36. Complaints

118 32 0
                                    

"Astaga! Jadi kamu selama ini...."

Nara tak melanjutkan kalimatnya, dia menggeleng-geleng pelan, raut wajahnya berubah cemas, dan keningnya berkerut. Dia benar-benar tak percaya, dan merasa pilu setelah mendengarkan semua cerita dari Na Jaemin.

Jaemin menatap lamat gadis itu, dan cuma menampilkan seulas senyum dari sudut bibirnya, seolah-olah dirinya merasa baik-baik saja. Padahal jelas sekali, ketika melihat ekspresi Nara sangatlah khawatir dan takut dengan seorang Na Jaemin yang selalu tinggal berdua dengan ayah tirinya, tanpa ada ibu kandungnya.

"J-jadi... selama bertahun-tahun kamu tinggal hanya dengan ayah tirimu?" tanyanya mengangkat kedua alis.

Jaemin mengangguk kecil sembari menghela napas samar. Dia sudah menduga jika ia akan menceritakan tentang dirinya, pasti gadis itu akan merasa khawatir, dan... kasihan.

"Na...." rintihnya menatap sendu, kedua tangan kecilnya terangkat, menangkupkan telapak tangannya di kedua pipi Jaemin.

Jaemin membeku dan terpaku ketika melihat reaksi gadis itu yang tiba-tiba menangkupkan kedua tangannya. Jaemin hanya terdiam, lalu ia menelan ludahnya.

Ditatapnya lamat-lamat wajah Na Jaemin hingga aku dapat melihat obsidian legam nan jernih dari mata Na Jaemin, layaknya sebuah lautan yang luas mengelilingi samudra. Sungguh indah.

"Kamu yang sabar, ya. Hidup di dunia ini memang terasa berat, namun kamu jangan pernah mengeluh."

Jaemin tercengang saat mendengar kata-kata bijak dari gadis tersebut. Seolah Nara telah memberikan sumber motivasi, dan kekuatan dalam hidupnya yang pelik.

"Aku tau. Kamu anak yang kuat, kamu beda dari yang lain, kamu anak yang mandiri dari pada anak-anak lainnya yang terlalu manja, kamu anak baik, dan kamu juga..."

Nara tak melanjutkan kalimatnya, air matanya langsung menetes begitu saja dari pelupuknya. Jaemin agak terkejut ketika melihat gadis itu yang tiba-tiba saja langsung menangis.

"Hei, kenapa kamu nangis?" tanya Jaemin seraya menggenggam tangan kecil gadis itu.

Oke, Jaemin paham. Nara pasti terharu saat mendengar cerita tentang dirinya. Ah, seharusnya dia tak perlu menceritakan kehidupannya pada gadis ini.

Tangan besar Jaemin mulai terangkat, ia menggenggam telapak tangan yang kecil dari gadis tersebut, kemudian  mengusap perlahan jejak air mata yang menetes di wajah gadis itu yang tampak putih nan mulus.

"Udah-udah tak perlu menangis, kamu terlihat lucu kalo sedang nangis," ujarnya tersenyum geli, dan berusaha menenangkan hati gadis itu.

Setelah beberapa detik, sudut bibirku mulai melengkung ke atas, memandang wajah Na Jaemin yang terlihat ceria dengan senyuman yang ia tunjukkan. Diriku merasa terhibur saat bersamanya. Na Jaemin selalu menghiburku dengan caranya sendiri, seolah hatiku tak pernah merasa kesepian. Dan kehilangan.

"Iya, Na..." ujarnya tersenyum geli, "ohiya kamu udah bayar uang rekreasi belum?"

Mendengar kalimat itu, membuat Jaemin menohok dan terdiam seribu bahasa. Entahlah sepertinya dia tidak tahu harus bagaimana. Uang tabungannya pun telah dirampas oleh ayah tirinya, bahkan Jaemin belum sempat berpikir bagaimana cara membayar untuk rekreasinya yang mahal itu.

"Na? Kok diam?" tanyanya, menatap lamat wajah laki-laki itu yang tengah menunggu jawaban darinya.

Jaemin mengerjapkan matanya seketika, menatap tanpa ekspresi pada gadis itu sembari melipat bibir bawahnya. "Sepertinya... aku nggak bisa ikut rekreasi."

Kedua pupilku melebar, menatap tak percaya pada Jaemin, dan merasa terkejut setelah mendengar ucapan darinya.

Tidak ikut rekreasi?

Our Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang