak Changbin, melototi Jaemin.
"Lama amat dah! Sini tas lo!" Felix menyambar tas Jaemin, mengobrak-abrik isi tas itu hingga peralatan tulisnya jatuh berserakan ke lantai.
Melihatnya, aku sontak terkejut. Jaemin yang diperlakukan seperti itu, namun reaksi dia tampak biasa saja. Dia tidak marah atau beringinan untuk menghantam ketiga lelaki itu.
Sialan! Melihat kelakuan Hyunjin dan dua temannya itu, membuatku merasa geram, bahkan teman satu kelas hanya menonton saja, tanpa berani menegur pada temannya sendiri. Apalagi Mark Lee, si ketua kelas malah diam saja menonton adegan seperti ini. Ketua kelas macam apa dia?
Jaemin mulai beranjak berdiri dari kursinya. "Apa gunanya kalian masuk kelas unggulan kalo cuma kerjanya nyontoh aja?" ucapnya agak sensitif, menatap datar pada gengnya Hyunjin.
"Anjir! Lo nggak usah sok bijak! Lo anak yatim yang hanya perlu di kasihani di sekolah ini! Bahkan ibu lo aja nikah la—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story (END)
Fanfiction[TAHAP REVISI] ❝Pernah dekat, tapi dia tak menyukaiku. Padahal, aku mencintainya❞ - Jaemin ❝Dia laki-laki yang aneh, tapi aku penasaran dengannya❞ - Nara Lelaki dengan sejuta senyum manisnya yang tak pernah luput dari wajahnya. Bisaku bilang dia itu...