13. Dad

333 159 3
                                    

Mengalihkan pandanganku ke samping, aku tersenyum malu pada Jaemin. 'Bintang kecilku' dia kata? Itu terdengaran klise, tapi kalau Jaemin yang mengatakannya... jantungku mendadak penuh bintang. Bukan, maksudnya penuh bunga-bunga. Ah! Ya, begitulah. Tak lamanya, aku berbalik ke arah pintu pagar, menggesernya hingga menimbulkan bunyi derikan keras.

Meninggalkan Jaemin di balik pintu pagar. Sempat aku menoleh ke belakang, menyunggingkan senyuman tipis. Jaemin melambai singkat padaku seraya mengulum senyum. Aku juga melakukan hal yang sama, tak lama kemudian aku mengayunkan kakiku berjalan masuk ke dalam rumah. Entah aku tak tahu, apa Na Jaemin sudah pergi atau belum. Yang jelas, dia akan pulang.

Menapaki kakiku ke lantai. Berjalan menuju ruang tengah, aku melihat kondisi ruangan tersebut sangat berantakan. Di atas meja terdapat sisa remah-remah makanan dan bungkusnya yang berceceran, ada beberapa botol minuman soju, biji kuaci, dan joystick di depan televisi. Astaga, ampun.

"KAKAK!"

Teriakkan adik perempuannya, membuat orang yang berada di ruangan itu terperanjat dan menoleh bersamaan. Kak Taeyong dan Kak Jaehyun terkesiap, dan tak sengaja membanting joystick karena tercekat mendengar suara nyaring. Kak Doyoung yang tadinya meneguk airnya langsung tersedak dan batuk-batuk.

"Apa, sih, dek?!" Kak Yuta langsung berdiri menghadap adiknya yang air mukanya tampak emosi.

"Oooh... jadi ini alasan kakak nggak bisa jemput aku?! Cuma mainan aja di rumah,  terus rumah kotor nggak a—"

"Hust! Bukan gitu dek..." jawab Kak Yuta langsung membekap mulut adiknya, "kakak tadi sibuk ngerjain tugas kuliah sama temen-temen, sumpah!"

Aku melepas kasar telapak tangan kakak dari bungkamanku, lalu mendengus frustrasi. "Alasan! Kakak itu banyak alasan, tau nggak?!"

Menarik napas dalam, Kak Yuta mengusap pasrah wajahnya. Susah sekali untuk menenangkan hati adiknya jika ia sudah marah seperti orang PMS.

"Nara?" panggil Kak Jaehyun kemudian, "daripada kamu marah-marah nggak jelas kayak gini, bagaimana jalan-jalan aja sama abang. Mau?" tawarnya tersenyum lebar diiringi kedua alisnya itu naik-turun.

"Ogah!"

Bibir Kak Jaehyun langsung datar setelah mendengar penolakan dari gadis itu. "Kok gitu, sih... kamu, kan, jomblo, jadi boleh dong jadi pacar kak Jaehyun?"

Aku merotasikan bola mata malas. "Idih, kayak nggak ada cewek lain aja yang di pepet."

"Nara!" Sekarang ganti Kak Taeyong yang memanggil.

"Apa lagi, sih?!" sungutku.

"Kalo udah mandi nanti nonton video sama kakak yuk!" ajak Kak Taeyong memasang ekspresi dark moonface.

"EMANG KAK TAEYONG PIKIR GUE CEWEK APAAN?!!"

Nada bicara dari gadis itu makin menggelegar sempat membuat para lelaki di rumahnya menutupi kedua telinganya masing-masing. Oke, kali ini aku dibuat darah tinggi. Menjengkelkan sekali rasanya.

Braakk!!

Membanting pintu kamar, membuat mereka terkejut ke beberapa kalinya. Dasar laki-laki mesum! Siapa lagi kalau bukan ajarannya Kak Yuta yang sering mengajak streaming video porno.

"Makanya kalo ngomong jangan ngacoh," sindir Kak Doyoung.

Kak Taeyong menyengir, "Hehehe... nggak apa-apa, yang penting gue tetep sayang."

"Etdah! Demen amat sama adek gue."


***


"Jaemin, dari mana aja kamu?! Kamu udah telat 5 menit!"

Seorang gadis cantik berpenampilan menarik itu menatap intens pada laki-laki yang barusan datang di minimarket. Ya, Jaemin bekerja di tempat minimarket, mengambil separuh waktunya untuk mencari uang.

"Maaf, tadi aku habis anterin temanku."

Gadis itu mengerutkan keningnya heran. "Teman apa teman?" godanya.

Jaemin mendengus geli. "Apaan sih, Lia...."

"Yaudalah, nggak penting. Cepat kamu ganti seragam kerjamu," perintah Lia, kemudian ia kembali ke tempat kasir.

Jaemin menaruh tasnya di lemari kecil, lalu pergi ke ruang belakang untuk mengganti pakaian kerjanya, hanya memakai bagian atasnya saja. Setelah itu, Jaemin melakukan kegiatan apa yang biasanya dilakukan. Menaruh berbagai macam barang produk yang sesuai pada rak masing-masing, menatanya dengan rapi, kemudian mengepel lantai dengan telaten. Apa pun pekerjaannya, dia melakukannya  dengan rasa suka rela tanpa mengeluh.

Berapa lamanya, angka sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Jaemin telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Ini sudah waktunya dia harus pulang karena hari besok ada kegiatan lagi yang harus dikerjakan. Meskipun besok libur, namun Jaemin tetap mengatur waktunya dengan baik.

"Nih, buat kamu." Lia memberi biskuit rasa coklat. "Udah makan?"

"Nanti, di rumah."

Lia mengangguk singkat seraya menguyah camilan yang sama seperti Jaemin.

Jaemin sudah lama bekerja di sini bersama rekannya bernama Lia. Mereka berdua sangat akrab. Menghabiskan waktu beberapa menit hingga akhirnya mereka berdua selesai berbincang. Jaemin melepas baju kerjanya, dan langsung berpamitan pulang lebih dulu pada Lia.

Melambai singkat, lalu Jaemin keluar dari minimarket tersebut. Berjalan kaki sampai menuju ke halte, kebetulan ada bus yang berhenti. Cepat-cepat ia naik ke dalam bus tersebut. Keadaan di dalam bus lumayan ramai orang dan berdesakan, waktu orang-orang selesai bekerja mungkin. Kornea mata Jaemin berputar ke sembarang arah, mencari tempat duduk yang kosong. Dan akhirnya, ia menemukannya. Segera ia duduk, menyandarkan kepalanya pada punggung kursi, ia memejamkan matanya dan sesekali menghela napas panjang, cukup lelah.

Membuka matanya kembali, ada  penumpang yang baru saja masuk. Seorang ibu hamil yang berjalan lamban untuk mencari tempat duduk. Jaemin melihat iba ke arah ibu hamil itu yang tengah berdiri, tak mendapatkan tempat duduk sama sekali. Sorot mata Jaemin berputar ke sana kemari, melihat orang-orang dikelilingnya tanpa ada belas kasihan sama sekali pada ibu hamil paruh baya itu.

Tanpa menunggu terlalu lama, Jaemin bangkit berdiri. Menghampiri ibu itu. "Permisi, ibu duduk di sini saja, ya?" pintanya. Membantu ibu hamil itu beranjak duduk pelan-pelan.

"Terima kasih ya, nak," ucapnya, tersenyum penuh rasa terima kasih.

Jaemin tersenyum ramah menatap ibu itu. "Sama-sama.
Setidaknya, Jaemin merasa tenang jika melihat ibu itu telah mendapatkan tempat duduk. Kini, Jaemin memilih berdiri dengan sisi tangannya yang menggantung pada handle bus di atasnya.

~~~


Sudah dua puluh menit perjalanannya hingga sampai ke rumah. Menggeser pagar besi yang menjulang tinggi, Jaemin melangkah masuk, dan memutar kenop pintunya. Sebelum membuka pintu, Jaemin sempat mendengar suara tawa seorang perempuan di dalamnya.

Itu pun membuat Jaemin tercekat. "Apa jangan-jangan..." gumamnya.

Langsung membukanya. Jaemin terbeliak saat melihat papanya yang sedang bermesraan dengan seorang wanita di atas sofa, serta beberapa minuman alkohol yang berserakan di lantai dan meja.

"PAPA!"

Bentakan anak itu sempat membuat Minho tercekat sekaligus dengan wanita itu sampai terkesiap dan menoleh bersamaan. Penampilan wanita itu sangat seksi, mengenakan pakaian silet merah dan celana pendek yang cukup ketat. Dua orang itu gagal melakukan adegan seksualnya ketika anak itu datang dan mengusiknya malam-malam.

"PAPA BAWA WANITA MALAM LAGI DI RUMAH INI?!!" bentak Jaemin, menatap tajam ke arah papanya, kemudian tatapannya beralih menatap sinis pada wanita itu.

"Jaemin, apa-apaan kamu?! Jangan teriak nggak jelas, ini sudah malam!" geram Minho, menatap sarkas pada anak itu.

"Papa yang apa-apaan!" marahnya, "semenjak mama kerja di luar kota,  gini terus kelakuan papa?!!"

"DIAM KAMU!" sahut Minho dengan nada tinggi, wajahnya tampak merah dengan urat lehernya yang menonjol. Seperti orang mengamuk.

Jaemin menghela napas kasar dan  tersenyum pahit. "Ini yang buat Jaemin nggak betah tinggal di rumah sama papa." Lalu, ia beranjak keluar dari rumahnya. Meninggalkan papanya berduaan dengan wanita cantik itu di sana.

Minho hanya menatap nanar punggung anak itu yang melangkah dengan perasaan gusar. "Pergi sana! Nggak usah balik sekalian di rumah!" teriaknya, namun masih dapat terdengar jelas di telinga anak itu. "Tenang, ya, sayang. Dia itu anak bandel, nggak usah ditanggapi." Ia merangkul pundak wanita itu.


.
.


Sungguh, Jaemin sama sekali tidak betah dengan sikap papanya yang selalu bermain wanita, mabuk-mabukan, bahkan berjudi. Kepalanya sangat pening, hidupnya merasa hampa saat tinggal bersama papanya. Kenapa mamanya meninggalkan Jaemin? Padahal, anaknya sangat mengharapkan mamanya cepat kembali dari pekerjaannya yang berada di luar kota.

Di satu sisi, Jaemin benar-benar sangat merindukan mama kesayangan. Tapi di sisi lain, Jaemin paham jika mamanya  sibuk dengan pekerjaannya di sana. Mereka berdua jarang untuk bertemu dan berkomunikasi. Jaemin rindu.

Terus berjalan di tengah gelapnya malam, di sepanjang tapak jalan yang sunyi, berjalan dengan kepala yang merunduk dalam. Entahlah, Jaemin tak tahu harus pergi ke mana sekarang. Bahkan dia pun tidak ingin tinggal serumah dengan papa tirinya.

Di belakang jalan, pantulan cahaya dari kendaraan lewat. Terdengar jelas jika itu suara kendaraan beroda empat, namun Jaemin tetap mengabaikannya. Dia terus berjalan menunduk tanpa memerhatikan sekitar.


Tin! Tin!










Tbc...

Lia (ITZY)

Hallo Lia! :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hallo Lia! :)

Thank you for reading♡

Our Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang